Senja telah datang, dan rapat bersama Bapak Kepala Sekolah telah selesai sejak beberapa waktu lalu. Kini, pemimpin rapat digantikan oleh Zerina, sang Ketua OSIS. Mereka mendiskusikan maksud dari ucapan Bapak tadi.
"Tolong, jangan ada persaingan. Kita semua bekerja tanpa mengharapkan timbal balik, 'kan? Jangan berpikir kalau Bapak pilih kasih. Ayo percaya sama Bapak. Mari kita bekerja lebih keras tanpa melupakan solidaritas yang kita miliki." Seperti biasa, Zerina sangat pandai menenangkan keresahan yang sedang dirasakan anggotanya.
Jian, Wakil Ketua OSIS yang duduk tidak jauh dari tempat duduk Bapak Kepala Sekolah tadi, mengangkat tangannya karena merasa ada yang janggal. "Jadi ini sebenarnya apresiasi atau dorongan dari Bapak?"
Zerina mengedikkan bahu. "Nggak tahu. Gue rasa dua-duanya." Jawabnya asal. "Baik, rapat selesai. Sekarang, mari fokus pada tugas masing-masing."
Mereka yang semula duduk kini berdiri dan berjalan berhamburan menuju tempat di mana mereka akan mengerjakan tugasnya. Tak terkecuali Aneth, yang berjalan ke arah komputer bersama salah satu anggota OSIS lainnya.
"Ren, rundown yang kemarin sudah ada revisi dari Pak Eden belum?"
Rena, partner Aneth di divisi acara, menggeleng. "Belum. Chat gue cuma dibaca."
"Kalau gitu, kita buat rundown panitia sama breakdown aja, pakai dasar yang kemarin. Biar nggak mendadak kayak acara kemarin."
"Iya, kalau salah nanti tinggal revisi sedikit."
Seperti hari-hari sebelumnya, Aneth dan Rena bekerja sama mengatur jalannya acara. Mereka bertugas menentukan durasi setiap pengisi acara serta memastikan semuanya berjalan sesuai rundown yang mereka buat.
"Sialan, HP gue hampir lowbat." gumam Aneth. "Permisi, ada yang bawa charger nggak? Type-C?"
Sialnya, tak satu pun dari dua belas anggota OSIS membawa charger. Wajar, karena mereka tidak menyangka akan ada rapat mendadak seperti ini dan berpikir mereka akan pulang seperti biasa.
Waktu terus berlalu. Dari sore menjadi malam. Dari kerja giat kini beralih ke kelelahan. Tak terkecuali Aneth, yang terus melakukan revisi setelah akhirnya chat Rena dijawab oleh Pak Eden.
Setelah beberapa jam berlalu, mereka memutuskan untuk istirahat sejenak. Aneth, yang sudah merasa lelah, meminta izin pulang lebih dulu.
Setelah mengucapkan salam, gadis itu berjalan turun. Sekolah sudah gelap, hanya ditemani cahaya dari beberapa lampu yang masih menyala di area tertentu. Beruntungnya, ia sudah memindahkan motornya ke tengah lapangan, jadi ia tak perlu berjalan ke parkiran belakang.
Namun, langkahnya terhenti ketika mendapati gerbang besar sekolah terkunci rapat. Merasa ada yang aneh, ia berlari ke gerbang belakang—yang ternyata juga terkunci.
Gerbang tinggi dengan jebakan listrik di ujung pagar membuatnya sulit untuk dilewati begitu saja. Tidak ada celah untuk keluar.
Aneth mulai panik. Dengan tangan gemetar, ia menghubungi temannya.
"Nias? ANIASS?!" panggilnya berulang kali.
"Apaan sih, anjing? Teriak-teriak mulu. Santai aja, ngapain?" balas Nias santai dari seberang telepon. "Gue masih di ruang OSIS."
"Santai mata lo! Semua anggota OSIS suruh ke lapangan sekarang!"
"Hah? Ngapain? Lo takut? Yaelah, ini masih jam delapan, Neth. Biasanya juga pulang jam sebelas, nggak takut. Lo habis lihat setan?"
"Bacot! Kalau gue bilang turun, ya turun! Gerbang depan sama belakang dikunci semua. Nggak ada jalan keluar. Udah deh, ini aneh banget, anjir. Cepet turun!" suara Aneth melemah di akhir kalimat.

KAMU SEDANG MEMBACA
12 Titik Balik
Fiksi RemajaAneth Tisha Andintala, seorang anggota Osis yang terjebak di dalam gerbang sekolah yang selama ini ia bela mati-matian bersama 11 anggota lain. Aneth bertanya-tanya apakah solidaritas, kekompakan dan semua hal bisa bertahan bahkan nyawa dan mental...