5. Gadis sembilan belas tahun

326 48 8
                                    

Hati yang patah bisa berdetak lagi, jangan putus asa

Az-Zumar : 53

~~••~~

"

Atas nama siapa?"

"Jean Mouretta."

Setiap perkata nama lengkap itu masuk dalam telinga Attareq, kemudian ia mencernanya sepersekian detik lalu bangkit dari lesehannya dan mendapati seorang gadis yang sedang memegang sebuah koper. Mata mereka sama-sama membulat secara bersamaan, saat keduanya tersadar bahwa orang di depannya adalah orang yang mereka kenal.

"Bapak!"

"Jean?"

"Kamu ngapain nginep disini?" tambah Attareq masih mencerna keterkejutannya, bagaimana bisa orang yang baru saja beberapa jam lalu selalu hadir dalam pikirannya, kini Tuhan ciptakan ia nyata di depan matanya.

Jean tidak menjawab, ia seperti sedang mencari alibi yang pas untuk situasi ini.

"Jangan aneh-aneh ya, Jean."  Attareq memperingati.

"Saya broken home, Pak."

Sepertinya jawaban yang hanya satu kalimat itu sudah cukup untuk Attareq mengerti.

"Saya pesen untuk tiga hari, Pak." Jean menuturkan alasannya datang.

"150 ribu perhari." Attareq menjawab dengan cepat.

"Ini, Pak." Jean kemudian memberikan beberapa uang kertas.

"Amir!" panggil Attareq saat melihat Amir baru saja selesai sholat.

"Iya, Pak!" Amir dengan sigap langsung menjawab seruan itu.

"Ini uang dari dia, dia booking tiga hari. Antar dia ke kamarnya ya." Attareq memberikan beberapa intrupsi lalu Amir mengambil alih koper yang dipegang Jean itu.

****

"Sudah sampai, Kak. Ini dia," ucap Amir sopan dan ramah sambil meletakan ranselnya.

"Makasih."

"Kak, kalo boleh tahu Kakak siapa nya Pak Attar? Mantan? Pacar? Keluarga? Sodara? temen?"

"Saya mahasiswi nya, kenapa?" Jean balik bertanya.

"Sekedar informasi ya, Kak. Kamar ini sebenarnya VIP, harga sewanya 350 ribu permalam." Amir menjawab dengan senyuman penuh arti.

"Hah? jadi_"

"Bener, Kak. Pak Attar memberikan diskon sekitar tujuh puluh persen." Amir seperti tahu isi kepala Jean.

"Pak Attar pemiliknya?" tanya Jean.

"Iya, Kak. Tapi hanya penginapan nya, jika area tempat wisata danau dan air terjunnya itu milik Pak Wilson, sahabatnya Pak Attar." Amir menjelaskan secara rinci.

"Kalau begitu saya permisi, Kak. Kalo ada apa-apa bisa langsung hubungi kami ya."

Namun sepertinya sangat diluar dugaan Amir, saat itu Jean menyalip langkahnya dengan tergesa-gesa dan penuh kobaran. Amir segera menyesuaikan langkah Jean karena ingin mengetahui apa yang akan dilakukan gadis ini, apakah ia akan berterimakasih pada Attareq atau semacamnya?

Langkah Jean terhenti di ruang resepsionis yang saat itu terlihat Attareq sedang berbincang dengan Wilson, ia menaruh uang sewanya secara penuh di meja resepsionis dengan kasar. Sehingga membuat kedua pria berpostur tegap itu mengerutkan dahinya bersamaan dan saling melirik satu sama lain.

"Saya tahu Bapak orang kaya, dan saya nampak seperti orang yang sedang membutuhkan." Jean mengucapkan dengan penuh tekanan.

"Tapi sekali lagi saya peringatkan sama Bapak, kalo saya gak butuh dikasihani apalagi direndahkan seperti ini. Cukup saya merasa terinjak di keluarga saya sendiri, dan Bapak cuman orang asing yang seperti sedang mengasihani anak yatim piatu di mata saya! " tambahnya penuh emosi lalu keluar dari ruangan itu tanpa mendengar pembelaan dari Attareq.

"Ada apa ini Jean?" tanya Attareq merasa hatinya berkeping saat melihat Jean langsung keluar dari rungan itu dengan emosi.

"Maaf, Pak. Ini salah saya, tadi saya bilang kalo Bapak kasih dia diskon." Amir masuk ruangan itu setelahnya.

Sementara Wilson masih mematung hanya memperhatikan kejadian barusan yang sangat cepat.

Mendengar itu, Attareq kemudian bergegas berlari mengayunkan kedua kakinya penuh tenaga sampai menggapai pintu kamar Jean yang tidak terkunci.

"Jean, saya tidak bermaksud membuat kamu merasa dikasihani apalagi merasa direndahkan. Saya hanya ingin berbuat baik pada orang yang saya kenal." Attareq menaikan nada suaranya.

Jean membuka pintu itu, "kenapa Bapak gak masuk? pintunya gak dikunci."

Suasana itu berubah secara mendadak menjadi ambigu, akan berbeda arti pada setiap pandangan seseorang.

"Hah?" Attareq hanya bisa melongo mendengar perkataan Jean, siklus emosi gadis ini sangatlah cepat berubah.

"Iya, maksudnya Bapak bisa jelasin di dalem kan? gak perlu teriak-teriak di luar, orang-orang nanti kiranya kita pasangan bulan madu yang sedang bertengkar kan?"

Pandangan Attareq menyisir area setempat yang sudah nampak banyak pasang mata sedang penasaran pada mereka.

"Disini saja," jawab Attareq menolak untuk masuk.

"Yaudah kalo gitu saya masuk," gumam Jean enteng seperti tidak terjadi apa-apa.

"Saya minta maaf jika kamu merasa tersinggung, saya akan menerima uang sisa dari kamu supaya kamu tidak merasa direndahkan ya," Attareq langsung ke inti permasalahan.

Setelah mengucapkan permintaan maaf yang menyisakan keheningan malam tanpa ada reaksi apapun dari Jean, Attareq memutuskan untuk kembali ke ruangannya dengan langkah yang selalu diterangi oleh tanya. Apakah gadis itu masih marah?

"Jadi itu yang namanya Jean Mouretta?" Wilson berkata sambil menyilangkan kakinya di sofa tunggal seperti sudah mengetahui kedatangan Attareq.

"Cantik, tapi masih perlu sedikit lagi dipermak." Wilson menambahkan dengan senyuman mengembang.

"Kamu lagi ngomongin diri kamu?" Attareq tersenyum sinis.

"Gue? perlu dipermak? gue udah ganteng kali," jawab Wilson mengawang.

"Pak, saya minta maaf ya. Saya pikir Kakak itu bakal berterimakasih sama Bapak, taunya malah marah-marah." Amir dengan ragu masuk ke ruangan Attareq.

"Gak apa-apa, dia masih sembilan belas tahun. Emosinya masih labil. Itulah kenapa terkadang kita diajarkan untuk tidak memberitahu orang tentang niat baik kita. Karena orang bisa salah paham dengan niatnya," ucap Attareq dengan suara rendah.

"Iya, Pak. Makasih ya, Pak. "

"Santai aja, Mir. Kapan sih Attareq pernah marah," sindir Wilson yang masih disana.

Demi Waktu (Al-Asr) [Tamat]#gloriouswritingcontest2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang