Arya membuat hati Liora berbunga bunga. Baru kali ini Liora merasakan hal seperti ini, namun Liora menolak ajakan Arya untuk berpacaran denganya. Liora takut, takut bahwa suatu saat Arya menjadi seperti ayahnya. Liora tau kalau pemikiranya sangat sempit, tidak semua laki-laki bisa dipukul rata. Saat ini Liora hanya ingin fokus membahagiakan ibunya, sosok wanita yang sangat dicintai, yang harus dilindungin, dan adik kecilnya yang sebentar lagi akan lahir ke dunia ini.
"Ma, Liora pulang."
Tak ada suara, Liora hanya menghela napas, Liora sudah terbiasa dengan keadaan ini. Liora berjalan ke dapur, mengambil lauk yang sudah dia siapkan dari tadi pagi, sebelum dia sekolah dan membawanya ke kamar ibunya. Sudah menjadi rutintitas Liora untuk merawat ibunya. Liora bangun subuh dan menyiapkan lauk untuk dirinya dan ibunya, lalu menyuapi ibunya dan memberi susu agar kehamilanya tetap terjaga, lalu Liora berangkat sekolah dan pulang memberi makan kepada ibunya lagi.
"Ma? Makan dulu ya."
Liora melihat ibunya sedang duduk di pinggir tempat tidurnya menghadap ke jendela, dengan memegang sebuah kertas. Liora memanggil ibunya untuk makan, nihil, ibunya terlalu fokus dengan kertas berisi gambar yang ia pegang. Liora sangat penasaran, foto apa itu, Liora pun mendekat ke arah ibunya. Hanya dengan sekali tatap Liora tau itu kertas ialah hasil USG perut ibunya, yang mereka ambil beberapa bulan lalu.
"Ma? Sudah gak sabar ya?"
Ibu Liora menoleh ke arah Liora, bukan senyuman yang Liora dapat melainkan air mata dari sang ibu. Ibu Liora menangis, meraung-raung, sorot mata yang dilihat penuh akan penyesalan. Liora bingung, saat ini Liora hanya bisa menenangkan ibunya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Akhir-akhir ini ayahnya jarang pulang, Liora senang akan itu, tandanya ibunya tidak akan mendapat kekerasan lagi dari suaminya, sekarang Liora bingung, kenapa ibunya menangis. Liora tidak melihat keberadaan ayahnya, tandanya ayahnya tidak pulang, lalu apa yang membuat ibu Liora menangis.
"Liora, maafkan mama ya."
Liora diam, dirinya mematung. Kenapa tiba-tiba ibunya minta maaf, Liora terus melihat wajah ibunya, sorot mata yang penuh akan penyesalan, ketakutan, dendam, Liora hanya bisa diam sambil memeluk ibunya agar berhenti menangis.
"Udah ya ma, nanti matanya sakit."
"Maaf.."
Ibunya terus mengucapkan maaf sambil menangis terbatuk-batuk. Liora berusaha menyandarkan tubuh ibunya agar duduk di kasur dan bersandar di Headboard, setelah itu Liora mengambil piring yang tadi dibawanya dan menyuapi ibunya. Liora tidak peduli apa-apa setidaknya saat ini ibunya harus makan, ibunya juga memiliki riwayat maag. "Makan dulu ya ma, kasihan adek kalau gak makan." Kata Liora dengan senyuman yang sangat indah.
"Tidak, tidak, tolong jangan tersenyum."
Liora di buat bingung oleh ibunya.
"Sudah ya ma, makan dulu. Sudah siang."
Liora yang dari tadi sudah memegang piring yang berisi lauk dan nasi pun mulai menyuapi ibunya. Ibunya membuka mulut dan makan dengan lahap, dengan air mata yang tak ada berhentinya. Setelah selesai makan Liora turun ke dapur lalu membuat susu untuk ibunya, susu ini baik untuk kehamilan ibunya. Liora naik kembali ke kamar ibunya untuk memberikan susu ini.
"Ma, susu mama aku letakan disini ya."
Ibu Liora semakin menangis menjadi-jadi.
"Sayang, kau tak perlu lagi membuatkan susu untuk mama."
"Kenapa? Mau ganti rasa? Strawberry atau coklat? Nanti Liora beliin."
Ibu Liora hanya menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someday
RomantizmPertemuan yang tak diinginkan akhirnya terjadi. Arya Prakasa, mantan Liora Patricia. Mereka bertemu secara kebetulan di sebuah hotel, jangan salah paham. Arya adalah seorang pembisnis ternama, sedangkan Liora adalah chef bintang lima disebuah hotel...