Setelah nyaris 20 menit akhirnya Aira dan Adnan sampai di depan rumah Aira. Ternyata rumah perempuan itu tidak terlalu jauh dari apartemen milik Adnan sehingga pria itu tidak perlu berjalan cukup jauh lagi.
Agak lama Adnan menunggu Aira untuk keluar dari mobilnya. Namun, teman Qila itu tidak kunjung keluar. Adnan kemudian menoleh ke arah Aira dan ternyata perempuan itu tengah melamun.
"Hey!" ucap Adnan dengan nada suara yang sedikit tinggi.
Aira tersadar dari lamunannya dan menatap ke arah Adnan. "Iya, Mas. Kenapa?" tanya Aira dengan mata berbinar.
"Sudah sampai rumah kamu," jelas Adnan singkat yang langsung membuat Aira menatap ke depan. Di sana, jelas terlihat bahwa rumah Aira tengah tertutup rapat seperti biasanya.
"Eh iya ya, udah nyampe. Hm, makasih ya, Mas, udah mau antar saya pulang."
"Iya, sama-sama."
Setelah akhir pembicaraan tersebut, Aira masih belum turun dari mobil Adnan dan membuat pria itu kembali bingung. Kenapa sih dia? tanya Adnan di dalam hati sembari mendengus kesal. Sejujurnya dia mau mengusir secara terang-terangan teman Qila tersebut. Namun, Qila akan marah besar jika dia melakukan hal itu.
"Hm, saya boleh nanya nggak Mas?" tanya Aira tiba-tiba yang langsung membuat Adnan menatap ke arahnya.
"Mau nanya apa?"
"Mas, udah punya pasangan belum?" tanya Aira dengan berani, berbeda sekali dengan sikapnya saat bersama Qila tadi.
"Sudah atau belum, itu bukan urusan kamu," tegas Adnan yang membuat Aira terdiam.
Perempuan itu kemudian turun dari mobil milik Adnan dan sang pemilik mobil langsung memacu mobilnya dengan cepat agar dapat menjauh dari rumah milik Aira tersebut. Di tengah perjalanan Adnan merasa badannya terasa begitu letih dan kini Aira malah membuat masalah dengannya. Dia cukup bingung kenapa teman sekolah Qila itu bersikap aneh padanya padahal mereka baru mengenal hari ini.
Malam harinya, Adnan mendapat sebuah pesan yang membuat dahinya mengerut. Aira? tanyanya di dalam hati setelah membaca pesan tersebut.
Tanpa basa basi, Adnan langsung menghubungi teman Qila itu dan dia akhirnya mengetahui bahwa Aira mendapatkan nomor teleponnya dari ponsel Qila.
Saat itu, Qila dan Aira tengah mengganti baju untuk jam pelajaran olahraga dan seperti biasanya, Aira kehilangan ponselnya dan meminjam ponsel Qila untuk menghubungi nomornya. Saat mencari nomor teleponnya sendiri, Aira terlihat penasaran dengan nama Adnan yang sebelumnya tidak ada di ponsel Qila. Aira pun mengecek nomor itu dan mendapati foto Adnan yang terlihat begitu tampan. Tanpa izin Qila, Aira mengambil nomor pria itu dan menghubunginya saat sekarang.
"Kamu tau, hal yang kamu lakukan itu tidak baik!" tegas Adnan sembari berkacang pinggang.
"Iya, saya tau. Saya minta maaf ya, Mas. Tapi, saya beneran suka Mas dari awal ketemu," ucap Aira dengan nada suara yang terus mengecil di akhir pembicaraan.
Adnan menghela nafasnya setelah mendengar ucapan Aira. "Tapi maaf, saya nggak suka sama kamu."
"Kenapa? Kenapa Mas nggak suka sama saya?"
"Saya suka sama Qila, bukan sama kamu. Kami sudah dijodohkan dan tolong jangan hubungi saya seperti ini lagi," terang Adnan dengan suara yang cukup berat.
Qila saja tidak pernah menghubungi saya, lanjutnya di dalam hati. Adnan malah berharap bahwa Qila-lah yang menghubunginya, bukan Aira.
"Ya sudah, saya tutup teleponnya. Selamat malam."
Adnan menutup panggilan telepon itu secara sepihak tanpa menunggu jawaban dari Aira. Sikap aneh yang Aira lakukan tadi ternyata karena dia menyukai Adnan, tapi di sisi lain Adnan memang tidak menyukai Aira dan malah menyukai Qila, calon istrinya.
Setelah pertengkaran malam itu, Adnan pikir Aira akan menyerah. Namun sayang, perempuan itu malah semakin sering menghubunginya bahkan disetiap saat.
Semakin lama pesan yang dikirimkan Aira semakin banyak dan membuat Adnan kesal. Dia menjadi tidak fokus bekerja karena mendengar ponselnya terus berdering. Karena sudah mulai muak, Adnan pun langsung memblokir nomor Aira dan kembali sibuk dengan pekerjannya.
Seperti biasanya, Adnan akan datang ke rumah sakit setelah pulang bekerja untuk menjenguk Nenek Rida dan juga bertemu dengan Qila. Namun, saat sampai di ruang rawat Nenek Rida. Adnan tidak menemukan Qila dan ternyata perempuan itu belum pulang sekolah sehingga kini hanya ada dia, Nenek Rida juga pendamping beliau di ruang rawat.
"Qila belum datang ya?" tanya Adnan setelah duduk di kursi yang berada di sisi kasur Nenek Rida.
Pendamping Nenek Rida yang bernama Tika kemudian berjalan mendekat ke arah Adnan. "Belum, Pak. Mungkin sebentar lagi."
Adnan mengangguk paham dan memberikan kresek putih berisikan makanan kepada Tika. "Nih, tolong kamu siapin buat Nenek ya," perintah Adnan yang langsung dikerjakan oleh Tika.
Di sisi lain, Adnan langsung mengajak Nenek Rida berbincang. Mereka membahas banyak hal karena dokter yang menangai beliau menyarankan kami untuk mengajak Nenek Rida berkomunikasi agar suasana hatinya tetap terjaga.
"Apa kabar kamu, Nak?" tanya Nenek Rida sembari mengusap wajah Adnan.
"Alhamdulillah, baik, Nek," jawab Adnan singkat sembari memegang tangan Nenek Rida yang berada di pipinya.
"Maafin ya, kalau sikap Qila kurang baik padamu."
Adnan tersenyum kecil dan melambaikan tangannnya di depan wajah. "Nggak, Nek. Nggak pa-pa kok. Saya paham kalau dia belum bisa nerima saya."
Raut wajah Nenek Rida berubah sendu dan membuat Adnan sedikit khawatir. "Kenapa, Nek?"
Nenek Rida menggeleng pelan. "Nggak pa-pa kok, Nak. Saya cuman kepikiran sama hidup Qila nanti."
Tanpa Adnan sadari, dia ikut merasakan apa yang Nenek Rida rasakan. Sampai sekarang kondisi beliau masih belum bisa dikatakan membaik karena penyakit yang dia derita selama ini. Adnan menjadi satu-satunya orang yang mengetahui ini semua dan dia juga merahasiakan penyakit Nenek Rida dari Qila.
"Tenang, Nek. Ada saya yang bakal jaga Qila, saya akan bertanggung jawab penuh untuk Qila."
"Makasih ya, Nak."
"Iya, Nek."
Setelah selesai berbincang, Tika datang membawa dua piring makanan di tangannya. Dia langsung menyerahkan salah satu piring kepada Adnan. Namun, pria itu menolaknya.
"Saya sudah makan kok, itu semua buat kalian," jelas Adnan yang langsung membuat Tika menaruh kembali salah satu piring ke atas meja di dekat sofa.
Tika perlahan membantu Nenek Rida untuk makan karena tangan beliau masih sangat lemah. "Ayo, makan, Nek," ajak Tika sembari menyuapkan sesendok nasi ke mulut wanita tua itu.
Di sisi mereka kini, Adnan tengah sibuk memperhatikan Nenek Rida yang sedang makan dengan lahap. Setelah nyaris 10 menit, Nenek Rida selesai makan bertepatan dengan datangnya Qila ke ruang rawat neneknya.
"Assalamualaikum," ucap Qila dengan semangat saat masuk ke dalam ruang rawat Nenek Rida.
Adnan tersenyum kecil saat melihat Qila. Namun sayang, senyumannya kemudian luntur saat melihat Aira juga ikut masuk bersama dengan Qila.
Jumlah kata : 1036.
***
Yeay, update hihi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Titipan Nenek (Selesai)
RomanceBukannya kado berupa barang yang diterima Qila saat ulang tahun ke 17. Perempuan itu malah mendapatkan jodoh dari neneknya berupa pria tampan yang jauh lebih tua darinya. Mau menolak pun rasanya tidak enak karena neneknya sudah sakit-sakitan dan be...