Gara kembali ke rumah Mustika keesokan harinya dan meminta maaf atas sikap tidak sopannya yang terburu-buru pulang. Dia pun masih tidak berani mengiakan permintaan Mustika. Pria itu meminta waktu seminggu untuk memutuskan.
"Silakan. Ibu dan Asa juga akan salat istikharah," jawab Mustika dengan tenang. "Jika memang ini yang terbaik bagi kita semua, Allah pasti akan mudahkan."
Gara berterima kasih. Maka, Gara pun memutuskan akan menerima pinangan Mustika seminggu lagi. Selama itu pula, dia selalu melakukan salat istikharah dan melafadzkan doa yang diajarkan Rasulullah pada Ali bin Abi Talib agar Allah membantu dalam mengambil keputusan dan tidak akan ada penyesalan.
Jika memang tidak ada masalah berat yang membuat dirinya dan Asa berpisah dalam seminggu ke depan, InsyaAllah artinya pernikahan mereka adalah takdir terbaik dari Allah.
Tanpa terasa, tiga hari berlalu. Suara ketukan pintu dan salam terdengar pagi-pagi buta ketika Gara sedang bersiap untuk bekerja.
"Asa?" Gara keheranan melihat Asa berdiri sambil tertunduk menyembunyikan senyumnya. Tangan perempuan itu mengangsurkan kemeja batik cokelat keemasan yang terlipat rapi.
"Ibu minta Kak Gara coba dulu. Nanti Ibu ingin lihat. Sudah dicuci. Siap pakai."
"A-aku nanti ke sana setelah pakai?"
Asa mengangguk. "Sebentar aja. Kan Kakak mau kerja. Maaf ganggu pagi-pagi."
Gara menelan liurnya gugup. "Baiklah."
Setelahnya, Asa pun mengucap salam dan pulang kembali ke rumahnya.
Dengan perasaan berdebar, Gara masuk dan menutup pintu. Gara melirik ke kaca besar di dinding. Gara pun membuka kemeja. Lagi-lagi dadanya merasa nyeri melihat tato di lengannya. Bergegas pria itu mengenakan kemeja batik buatan Asa untuk menutupi tubuh kekar dan semua luka yang selalu menyayat hati.
Betapa terkejutnya Gara saat merasakan kemeja itu begitu pas di badan. Jahitannya begitu rapi bahkan lipatan belakangnya begitu lurus, juga tidak ada sisa benang sama sekali.
Ukurannya tidak longgar, tapi juga tidak ketat. Gara menggerakkan lengannya ke beberapa arah. Harus Gara akui kalau dirinya terlihat gagah dan jika dirinya bersedekap, maka otot lengan dan dadanya terlihat menonjol. Gara menurunkan tangannya dan menarik napas.
Sempurna!
Tanpa sadar, Gara melengkungkan bibir ke atas dengan bangga. Rasanya dia begitu bahagia mengenakan hasta karya Asa sekarang. Dia sungguh puas! Jahitan kemeja ini setaraf dengan butik-butik langganannya dulu. Segera dia mengambil selembar uang seratus ribu sebagai tip karena telah menyelesaikan pekerjaannya sehari lebih cepat.
Akan tetapi, gerakan Gara terhenti. Apa ini terlalu banyak? pikirnya. Nanti Asa curiga padaku. Pria itu mengurungkan niat dan menukarnya dengan uang lima puluh ribu rupiah.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Asam Garam Asa dan Gara
EspiritualGara, seorang mantan pembunuh bayaran, ingin berhijrah dan menjauh dari masa lalunya yang kelam. Siapa sangka dia akhirnya berkenalan dengan Asa yang begitu ceria meski menyimpan banyak luka. Walaupun perempuan itu merupakan korban rudapaksa dari en...