🥀__🥀
Javio memegang kepalanya yang langsung sakit ketika mendengar apa yang ibu panti ceritakan, didekat ibu panti ada Maminya yang menggenggam erat tangan wanita itu, Papinya yang seakan paham dengan kepusingan Javio langsung mengelus pundak pemuda itu.
"Maafin Papi ya gak cerita sama kamu masalah ini"
Javio menggeleng, ia tidak berharap Papinya mengatakan kalimat itu. "Pi, gak kan? Yang ibu dan Mami bicarain itu gak bener kan?? Papi sama Mami bohong ih! Kenapa sih!!" Semua orang yang ada diruangan itu bisa mendengar getaran suara Javio. Pasti perasaannya sedang terguncang saat ini.
"Mami, gak bener kan Mi?? Jingga—" Javio menarik nafasnya dalam sebentar, dadanya langsung sesak ketika mengingat adik bungsunya itu. "—Jingga adik kandung aku kan?? Jingga, Mami yang ngelahirin kan?? Ayolah, kalian sudah tua-tua begini bercandanya jangan masalah ini, udah gak lucu"
"Abis ngelahirin kamu, Mami langsung steril Vio. Mami udah yabisa punya anak lagi, tapi Tuhan titipin Jingga ke kita, meskipun bukan mami yang ngelahirin, tapi Jingga tetap anak mami, adek kamu"
Air mata Javio luruh, hatinya sakit ketika mengetahui kalau Jingga bukan saudara sedarahnya. Selama yang Javio ingat, ia sudah bersama Jingga sedari anaknya itu masih bayi, Javio tidak mengingat apapun selain, dirinya yang akhirnya punya adik.
"Gak ada yang berubah Vio. Jingga tetap keluarga kita, waktu itu syarat yang ibu panti minta cuma kasih tahu Jingga kalau dia sudah cukup umur. Ibu gak meminta Jingga kembali, ibu cuma mau Jingga tahu kalau orangtuanya yang sekarang bukan orangtua kandungnya"
"Buat apa!! Buat apa dikasih tahu?? Kalian semua mau nyakitin Jingga??!" Javio berdiri menatap ketika orang yang lebih tua darinya itu.
"Biar Jingga ga kehilangan arah Javio. Ini hidup Jingga dan kita harus bilang kenyataannya gimana, ini semua demi kebahagiaan—"
"Gak ada kebahagiaan!! Yang ada kalian itu bakal bikin mental Jingga rusak. Sekali kalian berani bilang fakta itu ke Jingga, aku gak segan-segan buat bawa dia kabur dari rumah!" Javio meninggalkan ruangan rawat ibu begitu saja, hatinya marah, sangat. Kalau tidak pergi, bisa-bisa Javio akan kehilangan arah.
🥀__🥀
"Nangis aja" Hanya dua kata itu yang Hasya ucapkan ketika Javio memeluknya dari belakang. Hasya jelas sudah tahu fakta itu, karena saat itu Jingga dibawa oleh keluarga kaya raya tepat didepan matanya. Hasya sengaja memberi Javio dan keluarganya waktu untuk membicarakan fakta itu, Hasya memilih pulang dan membereskan segala kekacauan yang tertinggi dirumah.
"Adek aku Sya—" Suara Javio serak, perlahan Hasya merasakan bahunya hangat dan basah. "Gak perduli kami gak sedarah, dia tetap adekku"
"Aku sayang adekku Sya"
"Hati aku hancur Sya"
Hasya memutar tubuhnya untuk menghadap Javio, kalau dibiarkan bisa-bisa lelaki itu meracau ke hal yang lebih tidak jelas lagi.
"Kandung atau bukan itu cuma status Javio. Kamu udah sama dia sejak dia kecil. Meskipun gak sedarah tapi ikatan batin kalian lebih kuat. Percaya aku Jav, gaada yang berubah. Gak usah mulai nyalahin diri kamu, kamu gak salah" Tangan Hasya bergerak naik untuk mengusap air mata Javio. Pemuda itu jelas sedang tidak dalam keadaan yang baik sekarang.
"Sini deh, baring" Hasya menarik Javio untuk berbaring dikasur, posisinya Hasya mengambil tempat lebih tingga agar ia bisa mendekap Javio. Karena faham dengan instruksi yang Hasya berikan, tanpa babibu Javio langsung menyamankan diri didalam pelukkan Hasya.
"Aku gak tahu ini bisa menghibur apa enggak, tapi aku mau cerita" Ucapnya, tangannya mengusap rambut Javio dengan sayang. Terasa sekali kasih sayang yang mencuat diantara keduanya.
"Dulu, seinget aku. Pas aku masuk panti tuh aku masih kecil banget, aku gatau jelas umur aku berapa tapi aku ngerasa semenjak aku kecelakaan itu ingatanku jadi lebih bagus dari sebelumnya. Aku temenan sama Jasmine dan Zidane. Mereka berdua lebih dulu masuk panti daripada aku, tapi mereka baik banget mau nemenin aku. Semuanya baik sih. Disana penghuninya gak ramai, jadi kita bisa cepat tahu kalau ada orang luar yang dateng"
"Waktu itu pagi-pagi banget panti heboh banget karna ada bayi yang masih merah ditemuin ditaman panti, untung waktu itu bayinya gak kenapa-kenapa. Aku inget banget waktu itu media pun sampai berbondong-bondong buat dateng ke panti" Hasya menunduk sebentar, memastikan Javio masih mendengarkan ceritanya. "Sampai satu bulan lewat, keadaan kondusif kembali. Bayi itu akhirnya dirawat sama ibu"
"Tapi, beberapa minggu kemudian, ada keluarga yang rajin dateng ke panti. Keluarga itu punya dua anak laki-laki tapi anak pertamanya jarang mau ikut karna katanya sibuk sama les-lesnya. Aku waktu itu gak ngerti les itu apa jadi kami cuma main sama satu-satunya anak yang dibawa sama keluarga itu" Hasya mengecup kening Javio sebentar, yang langsung membuat Javio membuka mata dan menatap Hasya.
"Anak itu selalu ceritain bahagianya hidup punya mama papa. Awalnya aku, Jasmine sama Zidane sedih banget karena anak itu ceritain apa yang gak kami punya, sampai Zidane sama Jasmine selalu menghindar tiap keluarga itu datang ke panti. Kita jadinya cuma main berdua, dan disitu aku sadar kalau anak itu memang sengaja bikin Jasmine dan Zidane sebel biar dia bisa main berdua aja sama aku"
"Genit banget??" Javio mengernyit tidak terima, entah untuk apa.
"Iyakan??!" Hasya terkekeh pelan, "Sampai akhirnya anak itu janjiin sesuatu ke aku"
"Janji apa??"
Hasya menatap Javio sebentar, pemuda itu menatapnya juga karena penasaran.
"Dia bakal bawa aku keluar dari panti, dan bakal bikin keluarga baru sama aku, keluarga yang lengkap, yang bahagia. Aku udah naruh harapan yang besar banget, tapi sayangnya anak itu gak pernah datang lagi. Keluarga itu gak pernah lagi dateng ke panti bersamaan dengan hilangnya bayi ajaib yang datang beberapa bulan lalu"
Javio langsung duduk ketika mendengar kata terakhir Hasya.
"Syaa??! Jangan bilang"
Hasya mengangguk,
"It's you" Bisik Hasya lirih. Air matanya sudah menggenang, siap untuk membanjiri pipi.
🥀__🥀
Muehehehehehehehehehe