Tampak kantin yang semula hanya dihuni Aneth, Artha dan Zerina kita terlihat ramai pengunjung selain mereka.
Anias, Zico, Rena, dan Ezra datang setelah Zerina tadi memanggil bantuan dari anak yang masih berada di kamar mandi.
Mengingat kamar mandi dan kantin memiliki jarak yang tak terlalu jauh, sebuah keputusan yang tepat bagi Zerina untuk meminta bantuan kepada anggota yang sedang mandi —walau dengan cara memaksa mereka mandi lebih cepat.
Kini Artha duduk di atas tangga yang tadi dibawa Ezra dan Zico. Tenang saja, hal semacam ini sudah biasa anggota Osis lakukan untuk mempersiapkan event sekolah.
Dengan Zico dan Ezra yang berdiri di kedua sisi tangga untuk mengantisipasi jika Artha tiba-tiba jatuh, meski mereka mungkin akan tertawa terlebih dahulu sebelum menolong Artha jika benar ia jatuh.
Sementara Zerina, Rena, Anias dan Aneth berdiri sembari membawa kotak peralatan milik Osis yang tadi dibawa Rena dari ruang Osis. Mereka hanya mendongak dan memperhatikan Artha yang masih melihat setiap sisi dari tambalan yang dilihat Aneth.
"Itu asli tembok apa tambalan?" tanya Aneth penasaran.
Belum ada jawaban dari Artha. Pria itu masih fokus pada apa yang di depannya, kini ia mengarahkan bagian runcing dari kepala palu. Lalu dengan keras mencungkil ke arah samping di bagian tepi, tujuannya sekarang adalah memastikan apakah tambalan itu bisa dikelupas.
'krak'
Benar saja, tambalan itu dibuat dari kayu tipis yang kemudian direkatkan menggunakan semen tipis. Itu terlihat saat sisi yang semula dicungkil kini terkelupas hingga memperlihatkan kayu yang retak dan patah.
"Ini tambalan. Zic, Ez, lo pegangin tangganya yang kenceng terus tutup mata lo kalo gak mau sakit mata. Yang lain agak ngejauh aja." Jelas Artha tanpa mengalihkan perhatiannya.
Mendengar penjelasan Artha, mereka dengan sigap mengikutinya tanpa membalas ucapan Artha.
Setelah terlihat sedikit celah dari pukulan sebelumnya, kini membuat Artha semakin mudah untuk mengelupas kayu itu.
Ia kembali memasangkan bagian runcing dari kepala palu ke arah lubang di tepi yang tadi dibuat Artha. Lalu ia mengambil ancang-ancang untuk menariknya dengan kuat.
'Kraakk, krakkk'
Suara itu terulang dua kali saat Artha mencungkilnya dua kali hingga kayu itu patah setengah, menyisakan bagian lain dari tambalan.
"uhuk-uhuk, anjir." gumam Artha saat wajahnya diserang serpihan kayu dan semen.
Tak ingin berlama-lama, Artha mengarahkan palu ke sisa tambalan. Berniat memukul langit-langit dengan keras untuk menghancurkan semuanya sekaligus.
'Brak brak brak dakk,'
Suara itu terdengar nyaring bersamaan dengan serpihan batu dan kayu yang berjatuhan ke bawah. Hingga semuanya hancur berkeping-keping. Menyisakan kain merah berbentuk segi empat yang dipaku ke langit-langit kantin pada ke empat sisinya.
"Here we go!" seru Artha dengan senyum puas. Palu yang ada di tangan kanannya ia pindahkan ke tangan kiri, dan tangan kanannya hendak menarik kain itu dengan tergesa-gesa.
"Jangan sampe ada satu kalimat yang kepotong gara-gara lo narik itu sembarangan ya." tegur Aneth di bawah yang tengah menatap Artha tajam.
Aneth semakin menatap tajam saat Artha menoleh ke arahnya dengan senyum bodohnya.
Selanjutnya pria itu memilih untuk melepaskan kain merah dari paku dengan mencungkil paku satu-satu.
Tepat saat kain itu terlepas, di tengah kain berjatuhan 3 kertas merah yang tergulung kecil. Artha yang tak mempersiapkan hal itu lantas tidak dapat menangkap semua gulungan kertas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik
Ficção AdolescenteAneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan nyawa dan mental...