Aneth berdiri membeku, menatap tubuh temannya yang sudah tidak bernyawa. Ketakutan dan kesedihan seolah menguasai seluruh tubuh dan pikirannya. gadis itu berjalan mundur dengan tangan kanannya yang menutup mulutnya. Matanya menatap objek dengan tidak fokus dan siap meluncurkan air matanya. Namun langkah mundurnya terhenti saat kakinya menginjak batu hingga membuatnya terjatuh.
Matanya melihat seluruh keadaan yang sedang terjadi. Semua anggota menangis dan berteriak tidak terima dengan kematian tiba-tiba. Pada saat itu waktu seolah melambat, dengan Aneth yang tenggelam dalam rasa bersalah seolah menampar Aneth dalam pemandangan dimana semua anggota Osis yang berteriak dalam kubangan kesedihan berlumur ketakutan.
Aneth... betapa besarnya ego-mu.
Killa yang menyadari keadaan Aneth yang terduduk dengan tangisan tertahannya, lantas mendekati Aneth dan memeluk Aneth. barulah saat itu Aneth mengeluarkan seluruh tangisannya dalam pelukan Killa. Ia meraung dengan tubuh yang bergetar hebat, merasa takut dengan kesalahannya yang sudah memakan korban.
Matanya menangis, dan mulutnya berkali-kali mengucapkan kata maaf disela-sela tangisannya berharap mayat di depannya terbangun dan mau membalas ucapan maafnya.
Bagaimana jika satu persatu akan pergi meninggalkan apa yang tersisa? Lalu bagaimana dengannya? Semua kesalahan berawal darinya, dan Aneth tidak tahu bagaimana cara mengembalikan semuanya dari awal. Jika saja dia tidak hanya diam... mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Killa yang masih memeluk Aneth, mengusap pelan rambut Aneth untuk menenangkan Aneth, walau dirinya sendiri juga tengah tenggelam dalam kesedihan. Kejadian itu berpengaruh besar pada setiap anggota Osis. Mereka yang awalnya berpikir jika ini hanyalah permainan kecil dari kepala sekolah, kini benar-benar mengerti jika timbal balik dari permainan ini adalah nyawa mereka.
"Itu bukan salah lo, Neth. Jadi gue minta lo buat stop say sorry."
Aneth melepaskan pelukan Killa dan menatap Zerina dengan berlinang air mata. "Zer...." Hanya dengan panggilan kecil dari Aneth, tangisan Zerina meluncur dengan derasnya. Lantas Zerina memeluk tubuh Aneth, pertahanan Zerina yang sebelumnya ia bangun dengan kuat kini hancur begitu saja.
Pada saat itu, dimana untuk pertama kalinya nyawa salah satu dari 20 anak anggota Osis menghilang tanpa aba-aba. Ketakutan yang selama ini mereka anggap sebagai lelucon belaka pada akhirnya benar-benar terwujud.
Ceklek
Suara pintu tertutup, dengan tangan Zico yang menggenggam knop pintu. Zico menghela napas, melihat semua temannya duduk di depan pintu yang telah bertuliskan "Duka" dengan kertas sekaligus spidol yang menjadi bahan utamanya.
Mereka memutuskan untuk membuat 'Ruang Duka' sebagai tempat peristirahatan sementara yang mereka siapkan untuk anggota yang baru saja meninggal. Mereka benar-benar berharap jika ini adalah kematian terakhir.
Lantas Zico duduk tepat di depan pintu.
Langit sudah bercampur dengan semburat warna senja, tampak sangat cantik. tapi sungguh, itu merupakan suatu ketakutan bagi seluruh anggota Osis. Membayangkan mereka akan dipeluk dalam rasa takut di kegelapan malam sambil berharap jika nyawa 19 anggota Osis akan tetap sama hingga esok pagi.
Aneth yang semula menunduk dengan mata merahnya mengingat ia sudah cukup lama menangis. Kini menatap satu-persatu anggota Osis. Mulutnya yang kelu, ingin sekali kembali mengatakan maaf. Namun ia yakin jika ini bukan waktu yang tepat.
Namun ini akan menjadi suatu kesalahpahaman besar dimasa mendatang. Bibirnya yang kering hendak kembali terbuka, namun terhentikan saat Artha menggenggam tangannya kuat hingga membuat Aneth menatapnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik
Teen FictionAneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan nyawa dan mental...