15. Sebuah perubahan

327 37 11
                                    

Malam itu harusnya ia beristirahat bukannya duduk di bawah jendela sembari melihat langit malam. Terkadang ia merasa iri dengan bulan. Dia sering sendirian, tapi tetap bersinar cantik dimanapun dia berada.

Ia baru menyadari kalau ada satu bintang kecil yang ada tepat disamping bulan. Bintang itu tak kalah bersinarnya dengan bulan, dan sesekali akan berkedip. Perlahan senyumnya mengembang. Ia seperti melihat sosok ibunya di bintang itu. Apakah ini karena ia terlalu merindukan sang ibu?

"Bunda liat aku?"

Jiro tersenyum. "Aku bisa liat bunda dari sini"

Desir angin berhembus masuk ke dalam kamar Jiro lewat jendela yang terbuka. Jiro bergidik saat kulit hangatnya diterpa angin dingin malam. Jiro memeluk lututnya dan menopang dagu. Matanya kembali memandang bulan dan satu bintang di atas sana.

Tidak ada lagi yang ia lakukan hingga kantuk menghampiri . Tak lama Jiro pun tertidur dengan posisi yang masih sama. Sekarang sudah pukul 3 pagi sebentar lagi juga dia akan di bangunkan. Jadi malas pindah ke kasur.

Namun, Jiro terbangun saat ia ingat dengan surat yang ia temukan di bawah kursi taman rumah sakit 3 hari yang lalu. Jiro bangun dan membuka tasnya untuk mengambil surat itu, surat dari Seo.

Isinya tidak banyak.. dan Jiro bingung kenapa Seo menulis surat itu. Isinya..

“kalo lo tau semua nanti tolong jangan benci ayah gue, ya? dia serakah biar hidup gue bahagia... maaf Jiro.”

Alasan gue pergi cuma satu. Gue gila. Haha.

Oke, makasih.

Jiro bingung, apa yang bisa ia tau dari dokter Asena? Surat Seo terlalu ambigu. Dokter Asena serakah? Kenapa pula hidup Jiro harus berurusan dengan mereka? Menambah beban pikiran Jiro saja.

Saat hampir terlelap Jiro mendengar derit pintu kamar yang terbuka. Matanya enggan untuk terbuka namun ketika merasakan sensasi hangat yang mengusap kepalanya Jiro pun bangun.

"Mama?" gumamnya, dengan suara sedikit serak.

"Kok gak tidur di kasur Jiro? kamu baru sembuh, nanti sakit lagi lho. Kamu suka banget kayaknya nyusahin keluarga sendiri"

"Ayo tidur di atas aja. Oh iya, udah minum obat belum? tadi malem mama lupa ngingetin ke kamu" tanya Helena sembari membantu Jiro berbaring di kasurnya.

"Mm.. belum mama, lupa"

"Tuhkan, kamu itu udah besar masih susah mandiri ya. Apa-apa harus di ingetin kaya anak kecil, lain kali di inget sendiri ya, jangan sampe sakit lagi. Orang sakit kan, nyusahin"

Jiro menundukkan kepala, "Iya mama.. maaf" suara ibunya sangat lembut tapi sangat menyakiti hati juga.

"Sttt, jangan minta maaf. Mama siapin obatnya, ya"

Helena memberi beberapa tablet obat pada Jiro. Jumlahnya cukup banyak, tapi Jiro tidak menggubris itu karna dia hanya harus meminumnya. Ia yakin ibunya sudah memberikan yang terbaik.

Helena tetaplah seorang ibu yang merawat anaknya ketika sakit dan memberikan obat agar cepat sembuh. Terlihat sedikit tidak ikhlas tapi Helena melakukannya dengan baik walau bukan yang terbaik.

"Makasih mama"

Helena tersenyum dan mengangguk. "Istirahat, ya?"

Jiro Dan Ceritanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang