Tenggelam ke Masa Lalu: Sunyi

11 3 0
                                    

*ps : jangan lupa sambil denger lagu ya

...

Arya, laki-laki itu berlari menuju Liora, berusaha untuk melepaskan ikatan di leher Liora. Pada akhirnya Liora masih bertahan, dirinya terjatuh ke lantai. Menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkanya dengan cepat. Tubuhnya gemetar mengingat bahwa seandaikan Arya tidak disini mungkin dirinya sudah tak akan lagi ada di dunia, tapi penyesalan segera datang. Liora masih menyesal karena membentak ibunya sebelum ibunya pergi.

"Kamu gila!?"

"Aku sudah gak kuat kak."

Arya hanya bisa menepuk pelan pundak Liora, dan memeluknya erat.

"Semua orang punya masalah hidup masing-masing, mereka semua pasti gak ada yang kuat buat ngejalanin masalah mereka. Aku mohon, bertahan ya."

Liora diam. Benar kata Arya, tapi dirinya sudah tidak kuat lagi jika hidupnya terus seperti ini.

...

"Liora, papa pulang, beberapa hari ini papa akan terus pulang, sekaligus nyicil-nyicil barang buat dipindahin ke rumah baru papa."

"Pa, sudah pulang? Mau makan bareng?"

Sebelah alis ayah Liora terangkat. Kenapa putrinya tiba-tiba baik pada dirinya, biasanya saat dirinya pulang Liora hanya membuang muka dan berdiam diri di kamarnya. Ayah Liora hanya berpikir bahwa putrinya sudah berubah pikiran dan memutuskan untuk tinggal bersama ayahnya dirumah baru. Ayah Liora tersenyum indah, anaknya akan tinggal bersamanya otomatis akan menuruti perkataanya yaitu menjadi penerus perusahaanya suatu saat nanti. Liora tak mungkin membantah, karena saat ini hanya ayahnya yang Liora punya.

"Oh? Kau masak sesuatu?" Ucap ayahnya

"Papa senang jika kau berubah pikiran." Lanjutnya, lalu berjalan ke arah Liora dan mencium kening putrinya. Ah, seharusnya hal seperti ini dilakukan sejak dulu.

"Hah? Berubah kenapa pa? Nih aku ambilin nasi goreng ya."

Liora berjalan mengambil piring lalu berjalan menuju meja makan untuk empat orang itu, menyedok nasi goreng lalu diberikan ke ayahnya, tak lupa dengan dua piring lainya. Liora menyedok lagi nasi goreng ke piring untuk dirinya, lalu satu piring lagi.

"Nih ma, makan dulu ya."

Ayahnya terbatuk seketika. Kamarin Liora bilang bahwa ibunya, istrinya sudah meninggal dunia. Lalu, siapa yang Liora panggil "ma" itu. Ayahnya sempat takut, berjalan sedikit memundur menjauhi Liora.

"Kamu jangan main-main sama papa!"

"Main-main apa? Papa duduk dulu, makananya belum habis."

Ayahnya memutuskan bahwa sekarang dirinya harus membawa putrinya menuju rumah sakit. Ayah Liora tau, bahwa Liora sangat dekat dengan ibunya, sejak dia kecil sampai dirinya menjadi dewasa. Ayah Liora langsung menarik tangan Liora menuju rumah sakit. Setelah sampai, Ayah Liora memarkir mobilnya dan langsung berjalan masuk pintu utama rumah sakit itu. Ayah Liora sudah tak peduli lagi seberapa banyak orang melihat dirinya yang berlari memasuki ruangan dengan mengenggam tangan putrinya yang sedang menjerit kesakitan.

"Dok, bisa tolong di periksa anak saya? Sepertinya dia ini sudah gila!"

"Tenang pak, ini rumah sakit. Tolong dikecilkan suaranya."

Ayah Liora melepaskan genggamanya begitu saja dan menggeserkan diri agar dokter itu bisa mendekat ke Liora.

"Kalau boleh saya tau, apa keluhanya?" Kata dokter itu, sambil memeriksa tekanan darah Liora.

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang