dix-huit || Hujan.

16 4 0
                                    

Don't be silent readers and be a smart readers ya!
Happy reading!!

🌸🌸🌸

Jika literasi dilakukan pada pagi hari, maka Jumsih alias Jumat bersih dilakukan saat hendak pulang alias 15 menit setelah pelajaran terakhir berlangsung.

Kelas IPA 3 saat ini masih ada guru prakarya yang mengajar, karena jam pelajaran masih tersisa sekitar lima menit lagi.

Begitu bel dibunyikan, Pak Dito selaku guru parakarya langsung menyudahi penjelasannya saat itu juga. Berganti dengan mengintruksi anak kelas IPA 3 untuk segera membersihkan kelas mereka, juga koridor depan kelas.

Setelah Pak Dito keluar, kini Safira yang ambil alih mengintruksi anak-anak kelasnya. Gadis itu lebih berinisiatif untuk melakukan hal-hal seperti ini dibanding ketua kelasnya sendiri.

"YUK SEMUANYA ANGKATIN BANGKUNYA TERUS TARUH DIATAS MEJA." Safira sengaja berteriak agar suaranya bisa terdengar dengan jelas.

"BALIKIN AJA NARUHNYA NGGAK USAH DI BERDIRIIN!" Lanjut Safira ketika melihat ada salah satu anak kelas yang menaruh bangku dengan posisi berdiri.

"Lo ngomong biasa juga masih kedengeran kok, Saf. Lo teriak, kuping gue yang pengeng!" Di belakang, Arya melontarkan protesan gara-gara teriakan Safira yang menurutnya berlebihan.

"Bodo amat, mulut-mulut gue!" Balas Safira tidak peduli.

Hal seperti ini sudah biasa terjadi di kelas mereka. Adu mulut antara Arya dan Safira bukan sekali dua kali, mereka sering sekali kedapatan bertengkar. Arya yang pintar membuat masalah dan memancing emosi, sedangkan Safira si perempuan yang mempunyai kesabaran setipis tisu dibagi dua.

Lupakan soal Arya dan Safira, mari kita ke tokoh utama dalam cerita ini.

Aletta saat ini tengah membereskan alat tulisnya untuk dimasukkan ke dalam tas. Detik selanjutnya yang dia lakukan adalah merogoh saku roknya untuk mengambil sebuah kunciran berwarna hitam. Kemudian Aletta menguncir rambutnya dengan asal, bahkan ada beberapa anak rambut yang tak terbawa oleh kunciran, sehingga berjatuhan di sisi kanan kirinya.

"Pipi lo keliatan tembem ya kalau di kuncir begini," gadis di samping Aletta yang sudah memperhatikan temannya sejak mengambil kunciran tersebut, tiba-tiba gemas sendiri kala pipi yang biasanya tak pernah terlihat tembam itu kini malah terlihat seperti bakpau.

Sontak Aletta menoleh, menunjukkan kedua alisnya yang naik sempurna, "Masa si? Perasaan gue nggak tembem deh," tangannya meraba kedua pipinya, untuk membuktikan apakah ucapan gadis di sampingnya itu benar atau tidak.

"Pala lo nggak tembem, udah kayak bakpau begini!" Sahut Mahira, tangannya dengan santai mencubit pipi Aletta dengan gemas. Ditambahi dengan kekehan puas dari Mahira yang mengudara.

Hingga sebuah tepukan pelan Mahira dapatkan dari Aletta.

"Sakit tau ih! Lagian gue tuh nggak tembem ya!" Protes Aletta sembari melayangkan tatapan sebal.

"Ini tuh chubby tau!" Lanjut Aletta menyangkal tuduhan atas pipinya yang tembam. Tapi chubby dengan tembam apa bedanya?

Mahira memutar bola matanya, "Nggak ada bedanya, dodol!"

"Udah ah, angkat tuh bangku lo. Dimarahin Safira nanti," Mahira berdiri kemudian mengangkat bangkunya untuk dia taruh diatas meja.

Sebatas Sahabat ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang