Kisah Sebelumnya
Gara terjaga dari tidurnya. Petir yang menyala-nyala dan guntur yang menggetarkan pintu, kembali membuatnya mengingat masa-masa itu. Pria itu kembali menarik napas dari sela-sela bibirnya dan beristighfar perlahan.
Saat itulah, dia mendengar suara teriakan histeris seorang wanita.
Refleks membuat Gara meloncat dari kasur dan menajamkan telinga. Matanya turut bergerak-gerak dalam gelap mencari dari arah mana teriakan itu datang.
"JANGAN!! TIDAK!! PERGI! JANGAN SENTUH AKU!!"
Suara barang-barang pecah terdengar bersamaan jeritan panjang yang mirip lolongan kepedihan kini membaur dengan deru angin dan hantaman air hujan ke atap rumah mereka.
Jantung Gara berdentam cepat. Seseorang dalam bahaya! Ini pasti suara Asa! Suaranya begitu jelas menembus dinding pembatas rumah mereka yang tipis. Apa ada perampok menerobos ke dalam?
Dengan kecepatan tinggi Gara melompat ke arah dapur dan hendak menyambar pisau untuk berjaga-jaga. Tiba-tiba gerakannya terhenti. Ujung jarinya bergetar. Gelombang yang tak bisa terjelaskan menjalari sekujur tubuhnya. Tubuhnya bergeming beberapa saat sebelum lagi-lagi dia melakukan satu tarikan napas dari balik sela-sela gigi seri yang terkatup rapat.
Pria itu beristighfar berulang dan urung mengambil pisau. Jemarinya mengepal dan langsung berlari membuka pintu rumah dengan kecepatan tinggi.
"ASA! KAMU MIMPI, NAK! TIDAK ADA APA-APA! TENANG, NAK! ISTIGHFAR!"
Kali ini gerakan Gara yang hampir mendobrak pintu rumah Asa terhenti. Suara ibunya Asa terdengar tak kalah keras masuk ke telinganya. Suara guntur kembali menggelegar dan jeritan Asa kembali terdengar. Kaki Gara sudah basah terguyur hujan yang menerjang teras karena ditiup angin kencang. Namun, dia masih mematung gamang.
Apa yang harus dirinya lakukan?
"Die emang gitu tiap ade badai." Suara pria tua membuat Gara menoleh penuh keterkejutan. "Neng Asa, die emang saban ujan gede kayak gitu," ulang kakek berumur hampir delapan puluh tahun itu.
Gara menatap pria baya itu sedikit heran. Tubuh lelaki renta di hadapannya kurus kering, tapi wajahnya terlihat sangat teduh. Kerut-kerut di wajahnya menandakan betapa banyak dia sudah mengenyam asam garam kehidupan.
"Enggak ape-ape." Lelaki tua itu kembali angkat bicara. "Bu Mustika InsyaAllah bise ngademin histerisnye Neng Asa. Kite doain aje dari jauh." Engkong Farid, penghuni kontrakan yang di ujung menepuk-nepuk lengan Gara yang tegang. Kekek itu berusaha menenangkan hati pria tinggi besar di hadapannya.
Gara tak menjawab, tapi sinar matanya menyiratkan kekhawatiran yang sangat.
"Engkong juga kaga ngarti kenape Neng Asa bisa gitu." Kali ini ada embusan napas panjang yang terdengar sendu. "Engkong juga kaga berani tanya. Udah tiga tahun dia begini. Apalagi pas masih ade almarhum babenye. Hampir tiap hari malah. Kesian, udah mau dua tiga belom bisa kawin juge."
KAMU SEDANG MEMBACA
END Asam Garam Asa dan Gara
SpiritualGara, seorang mantan pembunuh bayaran, ingin berhijrah dan menjauh dari masa lalunya yang kelam. Siapa sangka dia akhirnya berkenalan dengan Asa yang begitu ceria meski menyimpan banyak luka. Walaupun perempuan itu merupakan korban rudapaksa dari en...