20. Buntu

232 31 3
                                    

  Hallo guys, apa kabar?
kalo masih bisa baca cerita aku, insyaallah kabar baik ya hehe.
Jangan lupa voted dan komen yaa guys 😘😘

Seminggu kemudian, Attareq barulah menyadari bahwa salah satu mahasiswi yang biasanya diam-diam mengikuti kelasnya sudah tak nampak beberapa hari ini. Acungan tangan yang biasanya selalu terlihat saat ia membuka sesi tanya jawab tak terlihat lagi, bangku barisan kedua jajaran pertama tampak dihuni oleh mahasiswa lain yang berkacamata.

Kemana Jean?

Saat menutup absen kehadiran untuk mengakhiri kelasnya, Attareq terlihat begitu cakap bertanya pada Shiren mengenai hilangnya Jean. Ada apa dengan si pendiam ini, mendadak aktif bertanya ketika gadisnya tak ditemukan mata.

"Kayaknya udah empat hari Jean gak pergi ke kampus, Pak. Dia gak ada kabar sama sekali, kami pun khawatir." Shiren mengungkap kegelisahannya selama berhari-hari.

"Sudah coba telepon? atau ke rumahnya?" Attareq begitu sibuk memikirkan jalan keluar.

"Teleponnya gak aktif, Pak. Kalo ke rumahnya, kita mana berani ngadepin Papanya yang udah kayak reog Ponorogo." Marwah ikut menjawab.

"Boleh saya minta nomor teleponnya?" Attareq merogoh ponsel dan memberikannya pada Shiren bermaksud menghubungi Jean.

Setelah menerima ponsel Attareq, Shiren tampak sibuk meng copy nomor Jean, menekan satu persatu tombol di ponsel itu. Lalu mengembalikannya setelah selesai, sambil berpamitan untuk ikut kelas selanjutnya.

*****

"Ustadz, bisa kita pergi sekarang?"  Akmal sudah siap dengan peralatannya untuk mengisi acara dakwah yang mengundang Attareq.

"Ustadz," panggilnya lagi karena Attareq tampak sedang banyak pikiran.

"Ustadz!" kali ini Akmal sedikit mendorong bahu Attareq yang sedang melamun, membuat sang tuan terkejut.

"Oh iya kenapa Akmal?" Attareq memakai kopiah untuk mengalihkan kagetnya.

"Ayo berangkat, Ustadz Husein sudah menunggu di depan." Akmal menjawab dengan gestur bibir yang gemas.

"Oh baik ayo," ucap Attareq melangkah menuju ke depan pesantren untuk berangkat.

"Ustadz sedang banyak pikiran rupanya," gumam Akmal saat mobil mereka mulai berjalan.

"Manusiawi," kekehnya.

"Karena tidak mungkin jika masalah keuangan, pasti masalah keluarga ya, Ustadz."

"Bukan."

"Ada apa?" Ustadz Husein ikut-ikutan bertanya.

"Itu Ustadz, tadi saya melihat Ustadz Attar melamun seperti banyak pikiran." Akmal mengadu.

"Kalo bukan masalah keluarga dan keuangan, masalah apa?" tanya Ustadz Husein sambil melajukan mobilnya dengan santai.

"Tidak mungkin masalah gadis kan, Ustadz." Akmal menerka dengan gurauannya yang justru di diamkan oleh Attateq yang berarti mengiyakan.

"Beneran masalah perempuan?" Akmal terkejut saat Attareq tak merespon apapun, sementara Ustadz Husein hanya melihat dari kaca sepion.

"Fokus saja tentang pengajiannya," ucap Ustadz Husein mengalihkan pembicaraan karena ia tahu itu sudah dalam ranah privasi.

"Materi kali ini tentang apa, Ustadz? sudah disiapkan?" tanya Akmal ikut mengalihkan pembicaraan.

"Pernikahan," jawab Attareq.

Dan setelah itu, tak ada lagi tema pembahasan untuk ketiganya. Mereka hanya fokus pada kegiatannya masing-masing sampai mereka tiba di depan sebuah masjid agung di daerah Bekasi, Ustadz Husein yang duluan keluar dari mobil memperhatikan sekeliling sudah begitu banyak jamaah yang menunggu pengisi acara mereka.

Demi Waktu (Al-Asr) [Tamat]#gloriouswritingcontest2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang