Bab 4: new daily

79 43 10
                                    

Sontak wajah mereka pucat pasi saat mendengar ucapan panik dari Zico. Hampir mati? Apa yang terjadi hingga Zico bisa mengatakan hal itu?

Zico duduk di sela-sela lingkaran yang dibuat teman-temannya. "Gue mules banget tadi. Bayangin Lo boker sambil gelap-gelapan, mana ada kecoa di pojok kamar mandi." Ucapnya mengeluh sembari mengelus perutnya.

Tak berbeda dengan Ezra yang memilih tetap duduk di samping Zico. "Lo gila, Zic. Gue kira kenapa Lo keluar kamar mandi langsung lari gitu aja, ternyata cuman gara-gara kecoa." Sahutnya.

'plak'

Zico menyentuh kepalanya dengan wajah terkejut saat Killa tiba-tiba memukul kepalanya tanpa aba-aba. "Jaga omongan Lo ya! Jangan sembarangan ngomong mati, kita ini di sekolah. Bisa ngga sih kalo bercanda itu jangan kelewatan?" Killa yang pada dasarnya memiliki kepribadian mudah terbawa emosi, sungguh terpancing dengan ucapan Zico.

Killa memang sedari tadi hanya diam karena masih terlalu takut untuk sekedar membuka mulutnya.

"Iya-iya maaf." Gumam Zico.

Wajah semua orang kini sudah terlihat lebih baik dibandingkan beberapa waktu lalu, mereka terlihat tenang saat mengetahui jika Zico baik-baik saja.

"Yang lain juga, jaga omongan kalian, bercanda juga ada batasannya." Imbuh Killa seraya menatap satu persatu orang yang berada disana. Yah, mau bagaimana lagi, ini semua karena Zico yang menyulut emosi Killa.

Mereka semua kembali terdiam, masing-masing merenungkan pertanyaan yang menumpuk di kepala mereka. "Ini nyokap sama bokap gue apa ya gak ada inisiatif nyari gue? gini amat gak dipeduliin ortu." Ucap Stefan, yang duduknya di sebelah Zara.

"Apa daya yang ngga punya ortu." sahut Aneth, sebelum melakukan high five saat merasakan nasib yang sama dengan yang lain. Pada dasarnya, orang-orang yang bergabung Osis adalah untuk mengisi waktu luang dan untuk mengusir rasa kesepian yang mereka miliki.

"Sudah-sudah ayo tidur, besok masih ada hari."

Setelah Zerina mengatakan hal itu, mereka semua mengangguk dan memilih untuk mencari posisi atau tempat yang pas untuk mereka tidur. Tidur di lantai dengan tas sebagai bantal memang posisi tidur yang paling menyiksa.

Malam itu, mereka tidur setelah rasa lelah memenuhi seluruh tubuh dan pikiran mereka.

•••••

Tugas sang bulan sudah berakhir, saat matahari naik dan menggantikan posisi bulan.

Cahaya matahari menyelinap di sela-sela kecil ruangan, yang menjadi penyebab mengapa ruangan yang semula gelap kini sudah terisi dengan cahaya. Selain itu, ini juga menjadi penyebab mengapa mata semua orang perlahan terbuka walau rasa kantuk masih menguasai mereka.

Pintu ruangan terbuka. Tunggu, bukankah semua masih tertidur? Namun jika dihitung kembali, orang yang tertidur hanya tersisa 11 anak. Ah, ternyata memang sedari awal sudah ada orang yang terbangun sebelum matahari terbit.

Anias berdiri diantara teman-temannya yang masih tertidur. "Halo semuanya!" Seperti biasa, Anias selalu terlihat ceria dimanapun dan kapan pun.

Beberapa orang terbangun dari tidurnya dan duduk dengan mata yang memandang Anias —walau mata mereka masih lengket dan dipaksa untuk terbuka. "Lo pagi-pagi udah bangun aja, dari mana?" Tanya Artha, salah satu dari 5 orang yang terbangun.

Anias duduk di sebelah Aneth yang juga sedang mengumpulkan nyawanya. "Dari nge-check gerbang depan sama belakang. Ini udah jam 6 tapi kok nggak ada satupun petugas atau guru yang dateng ya?" Ucap Anias seraya menyambar camilan sisa kemarin malam.

12 Titik BalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang