Bab 14B - Rencana demi Rencana

741 153 44
                                    

Hari Jumat yang cerah, Heru meliburkan para pekerjanya agar bisa melaksanakan salat Jumat dengan tenang. Karena itu, Gara berpikir untuk membeli bahan makanan pagi-pagi sekali untuk tiga hari ke depan. Sejak semalam dia sudah menjelajah aneka situs untuk mengetahui apa itu weekly food preparation.

Mata Gara tertuju pada seonggok barang baru berwarna abu-abu mengilap di sudut ruangan. Dia sudah membeli kulkas kecil. Jika memang kelak dirinya akan menikahi Asa, jangan sampai dia tidak memiliki perkakas dasar rumah tangga. Kalau diingat, Asa punya kulkas mungil yang usang. Karena itu, Gara ingin membeli yang lebih bagus.

Dirinya akan menabung untuk membeli mesin cuci supaya Asa tidak perlu kesulitan mencuci pakaiannya sendiri secara manual. Biar pakaian untuk pelanggan saja yang dicuci tangan demi kehati-hatian.

Akan tetapi, jika banyak barang baru masuk, rumah akan jadi terasa sempit. Rasanya Gara harus mulai memikirkan mencari kontrakan lain di sekitar sini yang lebih besar. Lalu biarlah kontrakan satu petak yang ditempati Mustika dan Asa sekarang menjadi tempat Asa bekerja saja ditemani Mustika. Pasti Asa tak ingin membiarkan Mustika sendirian selama dia bekerja.

Lalu, dirinya akan membeli kursi roda agar Mustika bisa pulang ke rumah baru mereka tanpa kesulitan. Atau yah, dirinya tinggal bopong saja ibu mertuanya itu. Kan nanti sudah menjadi mahram akibat pernikahan.

"Astagfirullah!" Gara mengelus dadanya seolah berusaha mengusir khayalan yang langsung saja menerjangnya bagai air bah. Semalam, usai salat tahajud, dia kembali salat istikharah. Pagi ini pun ketika hujan rintik turun, dia kembali berdoa agar bisa memutuskan yang terbaik.

Akan tetapi, dia tidak boleh terlalu memikirkan Asa. Dia akan menabung, setidaknya sampai proyek membangun rumah tingkat yang dipercayakan pada Heru selesai. Setelah itu, dia akan melamar Asa dengan mahar yang layak.

Akankah itu terlalu lama?

Gara masih ragu. Namun, entah kenapa, pagi ini, semangatnya menggebu untuk menyiapkan semua bekal pernikahannya. Mungkin tidak perlu menunggu selama itu. Dirinya akan segera melamar Asa!

Toh, dia tidak perlu pesta pernikahan mewah. Gara percaya, InsyaAllah Asa lebih memilih uangnya dipakai untuk mengobati Mustika daripada pesta. Dan Mustika pun mungkin akan lebih memilih mereka pindah ke tempat yang lebih layak jika memiliki uang yang cukup.

Maka, Gara pun pergi ke pasar dengan perasaan riang. Kepalanya berpikir menu yang sekiranya bisa dibagi juga untuk Mustika. Sepagian dia sudah menelusuri laman pencarian mencari menu apa yang paling cocok bagi penderita kanker. Sup tomat penuh antioksidan, sup wortel-jahe, atau sup ikan.

Senyum tipis Gara tersungging sepanjang jalan. Jarak pasar dan rumahnya hanya satu kilo lebih sedikit. Jarak yang sangat dekat dibandingkan rute lari paginya setiap hari. Maka, pria itu pun tiba di pasar tradisional beberapa menit kemudian.

Sayangnya, dia belum pernah belanja di pasar sebelumnya. Selama ini, dirinya hanya belanja di tukang sayur dekat kontrakan. Itu pun jarang sekali. Akan tetapi, jika dia punya kulkas, maka dia bisa membeli belanjaan lebih banyak dan merencanakan masakannya seminggu. Gara sudah banyak belajar tentang food preparation sebelum akhirnya nekat mencoba melakukannya.

Di pasar terdekat, ternyata lokasinya tidak senyaman dugaan. Selama di desa tempatnya bersembunyi, pasarnya terasa lebih rapi dan bersih. Entah kenapa pasar di kota malah terkesan jorok dan berantakan? Gara mengangkat alis melihat betapa kotornya lantai keramik yang kini dipenuhi lumpur dari jejak-jejak kaki orang-orang yang masuk. Berbeda dengan di desa yang memang lantainya conblock biasa hingga kotor pun tidak terlalu terlihat.

Kemudian, Gara sadar kalau dia lupa mencatat harga-harga bahan masakan. Selama ini, dia bisa dibilang jarang belanja yang aneh-aneh dan lebih sering beli makan di warteg. Secara perhitungan, beli jadi di warteg lebih hemat secara keuangan, tenaga, dan waktu jika untuk satu orang. Namun, jika ada tiga orang, kemungkinan besar memasak sendiri jauh lebih hemat. Lagipula, seperti yang pernah Asa bilang, Mustika tidak bisa makan sembarangan.

END Asam Garam Asa dan GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang