Tidak seperti biasanya yang masih terlihat ramai dengan candaan ringan atau sekedar basa-basi.
Ruangan Osis sangat hening, seolah mereka semua sudah mati dalam mimpi yang juga telah terkubur.
Setelah kedatangan anggota Osis di ruang Osis, tak ada lagi ritual melingkar untuk saling bercengkrama singkat. Mereka terlalu terguncang karena fakta yang sudah menjelaskan segala hal yang terjadi.
Kertas-kertas putih yang tadi dibacanya cukup menampar mereka ke dalam kenyataan bahwa ini semua bukanlah mimpi atau prank. Lagian, mana mungkin hal ini bisa dianggap mimpi ketika satu nyawa telah terbawa dan hanya menyisakan jasad di samping ruang Osis?
Namun Aneth cukup stabil untuk saat ini. Yah, kelebihan Aneth adalah cepat melupakan kesedihannya dan kembali fokus pada satu titik.
Ia duduk meringkuk di pojok ruangan dengan menggenggam kain merah yang tadi dibawanya. Bingung harus melakukan apa dengan kain yang ada di genggamannya sekarang.
"You okay, Neth?"
Aneth mengalihkan pandangannya dan menatap Artha yang masih berada di sampingnya.
"Menurut lo?"
"Selama lo masih hidup, gue anggap lo baik-baik aja."
"Gue sekarat ini."
"Jangan bercanda yang aneh-aneh, Neth." Sebenarnya Artha beberapa tak bisa membedakan apakah Aneth sedang bercanda atau serius. Gadis itu terkadang mengatakan suatu fakta dengan dibalut candaan, dan itu membuatnya kebingungan.
Aneth melirik Artha malas, "Lo serius banget deh jadi manusia." cibir Aneth.
Ia kembali menatap ke depan. Melihat satu persatu keadaan temannya yang berbaring meringkuk satu sama lain dalam kegelapan malam.
Mereka ketakutan, Aneth tahu itu.
Namun Aneth tak memiliki niat untuk menghibur. Anggota Osis tidak sedang dalam kondisi saling menghibur sekarang. Dengan membiarkan mereka memiliki waktu untuk diri mereka sendiri saja sudah cukup.
Lalu matanya beralih pada Zerina yang kini sudah terlihat lelap. Dia yang paling tenang diantara semua anggota Osis, terkadang Zerina terlihat tak memiliki guncangan apapun di situasi ini.
Apa Zerina selalu seperti ini? Entahlah.
Lamunan Aneth buyar saat Artha tiba-tiba menarik lembut kakinya yang tadi dipeluknya untuk berada di posisi lurus. Lalu Artha meletakkan kepalanya di pahanya. Menikmati bantal gratis yang jelas tidak akan ada duanya di dunia.
Yah, Aneth membiarkan laki-laki itu dan kembali menatap ke depan. Tangan kanannya terangkat dan mengelus rambut serta kepala Artha. Membiarkan Artha tertidur dalam sentuhan tangan lembutnya.
"Lo tadi gak jadi makan, padahal gue udah masak." entah ada angin apa, Artha tiba-tiba mengungkit rasa kesalnya sebab masakannya di tinggal begitu saja.
Tanpa mengalihkan pandangannya, Aneth tersenyum tipis. "Sengaja, biar lo marah kek sekarang."
"Jahat banget, effort gue kebuang sia-sia." gumam Artha yang masih bisa didengar Aneth.
Tak ada balasan dari Aneth. Gadis itu mengalihkan pandangannya saat melihat Jian baru datang setelah lama mereka masuk ke dalam ruang Osis.
Aneth penasaran, apa yang didapat pria itu? Kenapa dia harus bergerak sendirian? apakah anggota Osis tidak ada yang dapat dipercaya? Memikirkan itu membuat Aneth kesal.
"Siapa yang baru datang?" Tanya Artha lantaran matanya sedari tadi terpejam.
"Jian."
Dalam pejaman matanya, Artha hanya mengangguk mengerti dan suasana kembali sunyi. Aneth yang berdiam diri dan memperhatikan gerak-gerik Jian di pojok ruangan yang jaraknya cukup jauh dari tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik
Novela JuvenilAneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan nyawa dan mental...