Kisah Sebelumnya
Asa terburu-buru menyelesaikan pesanan ketika Gara justru membantu memasak untuk Mustika.
Bahkan, Mustika pun mengajak Gara makan siang bersama.
Setelah beberapa waktu merapikan detail ini dan itu, Asa mengangkat kebaya merahnya tinggi-tinggi sambil berseru alhamdulillah keras-keras. Dia tidak menyangka bisa menyelesaikannya bahkan sebelum azan Zuhur berkumandang.
Semua tak lepas dari bantuan Gara yang menggantikannya memasak. Asa benar-benar fokus tanpa mengkhawatirkan kondisi Mustika yang mungkin akan kelaparan. Apalagi aroma sup hangat yang terhidu membuat Asa semakin yakin bahwa masakan Gara juga lezat.
Tak lama, Hesti benar-benar datang mengambil kebaya dan tampak puas dengan hasilnya. Meski tak menerima bonus apa-apa, Asa sudah merasa lega Hesti tidak marah-marah atau membatalkan pesanan. Perempuan itu selalu berusaha untuk melihat hal positif dalam setiap peristiwa.
Hanya saja, itu belum mampu mengusir semua rasa takutnya terhadap badai.
"Habis salat, kamu gorengin ayam, gih!" Suara Mustika mengembalikan fokus Asa. "Tempe juga. Telur dadar dikasih cabe rawit juga enak." Mustika menghabiskan air putihnya dengan tenang sesudah memberi perintah.
Asa hanya tertawa. "Kayak mau pesta aja."
"Buat Nak Gara harus istimewa, dong! Calon mantu potensial dia, tuh!" Mustika tertawa.
"Astagfirullah, Ibuuu! Jangan ngomong aneh-aneh, ah!" Asa ikut tertawa.
"Eh, Ibu serius. Sini, deh!" Tangan Mustika melambai dan mengangkat sesendok kuah sup ke arah Asa untuk dicicipi. Asa pun menurut dan menyesapnya pelan. "Gimana?"
"Enak, Bu," jawab Asa takjub. Ternyata rasanya memang selezat aromanya.
"Kamu nggak pengin nikah? Udah umur segini." Mustika memandang serius.
Asa tak menjawab dan hanya mendekat untuk mengecup kening Mustika. "Fokus Asa cuma Ibu. Udah ah, Asa wudu dulu."
Mustika memandang tubuh anaknya yang masuk ke kamar mandi. Setelah ini, dirinya akan kembali merepotkan Asa yang susah payah membantunya wudu, menemaninya salat, juga kadang menyuapinya makan jika kondisinya memburuk.
Wanita paruh baya itu merasa dirinya sudah tidak punya banyak waktu. Jika ia tiada, siapa yang akan menemani Asa jika traumanya kambuh? Siapa yang akan menuntunnya beristighfar? Siapa yang sabar memeluknya erat-erat dan terus menerus membisikkan kalau semua akan baik-baik saja?
Mereka sebatang kara. Tidak ada sanak saudara tersisa untuk menampung Asa kelak. Membiarkan Asa sendirian selepas kepergiannya, terlalu berisiko! Seseorang harus menggantikan posisinya! Tapi, siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
END Asam Garam Asa dan Gara
SpiritualitéGara, seorang mantan pembunuh bayaran, ingin berhijrah dan menjauh dari masa lalunya yang kelam. Siapa sangka dia akhirnya berkenalan dengan Asa yang begitu ceria meski menyimpan banyak luka. Walaupun perempuan itu merupakan korban rudapaksa dari en...