Chapter 38

39.7K 3.7K 1.1K
                                    

Follow sebelum baca
Vote dan coment sesudah membaca:))


Happy Reading
.
.
.
.
.
.


Sudah satu minggu berlalu semenjak fiza dikabarkan mengalami kecelakaan, tapi sampai saat ini ali belum mendapat kabar baik dari pihak kepolisian. Ingin rasanya ia menyerah dalam hidup, hidupnya terasa begitu hampa tanpa kehadiran sosok istrinya.

Setiap malam yang dilakukan ali hanyalah menangis, menyesali perbuatannya dan menunggu kepulangan istrinya. Bahkan sebelum tidur, ali selalu mengambil salah satu baju istrinya yang masih ada dilemari untuk ia peluk agar bisa sedikit mengobati rasa rindunya pada fiza.

Ali makin kesini semakin dingin dan tidak tersentuh, ia hanya berbicara seperlunya saja. Bahkan jika sang umi dan abah mengajaknya berbicara, ia hanya menjawabnya dengan iya atau tidak.

“Assalamualaikum, mas ali” salam aisyah

Ali melirik sekilas ke arah aisyah dan mengalihkan pandangannya kembali. “Waalaikumsalam” jawabnya lirih

“Emm, boleh aisyah duduk disini?” cicitnya

“Saya ingin sendiri”

Ali menatap kosong ke arah depan, ia duduk sendirian di taman pesantren bermaksud untuk menenangkan dirinya tanpa gangguan dari siapapun.

“Mas, tapi aisyah..”

“Tolong tinggalkan saya sendiri” kata ali begitu dingin

“Sampai kapan mas ali kayak gini, fiza udah tenang disana mas”

“Apa maksud kamu aisyah, istri saya baik baik saja. Jadi jangan mengatakan hal apapun tentang istri saya” kata ali tegas

“Kalau kamu tidak pergi dari sini, biar saya yang pergi” lanjutnya

Ali pergi begitu saja meninggalkan aisyah yang berdiri mematung ditempatnya, ia tidak suka saat ada orang yang mengatakan kalau istrinya sudah meninggal.

Ali begitu yakin istrinya baik baik saja saat ini, dan sekarang dia sedang bersembunyi darinya. Tapi cepat atau lambat pasti dirinya akan menemukan kembali istrinya dan membawanya pulang, ia yakin itu!

Ali melangkahkan kakinya menuju ndalem, selama satu minggu semenjak kejadian fiza kecelakaan semangat hidup tidak berarti baginya. Bahkan ia melalaikan tanggung jawabnya, pekerjaannya menjadi seorang dosen dan guru ia lupakan begitu saja.

Saat memasuki ruang tamu, ia tidak sengaja berpapasan dengan sang umi. Ali hanya menatap beliau dengan senyuman tipis dan berlalu begitu saja.

Hati ibu mana yang tidak sakit saat melihat keadaan putranya yang begitu rapuh. Umi khadijah begitu khawatir melihat keadaan ali yang semakin terpuruk, bahkan beliau sering melihat putranya menangis tersedu dengan kesendiriannya.

“Ali?” panggil umi kahdijah pelan

“Iya umi?”

Umi khadijah tiba tiba memeluk tubuh putranya untuk memberikan semangat dalam cobaan yang sedang dihadapinya.

“Nak, sampai kapan kamu seperti ini? Umi sedih melihatmu terus begini ali”

“Umi tidk perlu khawatir, ali baik baik saja umi”

Umi khadijah melepas pelan pelukannya. “Baik baik saja seperti apa yang kamu maksud, umi sering sekali melihat kamu melamun. Bahkan kamu melupakan kewajibanmu untuk mengajar nak"

“Ali tidak bisa umi, percuma jika ali memaksakan untuk mengajar. Untuk saat ini ali ingin fokus mencari istri ali"

“Kalau gitu ali ke kamar dulu, Assalamualaikum” lanjutnya

Insyaallah Sah ( TERBIT ✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang