Happy reading~
🌸🌸🌸
Sebuah tangan mungil memegang handle pintu, tangan itu bergerak ke bawah sehingga pintu yang tadinya tertutup kini terbuka.Pemilik tangan itu mulai masuk, kemudian menutup pintu kembali, lalu menguncinya.
Pandangannya menyapu ruangan yang dia masukki. Tidak ada yang berubah. Kasur, lemari, dan perabotan lainnya masih berada di letak sebenarnya. Hanya saja, sang pemilik kamar yang sedang kehilangan semangat hidupnya.
Tubuh lunglainya itu, dia jatuhkan di lantai. Duduk menyandar pada ujung kasur, lalu menenggelamkan kepala pada lipatan tangan yang berada di atas tekukan kakinya.
Dari penampilannya saja, semua orang tahu bahwa gadis itu sedang kacau.
Hari kemarin dan hari ini, membuatnya benar-benar lelah. Bukan hanya fisik, tapi batinnya juga. Masih mencoba menyangkal tentang apa yang terjadi, tapi lagi-lagi kenyataan membangunkannya kembali.
Semuanya sudah terjadi. Kini, tidak ada lagi warna yang selalu menambahkan kecerahan dalam hidupnya. Takkan ada lagi sosok yang akan menyentil bibirnya ketika dia kedapatan berkata kasar.
Bukankah seharusnya dia senang? Karena sekarang dia sudah bebas. Tidak perlu terkekang oleh suatu aturan yang dibuat olehnya.
Tapi kenyataannya dia sama sekali tidak senang. Karena yang selama ini mengatur untuk kebaikannya, sudah tiada meninggalkan sebuah rasa yang bahkan belum sempat dia rasakan kehangatannya.
Kenapa takdir cinta nya begitu menyakitkan?
Sedari tadi, pertanyaan itu selalu hadir dalam pikirannya. Menyalahkan takdir juga semesta yang tak berpihak padanya. Mempertemukan dua insan yang saling mencintai, namun dipisahkan oleh takdir yang begitu menyayat hati.
Tiba-tiba, terlintas bayangan saat mereka masih bersama, masih berada di bawah jumantara yang sama. Dari tawanya, candaannya, hingga perhatian yang dia bawa. Rasanya semua itu masih ada di sekitarnya.
Gadis itu mendongak, mencoba meraup oksigen di sekitarnya, ketika sesak lagi-lagi menghampiri dada.
Kenapa dia tak diberi kesempatan untuk merasakan hangatnya cinta, bahagianya dicintai oleh orang yang dia cinta, bahkan euforia saat mereka menghabiskan waktu bersama? Kenapa Tuhan mengambilnya secepat itu?
"Rezvan," gumamnya dengan lirihan pelan. Suaranya yang serak khas orang habis menangis, begitu pilu.
Dia, Aletta. Gadis yang kehilangan semangat hidupnya sejak kemarin, karena sumber bahagianya telah pergi untuk selamanya.
Pemakaman Rezvan sudah selesai dari jam sepuluh pagi tadi. Aletta baru pulang setelah hampir setengah jam pemakaman selesai.
Kalau saja tidak ada para sahabatnya yang menyuruhnya untuk pulang dan beristirahat, mungkin Aletta masih ada di makam Rezvan saat ini.
Selama pemakaman berlangsung banyak teman-teman Rezvan yang ikut mengantar, dan berziarah. Bahkan teman-teman kelasnya sewaktu kelas 11 dan kelas 12, datang semua untuk melihat Rezvan yang terakhir kalinya. Begitupun dengan beberapa guru SMA Angkasa, termasuk Pak Yohan yang sempat mengantarkan Rezvan ke rumah sakit kemarin.
Pagi tadi, sebelum Rezvan dimasukkan ke liang lahat, Aletta sempat diberitahu oleh Rafa tentang apa yang terjadi sebelum Aletta datang mengunjungi Rezvan kemarin.
Ternyata Rezvan sudah merencanakannya. Dia bahkan sempat mengobrol dengan Rafa dan sang Ibunda. Meminta kepada mereka untuk mendatangkan Aletta, karena laki-laki itu ingin berbicara untuk yang terakhir kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Sahabat ✔️
Teen Fiction⚠️Plagiat dilarang mendekat⚠️ Jadi siapa yang salah? Aletta yang terlalu berharap akan sosok Rezvan, Rezvan yang terlalu menaruh perhatian lebih kepada Aletta, atau semesta yang tak berpihak kepada mereka berdua? Sehingga kata 'sebatas sahabat' leb...