Sebuah perayaan wisuda setiap tahunnya menjadi peristiwa klasik setiap kampus, diantaranya terdapat acara yang begitu formal, diawali dengan penyambutan dan diakhiri oleh doa. Begitu pun mahasiswa yang masih berada di semester awal ikut memeriahkan acara mahasiswa senior yang menjadi tuan dan puan rumah.Hingga suasana riuh perlahan elok dan tenang saat ketua BEM memanjatkan doa menggunakan bahasa Arab, diiringi dengan ribuan sepasang tangan yang diangkat tanda khidmat dan mengamini, begitu pun Shiren dan Marwah yang saat itu sedang menyaksikan acara tersebut bersama Milan dan Juga Jean yang ikut menjadi penonton dalam acara itu.
"Mereka melakukannya lagi," bisik Jean.
"Apa?" jawab Milan.
"Tidak apa-apa."
Gejolak kebahagiaan turut menjadi bintang tamu di akhir acara, semua orang sibuk degan keluarganya masing-masing untuk ber swafoto tanda keberhasilan dan pengakhiran sebuah pendidikan. Sementara Jean dan teman-temannya sedikit menepi ke arah kantin dan setelah itu berniat langsung pulang, rupanya kepenasaran Jean kembali ke permukaan dengan pertanyaan logikanya yang membuat kedua teman muslimnya bingung.
"Kalian bisa bahasa Arab?" Jean menunjuk kepada Marwah dan Shiren yang otomatis membuat keduanya berhenti makan.
"Nggak," jawab mereka kompak satu jiwa.
"Berarti kalian gak ngerti doa yang dipanjatkan sama ketua BEM tadi?" lanjut Jean memainkan sedotan di minumannya.
"Iya."
"Jadi kalian cuman amin amin doang tanpa tahu tujuannya? kalo doanya buruk gimana?"
Marwah dan Shiren saling bertatap untuk mencari pembelaan, "jadi gini Jean," Marwah mencoba menjawab.
"Seperti sholat, Lo sudah mempercayai orang yang paling depan untuk menjadi imam. Yaudah ikutin saja, dan masalah doa yang buruk. Doa buruk yang dipanjatkan akan kembali pada dirinya sendiri."
Jean hanya mengangguk-ngangguk.
"Apakah dimengerti puan Jean?" Milan meledek.
"Terkadang, Lo itu terlalu berlogika untuk melihat sisi ketuhanan. Padahal, definisi iman sendiri adalah percaya, bukan mempelajari." Marwah menutup perbincangan dan bangkit berniat untuk membayar makanan.
"Bayarin punya gue juga!" teriak Shiren pada Marwah.
"Emang gue manager Lo!"
Sementara di sudut yang berbeda, Jean masih dengan keyakinannya sedang menelusuri titik yang menurutnya tanpa kepastian dalam beragama.
*****
Kyai Rahman terkejut saat menemukan rupa yang ia kenal sedang berdoa begitu khusyuk, kedua tangannya diangkat dan wajah yang ia tundukan. Suara berisik dari gorden yang melambai tertiup angin pun tak membuat ia merasa terganggu, begitu pun suara batuk tanda kerentaan dari dirinya tak membuat hamba yang sedang berdoa itu untuk menoleh.
Hingga saat ia selesai untuk berdoa, wajah tampannya tersenyum tenang sambil menyapa Kyai Rahman yang sudah mengawasinya sedari tadi.
"Assalamualaikum Pak Kyai," salam Attareq.
"Waalaikumsalam, tidak ada jadwal kampus?"
"Sudah tadi, lalu saya di telepon bahwa sore nanti ada jadwal untuk ceramah di masjid dekat sini. Jadi sekalian saya menumpang untuk istirahat di pesantren, " jawabnya dengan lugas.
"Apa yang kamu panjatkan sehingga terlihat begitu khusyuk?" Kyai Rahman memulai pembicaraan.
"Sepertinya saya memutuskan untuk menyerah, Pak Kyai." Attareq merespon dengan ragu dan jarinya masih memegang tasbih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Demi Waktu (Al-Asr) [Tamat]#gloriouswritingcontest2023
RomanceFOLLOW DULU SEBELUM BACA!! (Sebuah cerita penguat jiwa ) "Intuisi pelik Attareq dalam meluluhkan hati tak bertuhan." Attareq adalah seorang dosen biologi yang tak sengaja dipindahkan menjadi dosen Agama Islam, bertemu dengan Jean, mahasiswi yang se...