Ada napas memburu mengiringi ketika Gara bergerak cepat menjauh dari masjid. Wajahnya tidak boleh sampai terlihat!
Bahaya! Bisa-bisa, meski tidak dibunuh anak buah Rave, dirinya bisa masuk penjara akibat Badrun mengetahui persembunyiannya!
Kacau semua!
Gara tadi sengaja mencari jalanan yang lengang. Pria itu berbelok ke sudut gang yang sepi sebelum dia berhenti dan akhirnya menelepon Rama. Langit malam cerah dengan bintang bertaburan indah di angkasa. Sayangnya, kecemasan yang menggelayuti dada Gara membuat dia tak bisa menikmati keindahan itu seperti biasa.
"Bagaimana kalau dia sampai menemukan rumahku dan memberitahu Asa?" Suara Gara terdengar cemas.
Di seberang saluran, Rama pun sebenarnya tak yakin dia bisa menenangkan Gara. Namun, sebagai sahabat, dia harus mencoba melakukannya. Karena bagaimanapun juga, Gara baru saja menikah. Rasanya tidak adil jika kebahagiaan itu langsung terebut begitu saja.
"Badrun itu polisi yang jujur dan berinsting bagus, Gara." Rama pun akhirnya membuka suara. "Dia curiga padamu sampai mengorekmu habis-habisan sejak kasus pertamamu sepuluh tahun silam. Demikian pula dengan hilangnya korban-korbanmu secara misterius." Rama tersenyum tipis.
Tangan Gara mencengkeram dinding batu di sisinya dengan gusar. "Bagaimana kalau sekarang dia menemukan bukti?"
"Tidak akan. Kamu sangat profesional dalam menghilangkan jejak. Dan aku pun sudah mengurus soal semua tetek bengek di kepolisian." Rama menjawab yakin. "Lagian, dia tidak membencimu. Dia justru mengkhawatirkan masa depanmu dan blak-blakan merayumu dengan berkata kalau kamu memang pelakunya, dia berjanji akan berjuang mengurangi masa hukumanmu karena yang kamu lenyapkan hanya orang-orang jahat?"
Gara memejam dan selintas wajah Badrun yang teduh dan mengayomi di ruang interogasi kembali terbayang. Memang dia tak pernah merasakan intimidasi kuat dari Badrun. Yang dirasa justru sosok yang berusaha menariknya dari kegelapan.
"Kamu ingat nggak, dia bahkan sempat berpikir akan mengangkatmu anak?" Tawa Rama pecah.
Namun, Gara tidak menyambut tawa itu. Kepalanya kembali berputar. Seandainya dulu dia mengambil kesempatan itu dan menjadi anak angkat Badrun alih-alih Rave, apa yang terjadi?
Tiba-tiba Gara beristighfar. Ternyata setan memang selalu membisikkan keburukan di hati. Membuatnya selalu merasa tidak tenang dan kurang bersyukur terhadap takdir yang dipilihkan Allah. Padahal, Allah yang paling tahu dan setiap takdir akan membawa pelajaran dan hikmah yang terbaik. Meskipun yang menjalankan tidak selalu merasa senang karenanya.
"Iya, tapi ... aku tidak ingin Asa sampai tahu masa laluku."
"Kamu tahu masa lalunya, bukan?" Rama mengerutkan kening heran. Pria itu meletakkan cangkir kopi yang sedang dinikmatinya. "Kenapa kamu ragu kalau masa lalumu ketahuan?"
"Karena aku melakukannya dengan sadar, sementara Asa dipaksa! Aku memilih sendiri takdirku, sedangkan Asa tidak. Kami jelas berbeda, Ram!" tukas Gara.
"Tapi, kamu sudah bertobat, kan?"
Gara tak memberi reaksi apa pun.
"Intinya, Gar, kamu nggak perlu mengkhawatirkan Badrun. Dan jangan terlalu sering meneleponku. Feeling-ku nggak enak."
Kali ini Gara tampak menyadari kesalahannya. "Maafkan aku. Sekarang, aku akan lebih berhati-hati."
"Hubungi aku jika memang kamu merasa Jack menemukanmu, oke? Itu darurat!" Rama mengacak rambutnya sedikit setiap memikirkan soal Jack. Apa dirinya juga akan dihabisi oleh Jack jika ketahuan berkhianat?
Ya ... memang itu risiko yang harus ditanggungnya. Namun, Gara pun sudah berkali-kali menyelamatkan nyawanya. Rasanya, ini memang sudah pantas dilakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Asam Garam Asa dan Gara
روحانياتGara, seorang mantan pembunuh bayaran, ingin berhijrah dan menjauh dari masa lalunya yang kelam. Siapa sangka dia akhirnya berkenalan dengan Asa yang begitu ceria meski menyimpan banyak luka. Walaupun perempuan itu merupakan korban rudapaksa dari en...