Sesampainya di rumah Alvian, pemuda itu membuka gerbang rumahnya dan mempersilakan keempat teman-temannya masuk ke dalam.
"Ayo masuk! Mari kita kerjakan tugas sekolah," ucap Alvian usai memarkirkan motor.
"Orang tuamu mana, Yan?" tanya Tio.
"Oh, mereka pergi jenguk kakak," jawab Alvian.
"Kakakmu yang kuliah di luar kota ya?" tanya Putri.
"Iya," balasnya pendek.
"Lah, Bi Irah ke mana, Al?" Kali ini Arman yang bertanya.
"Bi Irah pulang cepet tadi, soalnya anak bibi sakit," jawab Alvian.
Kemudian anak itu mengajak teman-temannya ke halaman belakang. Berdasarkan percakapan barusan, Alysa dapat melihat bahwa selain dirinya, keempat anak tersebut merupakan teman satu SMP dan sudah kenal lumayan dekat.
"Jadi semua cemilan ini kita bungkus pake kertas koran ya? Terus besok kita kumpulin? Korannya mana, Yan?" tanya Tio yang sedang membongkar barang yang tadi ia beli.
"Ada di gudang, ambil aja. Aku mau nyiapin minum."
"Aku bantu ya, Vin!" tawar Putri.
"Kamu mau minum apa, Dit?" tanya Alvian pada Tio.
"Apa aja Yan, kalo kamu punya kopi susu boleh, tuh!"
"Kalo kamu Man?"
"Air putih aja," jawab Arman.
"Kalo kamu, siapa namanya? Alisa ya? Mau minum apa?"
Alysa yang sedang duduk di lantai teras dan menikmati pemandangan belakang rumah, sedikit terlonjak dengan pertanyaan itu. "Air putih aja, Kak."
Alvian tersenyum mendengar jawaban Alysa. "Panggil Vian aja, kita seumuran, santai aja. Ya udah kukasih es sirup jeruk."
Usai mengatakan hal itu, ketika Alvian hendak pergi, sebuah suara mengurungkan langkahnya.
"Tunggu, Kak," panggil Alysa. "Boleh numpang pake kamar mandinya?" tanyanya.
"Kenapa kamu panggil aku, Kakak?" tanya Alvian.
"Soalnya Kakak tinggi banget, kukira kakak kelas," aku Alysa.
"Terserah kamu, deh. Kalau mau ke toilet...."
Setelah itu Alvian mengarahkan Alysa ke toilet, gadis itu pun pergi ke kamar mandi. Udara dingin dari AC Betamart dan rumah Alvian, membuatnya ingin buang air kecil.
Ketika Alysa membuka pintu toilet rumah Alvian, ia tak mengira toilet rumah Alvian berupa WC duduk.
"Aduh, gimana cara pakenya, nih? Tutupnya diangkat 'kan? Terus tinggal duduk 'kan?" batin Alysa.
Sebagai orang kampung, bisa dibilang baru kali ini ia menggunakan WC duduk. Awalnya berjalan lancar, kemudian ia kebingungan, bagaimana cara membasuh tubuhnya.
"Air buat ceboknya mana? Nggak ada gayung, nggak ada ember. Harusnya aku nanya dulu tadi," sesalnya, rasa kebelet pipis membuatnya lengah tak memeriksa tempat itu dulu.
Mata Alysa memindai ruangan kecil itu, guna mencari air, keran atau tissue. Sama sekali tak menyadari keberadaan bidet⁴ di belakangnya, posisinya yang agak tersembunyi, luput dari pandangan Alysa. Kemudian mata gadis itu tertuju pada selang shower yang tergantung di tembok.
"Masa itu sih, buat ceboknya?" pikirnya.
Hati kecilnya menyuruh Alysa untuk bertanya pada Alvian, tetapi pikirannya menolak gagasan itu mentah-mentah karena malu, takut dicap kampungan.
Akhirnya gadis itu berjinjit guna meraih shower itu. Untuk berjaga-jaga, ia melepas bawahannya dan menggantungnya supaya tidak basah. Lalu ia memutar keran, dan mengarahkan showernya ke toilet, mencoba mengguyurnya.
"Gimana ngeluarin airnya, nih?" Mata Alysa kembali memeriksa tempat shower itu bergantung, rupanya ada keran tuas di sana. Alysa memutar tuas itu, dan keluarlah air dari showernya.
Untungnya Alysa sudah mengarahkan showernya ke toilet, sehingga air yang keluar langsung membilas WC. Tak lupa Alysa membersihkan dirinya dan mengenakan celananya lagi.
Selama Alysa di toilet, Putri membantu Alvian menyuguhkan makanan dan minuman pada teman-teman. Tio juga sudah kembali dari gudang membawa koran yang mereka butuhkan. Setelah itu mereka membungkus cemilan yang diminta kakak kelas dengan koran.
"Alysa mana? Kok, lama banget dia?" tanya Arman.
"Urusan cewek mungkin," jawab Putri sok tahu. "Dia bawa tas nggak?" tanyanya.
Tiba-tiba, suara sebuah ponsel berdering. Keempat anak itu mencari sumber suara itu. Tio mendapati suara itu berasal dari tas milik Alysa.
"Kayaknya hape Alysa yang bunyi."
"Coba sini biar aku angkat," ucap Putri merebut tas Alysa dari tangan Tio.
"Put, nggak baik geledah barang orang," larang Arman.
"Nggak pa-pa, Man, siapa tahu penting," jawabnya santai.
"Ya udah, aku panggilin Alysa," ucap Arman berinisiatif.
"Halo?" ucap Putri menjawab panggilan di ponsel Alysa.
Sementara itu, Alysa sedang mengenakan pakaiannya, ia merasa bangga pada dirinya sendiri yang sanggup menyesuaikan diri dengan fasilitas rumah orang kota yang maju tanpa bertanya. Suara ketukan di pintu seketika mengejutkannya.
"Lis, hapemu bunyi," ucap Arman.
"Oh, iya!" sahut Alysa. Buru-buru gadis itu keluar dari kamar mandi.
"Kayaknya ada telepon buat kamu."
"Iya, makasih, Ar." Keduanya kembali ke halaman belakang.
"Nih, ada telepon dari tante kamu," ucap Putri pada Alysa.
Alysa menerima telepon itu dan menjawabnya. "Halo Tante?" jawab Alysa sambil menjauhi keempat temannya mencari privasi.
"Kamu kok, belum pulang? Ayahmu udah nyampe, nih!" tegur tante Amanah di ujung panggilan.
"Ohh, iya! Lupa aku, Tan! Bentar lagi aku pulang, kok!" papar Alysa.
Usai menyelesaikan telepon, Alysa segera menyudahi urusannya di rumah itu, membungkus tugasnya dan menghabiskan minuman dari tuan rumah. Bagi orang kampung seperti Alysa, tak sopan rasanya jika menyisakan minuman yang sudah disuguhkan.
"Kamu mau ke mana? Buru-buru amat?" celoteh Alvian.
"Aku mau pulang Kak, ayahku udah datang," jawabnya jujur.
"Mau aku anter-"
"Yuk, aku anter Lis! Udah lama aku nggak ketemu pak Sidiq."
Ucapan Arman memotong kalimat Alvian. Pemuda itu tak mengira jika Arman dan Alysa sudah saling kenal.
"Pak Sidiq, bapaknya Alisa ya?" tebak Alvian.
Alysa menjawab dengan anggukan, sambil mengemasi barang-barangnya.
"Kamu tau bapaknya, Man?"
"Dia temen sekampungku waktu SD," terang Arman yang bersiap mengantar Alysa.
Kemudian, Alvian mengantar kedua tamunya ke depan. Dalam hati, Putri tersenyum karena ia mengetahui rahasia Alysa ketika melihat ponselnya.
"Vin, aku ada cerita menarik, kamu mau denger nggak?" pancing Putri pada Alvian ketika kembali.
"Apa, tuh?" tanya Tio.
"Ish! Kok kamu yang nyaut, sih?"
"Mau cerita apa, Put?" ucap Alvian.
"Jadi, Alysa itu...." Kemudian Putri pun membeberkan apa yang ia ketahui.
Bersambung
4) bidet = selang cebok
KAMU SEDANG MEMBACA
Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]
Dla nastolatkówLolos ke SMA favorit, tinggal di kota, difasilitasi, dan berkenalan dengan teman-teman baru. Semua keberuntungan itu terasa manis bagi Alysa Salma Aulia. Terlebih ketika Alvian-cowok populer di sekolah, memintanya menjadi pacar. Membuat gadis lugu d...