17 | SEMBUH

65 45 86
                                    

Aravaska  berdiri mendangak menatap langit sore di pinggir sungai seorang diri. Sebenarnya pikiranya saat ini sedang kacau tidak karuan, ia menunduk menatap telapak tangan kananya.

"Apa perang kali ini gue bisa nyelamatin semua orang?" suara serak Aravaska terdengar sedikit bergetar.

Kemudia ia berbalik badan dan berjalan menuju motornya yang terparkir di pinggir jalan. Dengan wajah dingin Aravaska memakai helm dan menaiki motornya melaju dengan kecepatan normal menuju ke rumahnya.

Sesampainya di halaman rumah ia sudah memasang wajah kesal saat melihat mobil milik Dedi. Dengan berat hati ia memasuki rumah dengan rencana tidak akan menyapa siapapun yang ada di dalam.

Kreekk

Perlahan pintu terbuka menampilkan Lisa yang duduk di sofa bersama Dedi dan Daffa yang duduk di sofa yang terpisah.

"Va!" Panggilan Daffa membuat rencananya teralihkan. "Lo dari mana aja? di telfon ga aktif."

"Sorry batre gue  low."

Daffa berjalan menghampiri sepupunya itu, yang terlihat sedikit kelelahan. Daffa menepuk pelan pundak kekar Aravaska.

"Mau bagi ke gue?" Aravaska terkekeh mendengar tawaran Daffa. Ia yang awalnya sudah badmood, menjadi kembali mood saat sepupunya itu ada di hadapanya.

Entah apa jadinya Aravaska jika tidak ada Daffa, karena baginya selain geng LionsKing hanya Daffa lah tempatnya untuk pulang di saat ia lelah.

"Ikut gue ke atas," ajakan dari Aravaska di setujui oleh Daffa. Mereka berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Aravaska.

Sesampainya di kamar, Aravaska mengunci kamarnya ia benar-benar ingin mencurahkan seluruh perasaanya di hadapan Daffa. Hanya di hadapan Daffa, Aravaska menunjukan sifat lemahnya.

"Apa yang buat lo sakit kali ini?" Daffa membuka jendela balkon dan berjalan ke tepi balkon. "Gue yakin pasti bukan masalah nyokap lo dan bokap gue kan. Atau masalah Noha?"

Aravaska berjalan menuju tempat balkon dan berdiri tepat di sebelah Daffa. Ia memejamkan matanya mengahadap langit yang sudah menghitam.

"Gue udah ga lupa ingatan lagi," Aravaska menoleh ke arah Daffa. "Menurut lo gimana reaksi Noha nanti kalo dia tahu gue udah sembuh?"

Daffa menghembuskan nafas panjang seraya berfikir. "Mungkin dia bakal bahagia kali ya?"

"Lo sendiri?" mereka berdua sama-sama memandang lurus pemandangan rumah Aravaska dari atas.

"Apa?" tanya Daffa.

"Lo beda agama sob, dinding di antara lo sama Geya terlalu tinggi, apa lo yakin?"

"Ga usah cemas masalah gue sama Geya. Urus dulu hubungan lo sama Noha."

"Hmmm........pokoknya rahasia kalo gue udah sembuh cuma lo dan gue yang tau, gue gamau yang lain tau apalagi Noha."

"Va, kenapa lo ga jujur aja si sama Noha kalo lo udah sembuh, kenapa harus lo sembunyiin?"

"Gue bukan sembunyiin fakta Fa, gue cuma nunggu waktu yang pas aja."

"Pas gimana?"

"Sekarang kita fokus dulu sama persoalan BlackWolf, masalah ingatan gue yang sembuh itu nanti gue umumin setelah semuanya selesai."

"Ahhh serah lo dah Va, gue mau makan, lo laper juga kan?"

Belum sempat Aravaska membalas perkataan Daffa. Ia sudah lebih dulu di dorong pelan oleh sepupunya itu menuju lantai bawah untuk makan malam bersama.

PLAYTHREADPLAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang