Jam pelajaran ketiga di kelas Alysa adalah Bimbingan Konseling. Sedangkan jam pelajaran di kelas Alvian adalah Fisika.
"Anak-anak, hari ini bu Farida nggak masuk, jadi bapak yang akan mengisi," jelas Pak Septa selaku wali kelas 10F.
"Kenapa, Pak?" tanya Benny.
"Sakit," jawab Pak Septa pendek sambil memeriksa catatannya. "Jadi, sebelumnya bu Farida kasih PR, ya? Ayo! Kumpulin sini!" perintah Pak Septa menyuruh murid 10F mengumpulkan PR fisika ke meja guru.
Satu per satu murid mengumpulkan PR yang sudah mereka kerjakan. Alvian merasa dilema karena sebenarnya ia belum mengerjakan sama sekali. Matanya menunduk menatap buku fisika Alysa yang belum sempat ia salin, maupun kembalikan.
Belum sempat ia salin karena sepulang dari rumah Alysa, Alvian yang semula hanya demam ringan, suhu demamnya melonjak akibat telat makan. Hal itu membuatnya enggan bangun dari kasur, apalagi menyalin PR Alysa.
Rupanya kesehatan yang sebelumnya ia bangga-banggakan, ada batasannya. Selama dua hari itu pula Alysa mencereweti Alvian untuk menyalin atau mengembalikan PR-nya. Namun, Alvian menolak dengan dalih sakit dan takut pada Paman Alysa.
Sebenarnya, kesempatan Alvian ada saat jam kosong, tetapi pemuda itu bukannya menyalin PR, justru ngobrol dan main-main dengan kawan-kawannya. Ia juga tadi datang terlambat sehingga Alysa tak bisa menagihnya.
Kini Alvian merasa kesal dengan dirinya sendiri. Perkataan Ayah yang menuduhnya tak niat sekolah dan membuang uang, memenuhi pikirannya. Dengan nekat, Alvian membuka sampul kalender yang membungkus buku Alysa dan menulis namanya sendiri seolah-olah buku itu miliknya.
Dengan santai, Alvian berjalan ke depan dan mengumpulkan buku tulis Alysa ke depan. Ia meletakkan bukunya di tumpukan teratas karena paling terakhir mengumpulkan.
Benny yang bertemu pandang dengan Alvian, memberinya tatapan terkejut dramatis yang mengundang cekikikan teman-temannya. Seolah-olah anak itu berkata, 'Bisa-bisanya anak ini ngerjain PR?'. Sedangkan Alvian merespons mengangkat jempolnya sepintas sambil mengedipkan sebelah mata dan menjulurkan lidah mengejek.
Padahal Benny tahu, Alvian selain tak suka mengerjakan PR, juga sakit selama dua hari belakangan. Hal itu ia ketahui ketika mengajak Alvian latihan band hari Sabtu, di studio yang sudah Edi dan Rasta sewa. Alvian menolak karena sedang sakit.
"Jenguk! Gue lagi sakit," pinta pemuda itu saat video call.
"Manja banget anak Pak Haris," seloroh Benny sambil tertawa. Benny, Fiqi, Edi, Rasta, dan Sheila pun menjenguk Alvian usai latihan.
"Lu nggak dijenguk pacar lu?" celetuk Sheila ketika personil BAFERS berkumpul di kamar Alvian yang besar dan ber-AC.
Alvian yang sedang duduk di ranjang, tersenyum sedih saat menjawab, "Nggak boleh dateng dia."
"Lho? Kenapa? Siapa yang nggak bolehin? Masak nggak boleh jenguk pacar sakit?" cecar Sheila.
"Putri part dua," canda Benny usil menjawab pertanyaan pacarnya. Pernyataan ceplas-ceplosnya mendapat lemparan tisu ber-umbel dari Alvian.
"Sembarangan! Kita belum putus! Hubungan kita lagi kayak Romeo dan Juliet. Belum dapet restu dari omnya!" sergah Alvian gemas.
"Belum, berarti bakal putus, 'kan?" goda Fiqi sambil meletakkan potongan apel kupasannya ke piring.
"Ihh, lucu!" puji Sheila pada apel berbentuk kelinci yang Fiqi potong.
Dengan kejam, Alvian merampas seekor apel kelinci dan mengunyahnya kasar. "Ya nggak gitu, Fiq!" sergah pemuda itu dengan mulut separuh terisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]
Fiksi RemajaLolos ke SMA favorit, tinggal di kota, difasilitasi, dan berkenalan dengan teman-teman baru. Semua keberuntungan itu terasa manis bagi Alysa Salma Aulia. Terlebih ketika Alvian-cowok populer di sekolah, memintanya menjadi pacar. Membuat gadis lugu d...