Bab 11 - Old Habit Die Hard

718 167 77
                                    

Kisah Sebelumnya

"Ibu hanya takut, ketika Ibu meninggal, debt collector itu datang, lalu kembali memaksa Asa untuk …. menjual dirinya."

Seketika itu, Gara tak bisa mengontrol hawa dingin yang menerjang dada hingga membuat kedua tangannya mengepal erat. 

Mendengar kemungkinan Asa akan dijual pada para hidung belang demi membayar utang yang harusnya merupakan tanggung jawab almarhum ayahnya, Gara tak bisa mengendalikan hawa panas yang menerjang dadanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendengar kemungkinan Asa akan dijual pada para hidung belang demi membayar utang yang harusnya merupakan tanggung jawab almarhum ayahnya, Gara tak bisa mengendalikan hawa panas yang menerjang dadanya. Rahang kukuhnya berkedut ketika gerahamnya beradu dengan kencang.

Pria itu bisa dengan jelas membayangkan apa yang akan dia lakukan pada penagih utang bertubuh besar jika mereka benar-benar datang mengancam keselamatan Asa. Jika tangan-tangan mereka berani menyentuh Asa seujung kuku, dirinya tidak akan segan untuk mematahkan setiap ruas jari mereka, memotongnya, lalu akan dengan senang hati membantu agar nyawa penjahat-penjahat itu lepas dari tubuh!

Tiba-tiba Gara bergidik. 

Apa yang baru saja dipikirkannya? Kenapa dia membayangkan akan memutilasi korbannya, lalu membakarnya hingga tidak tersisa seperti dulu? 

Astagfirullah! batin Gara memberontak. Sebutir keringat dingin mengalir menyusuri pelipisnya. 

"Sa-saya permisi dulu, Bu. Maaf." Tanpa menunggu izin dari Mustika, Gara langsung bangkit dan berlari pulang. Hatinya kacau balau!

Di rumah, Gara langsung menuju kamar mandi dan berwudu. Pria itu bergegas melaksanakan salat tobat, meminta pengampunan atas pikiran yang tadi melintas di kepalanya. 

Usai salat, jemarinya masih sedikit gemetar. Bagaimana bisa, sepercik amarah bisa membuatnya berpikir ke mana-mana? Hati Gara seperti disayat sembilu. Pedihnya terasa hingga pria itu kembali bersujud dalam tangis sesal yang panjang.

Kenapa penyelesaian masalah yang ada di benaknya adalah dengan membunuh? Apa sesuatu yang sudah mendarah daging begitu sulit untuk dihapuskan? 

Gara merasa semua perjuangannya untuk hijrah kembali ke titik awal. Rasanya, semua berantakan! Dirinya gagal menekan naluri membunuhnya.

Bagaimana jika kelak dirinya melihat Asa dalam bahaya? Apa nanti dirinya akan bertindak berdasarkan refleks sebelum sempat berpikir panjang? Namun, bukankan insting itu lah yang membuatnya bertahan hidup sampai sekarang?

Lalu yang paling krusial … apakah mereka akan melepaskannya?

Lalu yang paling krusial … apakah mereka akan melepaskannya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
END Asam Garam Asa dan GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang