Be a smart readers, and don't be silent readers.
Happy reading!~🌸🌸🌸
Rasa syukur tak pernah Aletta lupakan semasa hidupnya, termasuk bersyukur karena sudah diberi waktu untuk menikmati masa-masa remajanya.
Hampir menuju akhir masa sekolah menengah atas, Aletta merasa bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena hari-hari beratnya menjadi anak SMA akan usai, juga sedih karena dia harus berada di titik berpisah dengan teman-temannya.
Banyak yang setuju jika masa-masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan, juga masa yang sulit untuk dilupakan. Aletta juga setuju dengan itu.
Kini tinggal selangkah lagi seluruh murid yang se-angkatan Aletta akan beranjak dari masa SMA. Tinggal menghitung hari, Ujian Sekolah akan dilaksanakan. Setelah itu mereka tinggal melihat hasil yang mereka dapatkan selama ini.
Sepuluh bulan berlalu sejak hari dimana Aletta diberi pesan oleh Ibunya Rezvan untuk menjaga anaknya. Dalam sepuluh bulan itu, niat Aletta untuk mundur dari perasaannya secara perlahan gagal. Karena nyatanya, hingga saat ini perasaan itu masih ada. Justru malah berkembang semakin besar.
Berpisah kelas dengan Rezvan selama kelas 12, bukannya membuat perasaan Aletta berkurang, justru malah bertambah karena selalu merasa rindu. Rindu akan kebersamaan mereka selama di kelas, karena Aletta tak bisa merasakan itu lagi selama kelas 12.
Walaupun kelas mereka terpecah, dimana Altaff sendiri di kelas IPA 1, lalu Aletta dengan Rafa di kelas IPA 2, dan Rezvan dengan Mahira di kelas IPA 4, tak membuat persahabatan mereka ikut terpecah. Karena hingga saat ini, mereka selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dan berkumpul ketika istirahat. Masih di tempat yang sama, tempat yang selalu mereka kunjungi selama kelas 11, yaitu warung teh Nendah.
Seperti pesan Ibunya Rezvan, Aletta tak pernah terlewat untuk selalu memperhatikan Rezvan, berusaha untuk menemukan Rezvan dalam jangkauannya, juga mengawasi Rezvan selama ini. Tapi sampai sekarang, Aletta masih bingung, apa maksud dari pesannya Ibu Rezvan kala itu?
"Eh, by the way, setelah lulus kalian pada mau lanjut kemana?" Pertanyaan dari Ardhan membuat Aletta tersadar dari lamunannya.
Oh iya, saat ini mereka tengah berkumpul di meja panjang yang tersedia beberapa bangku di warung teh Nendah. Dengan formasi lengkap, di tambah Ersya, Resha, Marva, dan Ardhan.
Marva dan Ardhan ini kebetulan satu kelas dengan Rezvan dan Mahira. Keduanya juga kebetulan akrab dengan Rezvan, sehingga seringkali gabung saat istirahat dengan sirkelnya Rezvan sendiri.
Kalau Ersya dan Resha sih, karena Aletta yang mengajak.
"Gue nyoba PTN sih, semoga aja keterima," Rafa menjawab pertama.
"Oh iya, kalian semua ikut SNBP?" Tanya Mahira setelah menghabiskan cilok nya. Selama kelas 12 Mahira lebih sering memesan cilok buatan teh Nendah, daripada batagor mang Apip. Katanya lebih enak cilok daripada batagor.
Empat dari sembilan orang yang ada disana menganggukkan kepalanya. Diantaranya adalah, Aletta, Rafa, Ardhan, dan Resha.
"Anjir, yang ngangguk orang-orang pinter semua," kata Mahira setelah melihat keempat orang itu.
"Salah, Ra, orang-orang pintar yang punya tekad. Noh si Rezvan pinter tapi nggak ikut," sahut Altaff meralat ucapan Mahira, sambil menunjuk Rezvan menggunakan dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Sahabat ✔️
Genç Kurgu⚠️Plagiat dilarang mendekat⚠️ Jadi siapa yang salah? Aletta yang terlalu berharap akan sosok Rezvan, Rezvan yang terlalu menaruh perhatian lebih kepada Aletta, atau semesta yang tak berpihak kepada mereka berdua? Sehingga kata 'sebatas sahabat' leb...