Tujuh

35 10 2
                                    

Satu bulan berlalu dan pertemanan antara Kai dan Leon semakin erat, bahkan dikampuspun sering kali kawan Leon menanyakan keberadaan pria bertubuh kurus dan tinggi itu pada Kai. Seolah Kai adalah aplikasi yang dapat memantau dimana Leon berada dalam bentuk manusia. Baik dan bahkan lebih baik dari sebelumnya adalah kata yang mampu menjelaskan bagaimana kehidupan yang Kai saat ini jalani.

✨✨✨

Sayangnya kehidupan sedikit berbeda dengan yang Fajri alami, hidupnya terasa begitu sepi seolah ia sudah mati, padahal sekelilingnya masih terdengar riuh ricuh sekali. Motornya yang dahulu bisa pergi kemana saja sekarang hanya berputar dirute yang sama, mungkin sesekali saja ia melajukan motornya menuju tempat biasa dia dan kawannya menikmati hari dengan—baginya sia-sia.

Sorot mata yang terpancar dari Fajri terlihat kosong, bahkan ketika beberapa adik tingkatnya dengan sengaja meninggalkan beragam rupa buah tangan yang disaksikan oleh mata Fajri sendiri. Bahkan ketika beberapa wanita dengan sengaja memaksa dekat dengan dirinya, seperti yang sudah disebutkan tadi—ia sudah mati dan tak memiliki rasa tertarik lagi.

Sama halnya dengan hari ini, Fajri melajukan motornya dengan kecepatan cukup tinggi padahal kepalanya sedang tidak konsentrasi. Beberapa kali ia harus menarik rem motornya karna hampir menabrak kendaraan didepannya, beruntung ia selamat sampai diarea kampus walau dengan keadaan yang berantakan. Tepat ketika Fajri sampai, Shandy juga baru saja turun dari motornya. Shandy memandangi kondisi kawannya yang terlihat cukup memprihatikan.

"Ji" Panggil Shandy, Fajri menoleh ke arah Shandy dan menunjukan raut wajahnya yang kusut.

"Asli deh lo kaya zombie tau, kacau banget" Ucap Shandy sembari menepuk bahu kawannya.

"Haha gara-gara adek lo nih Shan" Saut Fajri disusul dengan kekehan, tetapi Shandy malah menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak setuju sekaligus kasihan.

"Ji, gue ngomong disini memposisikan diri gue sebagai sahabat lo ya, gue tau ini berat buat lo. gue tau keputusan yang lo berdua ambil merugikan lo Ji tapi gimanapun juga keputusan ini dibuat sama lo dan Kai cuma menerima keputusan yang udah lo ambil. Menurut gue Ji, lo sekarang harus nerima kenyataan. Get yourself together Ji, gue yakin Kai juga sedih kalo dia tau gimana kondisi lo disini, dan gue juga yakin Kai juga sedih dan berat untuk nerima semua" Jelas Shandy panjang lebar. Lagi dan lagi omongan itu menampar Fajri, sekali lagi ia harus mendengar hal yang serupa untuk kembali menjalani hidupnya seperti biasa dan menerima semua. Fajri mengangguk lesu dan menepuk bahu Shandy dua kali kemudian beranjak pergi meninggalkan kawannya sendiri.

Fajri tidak berjalan menuju gedung fakultasnya, sebaliknya ia berjalan ke kelas yang seharusnya Kai hadiri. Memandangi bangku yang tidak di isi siapapun, membayangkan wanita itu duduk dan dengan seksama mendengarkan penjelasan dosen yang sedang memaparkan materi perkuliahan. hanya ada bayang-bayang saja, bukan realita. Fajri kemudian melemahkan kakinya membiarkan tubuhnya terjatuh diatas ubin yang keras, tidak memperdulikan rasa sakit lagi karna ia sedih. Ia kembali hancur lagi.

✨✨✨

—Flashback—

Malam ini Fajri bersantai diteras rumahnya, memainkan beberapa lagu yang dahulu ia nyanyikan untuk kekasihnya. Mengenang bagaimana Kai akan tersenyum dan menatap ke sosoknya kagum, dan bagaimana Kai akan mengecup pipi kirinya yang menjadi sebuah cara untuk berterima kasih.

Tapi kali ini Fajri sendiri, tidak sepenuhnya sendiri. Ia ditemani dengan rembulan, satelit bumi yang diciptakan dalam bentu manusia—Kai Noena Kalla. Setidaknya Fajri merasa begitu, sejatinya memang Kai secantik bulan bukan? Fajri seketika berhenti memainkan gitarnya dan deretan nada yang indah itu menghilang begitu saja ketika indra pendengaran Fajri mendapati notifikasi.

Dreamcatcher II - Fajri Un1ty FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang