Bab 6: Festival Band

75 45 24
                                    

Bulan digantikan dengan matahari yang kini sudah terbit dari ufuk timur. Hari ini bertepatan dengan hari Festival band -Festival yang dimana tuan rumahnya adalah SMA Garuda Merah- yang sudah ditunggu-tunggu.

Semua anggota Osis sudah terbangun pagi tadi, sebelum matahari menggantikan tugas bulan. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, mereka bangun dengan tubuh yang cukup segar lantaran mereka tidur dengan perut yang sudah terisi.

Hari ini, Aneth dan semua anggota lain tengah bersiap-siap untuk pulang saat menyadari jika festival band yang ditunggu-tunggu sudah datang. Yah, walau mereka sendiri masih belum terlalu yakin bahwa mereka bisa pulang.

"Sudah semuaa?" Zerina berdiri di samping pintu keluar. Dia membawa tas birunya dipunggung sembari menunggu teman-temannya.

"Sudah." Jawab mereka serempak.

Zerina mengangguk dan keluar ruangan sendirian, untuk memantau kedatangan orang yang akan membuka gerbang. Sekali lagi, mereka hanya mencoba percaya diri walau kemungkinannya kecil.

Namun tak lama, Aneth berjalan mengikuti langkah Zerina. Mereka berdua berdiri di teras lantai dua dan menghadap ke gerbang yang tak kunjung memberikan tanda-tanda akan dibuka.

"Zer."

"Ya?"

"Gue takut mereka kecewa, nggak terkecuali sama gue."

Zerina terdiam kaku, tak bisa membalas perkataan Aneth. Ya, tidak bisa dipungkiri jika Zerina juga takut kecewa dengan hari yang sudah ditunggu-tunggu. Mereka sudah berada disini selama beberapa hari, tentu saja harapan yang mereka miliki semakin mengecil.

"Aneth, jangan negatif thinking dulu, kita belum tahu kedepannya gimana." Untuk kesekian kalinya, Zerina lebih memilih menyimpan rasa takutnya dan menampung rasa takut orang lain.

"Gue percaya kalo mungkin aja kita bisa keluar hari ini, ini hari festival band dimulai. Lo tau kan sebesar apa usaha Osis buat bangun acara besar ini? apalagi ini lomba band antar kota. Biayanya juga nggak sedikit. Jadi agak nggak mungkin acara ini gagal gitu aja." Imbuh Zerina seraya melirik banner yang tergantung di tembok besar sekolah.

Aneth mengangguk setuju. "Secara logika, itu bener. Tapi kalo lo lupa, di tempat ini logika nggak bisa jalan." Selepas mengatakan hal ini, Aneth berjalan turun tangga dan meninggalkan Zerina sendirian.

Aneth berjalan menuju ke arah gerbang belakang sekolah.

Gerbang belakang memang tidak terlalu besar dan terkesan cukup terpencil. Tetapi tinggi gerbang setara dengan tinggi gerbang depan. Ketebalan dua gerbang ini juga tak bisa diremehkan. Sehari sebelumnya, Anggota Osis memiliki ide gila untuk menabrak gerbang dengan motor. Namun hasilnya nihil, malah motor mereka yang hangus dan diri mereka terpental jauh.

Tunggu, hangus?

Aneth yang semula berjalan ke arah gerbang belakang, kini memutar arah ke gerbang depan. Gadis itu ingin memastikan sesuatu.

Tepat saat langkah Aneth berhenti di gerbang yang menjadi tujuannya, gadis itu menatap ke atas dan melihat setiap inci dari gerbang —tentunya Aneth tidak mau menyentuh gerbang.

Mata gadis itu membelalak saat menyadari hal yang sangat menakutkan baginya. Belum sampai sehari dijalani, Aneth sudah merasakan kecewa yang cukup membuat matanya berkaca-kaca.

Gerbang itu dialiri listrik, itulah penyebab motor Stefan terbakar hangus saat menabrak gerbang ini. Kini tidak ada kesempatan untuk mereka keluar, walau hanya secuil.

Aneth menoleh ke arah koridor lantai dua. Gadis itu menatap Zerina yang kini juga menatapnya bingung. Haruskah Aneth memberitahukan hal ini pada anggota lain? Lalu bagaimana dengan perasaan mereka yang sudah lega walau hanya sementara?

12 Titik BalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang