9 • BasketBall

16 9 0
                                    

"Yoga!" panggilku sembari memasuki kamar Yoga dan beberapa anak di sana.

"Apa?" Yoga pun bangun dari kasurnya.

"Ikut gue sini!"

"Ke mana sih, Ra?"

"Udah buruan sini!"

Aku memutuskan untuk belajar terlebih dahulu sebelum bermain bersama Samudra nanti. Aku tidak ingin di depan Samudra nanti, melakukan sesuatu yang mencurigakan jika aku tidak suka dengan benda yang namanya bola. Jika itu terjadi, pasti Samudra tidak akan mengajakku main lagi kedepannya.

"Kita mau ngapain di sini?" tanya Yoga setelah kita berdiri di lapangan basket dekat panti.

"Ajarin gue main basket."

"Ha?! lo serius?"

"Iya buruan! minimal ajarin gue biar gak terlalu takut sama bola."

"Ah gue takut lo kena bolanya, terus nangis."

"Ya lo ngelemparnya nanti jangan kencang-kencang."

"Oke." Yoga berlalu mengambil bola basket yang ada di tengah lapangan. "Pertama, lo harus pegang dulu nih bola. Sini lo nya Raina jangan jauh-jauh napa."

Akupun menuruti permintaan Yoga untuk mendekatinya yang tengah memegang bola.

"Nih," Yoga menyodorkan bola tersebut padaku. "Pegang!"

"Ngeri juga ya liatnya," gumamku yang membuat Yoga menarik paksa tanganku untuk memegang bola.

"Gimana?" tanyanya setelah bola berada di tanganku.

"Enteng, kirain berat."

"Maksud gue perasaan lo."

"Gak terlalu gugup."

"Oke bagus. Sekarang lempar bolanya ke gue," pinta Yoga lalu memundurkan badannya memberi beberapa jarak dariku.

Lemparan pertama terlalu pelan sehingga bola tidak sanggup menepi pada Yoga.

"Agak kencang dikit Napa Ra. Lemes banget lo."

"Berat tau."

"Tadi bilangnya enteng, gimana sih gak punya pendirian banget."

"Lo sebenarnya niat gak sih Ga ngajarin gue? ngatain gue Mulu perasaan daritadi."

"Kok lo sewot sih? kalo gini gue jadi males ngajarin lo nya."

"E-eh iya deh Sorry. Ayo lanjut tapi, lo ajarin gue dulu cara ngelempar bolanya."

Dengan sabar Yoga mengajariku perlahan walaupun ada beberapa kekesalan di tengah mengajarnya. Berapa kali aku meminta maaf padanya karena melakukan sesuatu yang tidak sesuai ajarannya.

"Kalo gini terus gue bisa nyerah juga Ra. Bisa nggak, capek iya."

"Iya-iya Sorry. Ayo lanjut."

Begitulah seterusnya sampai tak terasa waktu sudah mulai gelap. Ternyata kita sudah berada di lapangan basket selama 3 jam.

Aku dan Yoga pun memutuskan untuk mengakhiri latihannya dan pulang kembali ke panti.

"Lo kenapa tiba-tiba pengen belajar basket?" tanya Yoga di tengah perjalanan.

"Gak apa-apa. Cuma pengin aja ngilangin trauma gue."

"Karena gue yang udah bikin lo takut bola jadi, gue juga yang bakal ajarin lo gak takut lagi sama bola."

"Ngerasa bersalah banget ya Lo sama gue?"

"Bilang makasih kek."

"Hehe... Iya makasih Yoga Haranu."







✷✷✷✷✷






Sebelum Samudra datang, aku kembali menyimpan sebungkus roti di lokernya. Biarlah kebiasaan ini menjadi rahasiaku dan tuhan.

Di mejaku, aku menunggu Samudra datang untuk menjawab pertanyaannya kemarin masalah bermain basket bersama. Berkat Yoga, aku sudah tidak terlalu takut lagi sama ysng namanya bola, karena itu hari ini aku memberanikan diri mengajak Samudra bermain basket bersama.

Senyumku mengembang ketika seseorang yang aku tunggu memasuki kelas.

"Samudra!" panggilku menghampiri Samudra yang sudah duduk di kursinya.

"Iya?"

"Pulang sekolah nanti, ayo main basket bareng."

Samudra diam sejenak sebelum berkata, "Sorry ya Ra, kayaknya lain hari aja deh, soalnya hari ini aku ada urusan."

"Ohh iya gak apa-apa. Masih ada hari esok, kan?"

Aku kembali pergi ke kursiku. Sebenarnya ada rasa sedikit kecewa dengan jawaban Samudra tadi. Namun, aku juga harus memahami posisi Samudra.

"Van."

"Kenapa?"

"Lo tahu gak orang yang sering ngasih roti ke gue lewat loker?"

Devan mengangkat bahunya, "gak tau."

"Kira-kira siapa ya? Masalahnya suka ada roti di loker gue."

Aku hanya tersenyum dalam diam mendengar perbincangan Samudra dan Devan masalah Roti yang ternyata itu dariku.




•ーーーー•✿۝✿•ーーーー•












Terima Kasih Masa Laluku (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang