43. Kakak dan adiknya

262 30 3
                                    

Setelah hujan hari itu, hujan yang lebih deras kembali datang. Petir menyambar lebih keras dari kemarin, dan anginnya bertambah kencang hingga hari ini. Tapi itu semua dapat dilewati ketika kita semua bersama, menjalin hubungan yang hangat agar tak merasakan sedalam apa kelamnya hujan.

Kini, hujan sudah tak menyeramkan lagi bagi Jiro. Ada 2 orang yang siap untuk menjaganya, memberinya kehangatan, serta membuat dirinya merasa aman. Jiro sangat bersyukur memiliki seorang ayah dan kakak yang tulus menyayanginya. Entah perbuatan baik apa yang telah ia lakukan di masa lalu hingga mendapat limpahan kasih sayang sebesar ini.

"Aduhh aduhh! ini yang di lap kepala manusia bukan kap mobil woy!! sakit anjr!"

Sena tertawa kecil lalu menarik pelan pundak adiknya agar kembali mendekat, "Kepala lo kaya moci" gemas Sena kembali menguyel-uyel kepala adiknya dengan handuk.

"Ayahhh tolonginn! aaaaaa!!!" rengek Jiro mencoba lepas dari jeratan kakaknya.

"Utututuuuu, cini cini adekku cayang" goda Sena menarik-narik baju adiknya lagi.

Jiro menjauh dari kakaknya menatap dengan raut kesal. "Gak mau! nanti kepala gue copot lagi kalo lama-lama ada di tangan lo"

"Ckckck, hidup 2 hari sama Sena udah ubah gaya kebahasaan kamu. Padahal mah bagusan pake aku-kamu, manis, lucu, kenapa pula sekarang pake gue-lo" sahut sang ayah dari belakang namun, atensinya tertuju pada laptop bukan pada kedua putranya.

"Anak sulung ayah kan emang sesat" balas Jiro melirik sang kakak sekilas.

"Pergi sana lo gak usah deket-deket gue lagi!"

Sebelum Sena beranjak pergi Jiro segera memeluk kakaknya erat-erat. "Gak boleh!!"

"Ck! pergi sana gak usah sentuh-sentuh! gak usah peluk-peluk! haram bukan muhrim!!" usir Sena berlagak merajuk.

Walau sudah di dorong oleh kakaknya berkali-kali Jiro tetap kukuh dalam pelukannya. Sebenarnya Sena hanya bercanda dia memang suka menggoda adiknya akhir-akhir ini. Tapi Sena lupa kalau Jiro mengalami amnesia dan tentu reaksinya bisa berbeda. Lihat, anak itu malah menangis sekarang.

"Eh?? kok malah mewek??" panik Sena lalu menarik Jiro lepas dari pelukan. Ia menatap jenaka wajah sang adik yang memerah karna menangis.

"Kenapa nangis?" tanyanya serius, walau kenyataannya ia menahan tawa karena takut adiknya tambah menangis kalau ia tertawai.

"Kakak... kenapa mau tinggalin aku?? katanya kemarin mau bahagia bareng-bareng kenapa sekarang kakak gak mau aku deketin lagi!?" jawab Jiro sesekali terisak pelan. "Kakak udah gak sayang lagi ya sama aku?"

Andra terheran-heran dengan tingkah anak bungsunya sampai menganga. Ia tak menyangka jika perubahannya akan sangat drastis seperti ini. Dulu memang anak bungsunya itu manja dan suka berdrama tapi sekarang sudah diluar nalar. Meskipun begitu Sena tetap meladeni adiknya yang tak kunjung berhenti menangis. Anak-anak Andra terlihat sangat lucu dengan interaksinya ini.

"Kalo kakak gak sayang Jiro lagi, Jiro bakal tetep sayang gak sama kakak?"

Jiro langsung mengangguk tanpa berpikir. "Jiro bakal tetep sayang sama kakak apapun yang terjadi"

"Janji?" Sena menjulurkan kelingkingnya di depan wajah sang adik.

Jiro tersenyum dan mengangguk kemudian menautkan jari kelingkingnya dengan sang kakak. "Janji"

Senyum manis terukir cantik di kedua sudut bibir Sena. Ia senang walau mendapati versi baru adiknya yang lebih cengeng, tapi Jiro yang ini berhati sangat lembut dan polos. Sena tambah menyayangi adiknya rasa sayangnya bergitu besar hingga ingin setiap hari bersama adiknya untuk menjaga dan memastikan dia baik-baik saja.

Jiro Dan Ceritanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang