Suara anak kunci yang diputar keras, membuat Alysa tersadar dari tidurnya, rupanya ia ketiduran ketika membaca buku. Segera gadis itu menoleh pada jam dinding, waktu menunjukkan pukul tiga sore. Mengetahui hal itu, Alysa waspada, karena seharusnya om dan tante belum pulang hingga malam.
"Bawa masuk barangnya, Bang, ke kamar yang itu. Alysa!"
Sebuah suara yang familiar seketika membuat Alysa tenang. Lalu Alysa menghampiri orang yang memanggilnya.
"Ada apa, Om?"
"Ini om beliin meja belajar buat Alysa, mau ditaro di bagian mana?"
Alysa terkejut mendengar pernyataan pamannya. "Waduh, Om. Alysa bisa belajar di atas kasur aja," komentar gadis itu dengan jujur.
"Kasur itu buat tidur, bukan buat belajar. Nggak apa-apa, hitung-hitung hadiah lolos seleksi. Sana arahin tukangnya, mau ditaro mana meja belajarnya?"
Alysa pun mengarahkan tukang yang membawa meja belajarnya ke kamar. Bukan hanya meja, om Fadil juga membelikan sebuah kursi untuk tempat duduknya.
Usai mengantar tukang meninggalkan rumah, om Fadil menghampiri Alysa. "Gimana bangkunya? Nyaman nggak?" tanya om Fadil pada Alysa yang sedang berputar-putar di atas kursi kantor yang beroda.
"Enak Om, kursinya bisa muter-muter dan gampang digesernya, nggak perlu berdiri dan nyeret kursinya buat pindah. Kayak kursi bos di film-film," ucap gadis itu polos.
"Hehehe, baguslah, biar rajin kamu belajarnya," ucap om Fadil seraya mengacak-acak rambut Alysa.
"Lubang di meja ini buat apaan, Om?"
"Itu buat kabel laptop, jadi kalau mau nge-charge nggak susah."
"Laptop?"
"Iya laptop, kamu kan juga perlu laptop buat belajar, tapi laptopnya belum om pilih, apa kamu mau ikut om milih laptopnya?" tawar paman Alysa.
Penuturan pamannya membuat mata Alysa terbelalak. "Nggak usah Om! Om kan udah beliin Alysa meja belajar sama kursi yang mahal ini," tolak Alysa.
"Bagaimanapun kamu bakal perlu laptop. Lagi pula harga meja dan kursi itu nggak mahal, nggak nyampe sejuta, mahalan laptopnya."
Jawaban pamannya membuat Alysa melongo, penghasilan orang tuanya dalam sebulan kurang lebih senilai dengan meja dan kursi yang pamannya belikan, membuat Alysa merasa tidak enak hati.
"Duh, jadi nggak enak, Om."
"Memang waktu SMP kamu nggak ada pelajaran komputer? Nggak ngeprint tugas?"
"Ya ada sih, komputer di sekolah, terus kalau ada tugas, Alysa bisa kerjain ke warnet," papar Alysa.
Kemudian paman Alysa duduk di kasur dan berbicara dengan nada serius, "Dulu mungkin kamu bisa kerjain tugas sekolah ke warnet, tapi percaya deh, sama om. Kamu bakal butuh banget laptop buat sekolah. Udah, kamu fokus aja belajar dan sekolah, soal biaya biar om sama ayah Alysa yang mikirin. Jangan sampe kayak om dan ayah yang cuma lulusan SD."
Alysa mengangguk mendengar penuturan pamannya, ia sangat senang mendapatkan banyak fasilitas baru dari pamannya. Namun, di sisi lain Alysa merasakan beban yang harus ia tanggung di bahunya. Sebisa mungkin Alysa menepis pemikiran itu, karena harapan dari orang tua dan walinya adalah yang terbaik untuknya.
"Iya deh, Om. Alysa ikut Om ke toko laptopnya ya?"
"Buat milih laptopnya? Yuk!"
"Bukan Om, Alysa bosen di rumah. Soal laptop, Om aja yang milihin, Alysa malah nggak tahu apa-apa soal laptop."
***
Setelah seharian berada di luar rumah, Alysa baru kembali ke rumah menjelang malam bersama tantenya.
Usai membeli laptop, Alysa menunda pulang ke rumah, dan main ke kedai mie ayam om Fadil, bantu-bantu di sana. Ketika tante Amanah mengajaknya pulang, barulah Alysa ikut.
Sesampainya di rumah, Alysa membuka laptopnya. Umumnya anak akan merasa antusias mendapat gadget baru, tetapi tidak dengan Alysa, ia merasa asing dengan benda itu dan belajar untuk menggunakannya.
Dahulu, ketika masih di kampung, hanya ada beberapa anak di sekolah Alysa yang memiliki gawai seperti ini, itu pun berupa komputer pc. Umumnya murid yang memiliki fasilitas itu merupakan anak dari ekonomi menengah ke atas, seperti anak guru, anak pegawai, anak juragan tanah, dll.
Untungnya Alysa tidak begitu gagap teknologi menggunakan fasilitas ini, ia sudah mempelajarinya sedikit selama SMP.
Setelah mandi, ia membantu tantenya menyiapkan makan malam, kemudian paman Fadil pulang sebentar saat maghrib untuk makan dan mandi, lalu pergi lagi untuk membuka kedai. Kedai ramai pembeli saat malam hari, dan baru tutup jelang tengah malam.
Alysa menemani tantenya sebentar menonton tv, kemudian ia pergi ke kamar dan menelepon orang tuanya. Pada jam seperti ini, tentunya keluarga Alysa sudah berkumpul di rumah.
"Halo, ini Kakak ya?" Rupanya Lutfiah yang menjawab.
"Hai Dek, udah makan?"
"Udah, gimana Kak? Kata ibu sama ayah, Kakak keterima di SMA sana ya?"
"Iya."
"Wah, berarti kamar aku yang kuasain dong? Hehehe," canda Lutfiah.
"Lulu, ayah sama ibu mana? Aku mau ngomong."
"Iya bentar Kak, aku panggilin."
Tak lama berselang, ayah dan ibu Alysa menjawab di ujung telepon. Alysa pun menceritakan pengalamannya seharian itu, bahwa ia dibelikan pamannya berbagai fasilitas penunjang belajar. Sementara ayah dan ibu mengabarkan, mereka sedang mengepak barang-barang yang akan Alysa butuhkan.
"Jadi, cuma ayah aja yang dateng ke sini?" tanya Alysa.
"Apa boleh buat, kalau yang berangkat ayahmu sendiri, biayanya lebih hemat ongkos, toh, ayah cuma perlu nganterin keperluanmu."
Penjelasan ibunya membuat Alysa menghela napas kecewa, padahal ia berharap ibu dan adiknya akan mengunjunginya, tetapi rupanya pertimbangan ongkos membuat hal itu tak terwujud.
"Yah, padahal Alysa ngarep Ibu sama adek ikut ke sini, apalagi di sini ibu bisa nyicip mie ayam om yang enak," keluh Alysa.
"Nggak apa-apa, lain kali ibu sama adek bakal ke sana, makan mie ayam om Fadil kan bisa kapan-kapan. Kamu udah berterima kasih belum sama om Fadil?"
Seketika Alysa tersadar oleh pertanyaan ibunya, "Hehehe belum, Bu."
"Oalah Nduk! Harusnya kamu berterima kasih ke Om Fadil!" omel ibunya.
"Terus gimana dong?"
"Ini udah malem, pas pulang pasti capek om Fadil. Besok aja! Baik-baik sama om dan tante, mereka udah berbaik hati mau menampung kamu." Begitulah nasihat dari ibu Alysa.
Setelah itu, ibu Alysa meminta putrinya memberikan ponsel pada tante Amanah yang sedang menonton drama, guna berbicara dengannya, mungkin berterima kasih atas kebaikan pasangan itu. Agak lama kedua wanita itu mengobrol, hingga tante Amanah memanggil Alysa dan mengembalikan ponselnya.
"Tidurnya jangan malem-malem ya. Besok hari pertama masuk sekolah," pesan tante pada Alysa.
"Baik Tante, selamat tidur," pamit Alysa.
Jam di dinding menunjukkan pukul sembilan lewat. Tante mengatakan bahwa paman akan pulang antara jam sepuluh atau jam sebelas, sehingga Alysa tak perlu ikut menunggu. Akhirnya Alysa mengistirahatkan tubuhnya.
Sebelum tidur, ia membuka galeri hape dan melihat foto seorang siswa yang ia potret diam-diam. Alysa tak sabar menunggu esok, guna bertemu dengan anak itu lagi, lelaki yang menarik hatinya.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]
Teen FictionLolos ke SMA favorit, tinggal di kota, difasilitasi, dan berkenalan dengan teman-teman baru. Semua keberuntungan itu terasa manis bagi Alysa Salma Aulia. Terlebih ketika Alvian-cowok populer di sekolah, memintanya menjadi pacar. Membuat gadis lugu d...