8. Perasaan Attareq

326 41 4
                                    

"Hai semua!!" Jean tiba-tiba saja kembali saat baru beberapa menit lalu ia pamit untuk menemui Attareq membicarakan perihal nilainya.

"Cepet amat, Je." Milan berkomentar sambil menggeser posisi duduknya memberikan space untuk Jean duduk di sebelahnya.

"Gimana?" Shiren ikut-ikutan bertanya.

"Aman," jawab singkat Jean sambil duduk di sebelah Milan.

"Dikasih tugas tambahan apa sama Pak Attar?" Kali ini Marwah yang bersuara.

"Ujian ulang."

"Kalo gitu kali ini Lo harus bener-bener belajar!" Seru Milan memperingati.

"Gue tahu."

"Jangan cuman tahu aja, tapi dilakuin juga." Shiren menyindir.

"Iya, gue belajar dari malam ini kalo perlu," sarkas Jean.

"Baguss," jawab Shiren memperlihatkan jempolnya.

"Kenapa ujian ulangnya gak besok aja?" Marwah berkata setelah menyeruput Thai tea nya yang baru dipesan.

"Besok Pak Attar lagi gak ada kelas," jawab Jean.

"Ooh."

"Lo mau pesen apa?" tanya Milan.

"Lo yang bayarin nih?" goda Jean.

"Ambil," jawab Milan menggampangkan.

"Gue suka nih Milan mode traktiran," gumam Jean lalu bangkit memesan beberapa makanan di kantin itu.

"Asalkan tar kalo Lo jadi dokter, pengobatan gue gratis ya!" teriak Milan.

"Aman, asalkan jangan kanker!" jawab Jean dengan teriakan lagi karena sedang memesan makanan jauh di ujung kantin.

"Kampret Lo doain gue kanker!"

"Hahaha."

*****

    Hari ini Attareq ada janji untuk mengisi ceramah subuh di pesantren Kyai Rahman yang terletak di Bogor, dekat dengan wilayah penginapan miliknya. Jadi ia sudah harus jalan dari Jakarta sekitar pukul tiga pagi, agar tiba di Bogor tepat waktu. Selain mempunyai usaha penginapan dan berprofesi sebagai dosen, nyatanya dia juga tidak membuang kesempatan saat ia dibutuhkan menjadi ustadz di sebuah pesantren dengan sukarela, alias tidak digaji.

Bagi Attareq, hasil dari penginapan dan pekerjaan tetapnya sudah cukup menjamin kehidupannya. Dia tidak harus juga mengambil keuntungan dari berceramah atau mengajar ngaji para santri, Attareq hanya ingin menjadi pelayan Tuhan untuk bekalnya di akhirat nanti.

Setelah selesai sholat subuh, para santri sudah harus kembali ke kamarnya masing-masing untuk melanjutkan aktifitas pesantren lainnya. Berbeda hal dengan Attareq yang terlihat melamun sambil menilap beberapa sajadah berantakan di mesjid itu, ia nampak sedang merasakan kesulitan sehingga membuat Kyai Rahman berproses untuk menegurnya.

"Assalamualaikum." Kyai Rahman membuka pembicaraan pada Attareq yang tampak gelisah.

"Waalaikmsalam, Pak Kyai."

"Sedang ada yang difikirkan?" tanya Pak Kyai.

Attareq hanya menjawab dengan helaan nafas yang berat, pertanda memang ada yang sedang difikirkan olehnya. Ia lalu duduk bersila diantara karpet masjid itu dan diikuti oleh Kyai Rahman yang mengerti dengan situasi murid kesayangannya ini.

"Ada apa?" tanya Kyai Rahman.

"Pak kyai, saya..."

Kyai Rahman tampak menunggu dengan serius.

Demi Waktu (Al-Asr) [Tamat]#gloriouswritingcontest2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang