23. Leave Her Behind

13 1 1
                                    

⚠️warning!⚠️
⚠️chapter ini mengandung adegan kekerasan⚠️

Putri tak menyadari bahwa perasaan Alvian sudah berubah. Gadis itu selalu mengira Alvian yang menerima maafnya dan berbaikan sebagai tanda bahwa mereka masih bersama.

Bahkan hal itu masih belum Putri sadari ketika Alvian memilih berpacaran dengan Alysa. Sehingga Putri tak terima dengan hal itu karena merasa diselingkuhi.

Perasaannya pada Alvian belum berubah. Membuatnya menuntut penjelasan pada pemuda itu di parkiran.

"Kamu kenapa pacaran sama cewek itu?! Kenapa kamu tega? Bukannya kita bersama?" tentang Putri.

Alvian siang itu hendak menjemput Alysa yang menunggu di depan sekolah. Ia merasa ini merupakan momen yang tepat untuk memperjelas hubungan mereka.

"Bersama? Ya! Kita bersama sebagai teman, nggak lebih dari itu," sergah Alvian dengan nada sarkastik.

"Sejak kapan hubungan istimewa kita cuma jadi teman?"

Alvian menatap ke dalam mata Putri dengan tajam. "Sejak kamu diam aja dan membiarkan aku masuk penjara," tekannya dengan nada dingin.

Mata Putri membelalak, alisnya mengernyit mencoba membalas tuduhan tersebut. "Ta-tapi nyatanya kamu nggak jadi di penjara. Tanpa kesaksian dari aku pun kamu bebas."

Dada Alvian terasa panas mendengar pernyataan Putri yang dinilainya egois. "Enteng bagimu nggak ngerasain! Meski aku memang nggak bersalah, tetapi kasus ini merusak keluargaku!"

"Terus kamu mau apa?! Kamu mau aku ikut campur ke dalam kasus itu?" Lalu Putri terisak karena tak tahan lagi. "Lagi pula itu udah lama Alvin, udah masa lalu, kenapa kamu ungkit-ungkit lagi?"

"Nah, tadi kamu minta penjelasan 'kan kenapa aku pacaran sama cewek itu? Karena inilah hubunganku di masa sekarang, sedangkan kamu cuma masa lalu!" tunjuk Alvian tegas. Lalu ia mengenakan helmnya dan memutar kunci motornya.

Melihat Alvian ancang-ancang akan pergi, Putri berusaha mencegahnya.

"Setelah semua yang aku lakuin buat kamu, aku cuma masa lalu?!" pekik Putri mencengkram pegangan motor.

Alvian membuka kaca helmnya dan menatap Putri. "Memang apa yang udah kamu lakuin buat aku?" tanyanya dengan suara tenang tapi menusuk.

Suasana parkiran saat itu sepi. Putri menghapus air matanya dan mencoba mengucapkannya sejelas mungkin. "Kamu udah merubah aku, membuatku jadi cewek badung, cewek murahan. Karena apa coba? Karena aku udah kasih semuanya buat kamu."

Gadis itu mencoba mengucapkannya sejelas mungkin agar Alvian menyeriusi ucapannya. Namun, alih-alih tersentuh, Alvian justru tertawa mengejek.

"Put, ini nggak seperti aku udah menodai kamu. Aku bukan cowok brengsek perebut mahkota."

Apa yang Alvian ucapkan memang fakta, tetapi Putri sama sekali tak rela jika Alvian menilai remeh pengorbanannya. "Vin! Kamu nggak bisa perlakukan aku kayak gini!"

"Sebaiknya kamu move on dan cari pacar lagi," saran Alvian. Pemuda itu mencoba mengabaikan Putri yang masih menahannya. Gadis itu berteriak histeris tak terima jika mereka putus.

"Kalau kamu putusin aku! Akan kuganggu cewek itu! Akan kubeberin rahasiamu ke orang-orang! Akan kusebar foto pribadimu!" Berbagai ancaman Putri lemparkan untuk mendapat perhatian Alvian, gadis itu tak rela jika diabaikan.

Situasi ini menjengkelkan Alvian. Ia ingin agar gadis itu diam dan tak mengganggunya lagi. Memacu motornya bukanlah ide yang bagus, Putri yang masih mencengkramnya bisa terseret dan celaka. Maka Alvian melakukan sesuatu agar Putri berhenti.

Brak!

Alvian berdiri dan membanting helmnya di depan Putri, membuat gadis itu membeku ketakutan. Pemuda itu pun menumpahkan kekesalannya.

"Mau ngancem aku, kamu! Mau ancem aku?!" Alvian melotot garang.

Putri mundur perlahan dengan ngeri tatkala Alvian mendekatinya. Melihat pemuda itu membanting motornya dengan keras dan melempar tasnya sendiri, membuat gadis itu ketakutan dan membayangkan hal-hal buruk yang akan Alvian lakukan padanya. Ia nyaris saja akan berteriak saat sebuah suara menyelamatkannya.

"Woy! Ada apa tuh!" Suara seorang siswa menghentikan aktivitas mereka.

Dengan tenang Alvian mengambil helmnya yang kini baret-baret. Lalu ia meraih ranselnya yang berdebu dan membuka jok motornya.

"Ini adalah kamu." Alvian mengangkat sebuah helm berwarna pink yang biasa Putri kenakan saat berkendara bersama Alvian. Dengan kejam pemuda itu membanting helm itu hingga pecah.

"Hidupku udah pernah hancur, jangan coba-coba kamu hancurin lagi," tunjuknya dengan nada mengancam. Alvian pun pergi dan tak menoleh lagi ke belakang. Sejak hari itu Putri belum masuk sekolah.

Bersambung

Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang