22. Drama di hari sabtu

240 32 4
                                    

Hari sabtu yang indah, angin sejuk datang menerbangkan dedaunan kering yang jatuh. Mengotori sebuah halaman rumah milik seseorang. Sudah berkali-kali disapu tapi tetap saja ada yang jatuh lagi.

Dari pintu dapur, Sena memperhatikan betapa rajinnya sang adik menyapu halaman menggunakan sapu nenek lampir hasil meminjam tetangga belakang rumah. Kenapa meminjam? itu karena sapu rumah dipatahkan oleh Sena gara-gara dibuat untuk memukul katak. Sena tidak suka katak.

"Oy, kakak tiri! bantuin napa! daripada berdiri kek patung Pancoran di depan pintu begitu!" suruh Jiro sambil menodong sang kakak dengan sapu nenek lampir nya.

Tapi Sena sama sekali tidak menggubris adiknya. Malah pura-pura tidak lihat sambil menendang-nendang pantat kucing tetangga yang entah sejak kapan masuk ke rumahnya.

"Budek kali ya tu orang, WOY BANTUIN GUE!" teriak Jiro.

Sena tersentak kaget sampai tak sengaja menendang sungguhan pantat kucing tadi, "Gue kaget jancok!"

"Ya.. lo ngelamun sih! awas disenggol setan"

"Iya, elo setannya monyet!" balas Sena. Lalu, dia beranjak menghampiri adiknya. Dengan cepat Sena merampas sapu dari tangan Jiro.

"Nih liat! gue ajarin tata cara menyapu dengan benar!"

Setelah berkata demikian, Sena mulai menyapu halaman belakang rumah. Mulai dari pojok kiri, depan kolam ikan, lalu ke area pohon mangga. Dengan telaten dan penuh kesabaran Sena menyapu semua dedaunan yang jatuh dari pohon akibat musim panas. Daun-daun yang kering seringkali mengotori halaman belakang rumah ini.

Disisi lain, Jiro mendudukkan diri santai di kursi santai kolam renang sembari menyeruput es jeruk segar. Tidak lupa memakai kacamata karna disini sedikit silau, Jiro tidak ingin melewatkan kesempatan menonton kakak tirinya yang sedang berbaik hati menyapu halaman rumah.

"Kak, kak, itu dibawah ayunan gantung masih ada 2 daun. Bersihin kak, nanti kalo nyapu nya gak bersih, istri kakak banyak kumisnya lho"

Sena melirik sinis Jiro, "Lo kenapa malah duduk hah?! sini nyapu!"

"Lah? tadi katanya mau nyapu??"

"Gue cuma ngasih contoh blo'on! bukan gue yang nyapu! sini cepetan udah panas nih!"

"Kalo mau ngasih contoh harus lengkap kak, biar gak bingung, gue kan masih pemula. Jadi, sekalian aja sampe selese biar gue tau cara menyapu yang baik sampai bersih" jelas sang adik.

Sena diam sejenak. Dipikir-pikir apa yang dikatakan adiknya ada benarnya juga. Kalau dia hanya memberi contoh separuh adiknya tidak akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya sampai akhir.

"Oke deh, tapi lo perhatiin ya! celekin itu mata jangan sampe merem!"

"Kedip boleh gak kak?"

"Gak boleh!"

"Oke dehh"

Sena kembali menyapu halaman luas itu sendirian. Dia juga mengambil 2 daun kering di bawah ayunan gantung yang ditunjuk adiknya tadi. Peluh keringat mulai membasahi punggung dan ketika Sena karena matahari benar-benar bersinar terik. Kulit putihnya terasa terbakar karena berdiri lama di tengah halaman ini.

Dan apa yang dilakukan Jiro? seperti yang kakaknya katakan tadi, dia menonton sambil duduk sembari menyeduh es teh hangat. Tidak lupa memakai lagi kacamata hitamnya juga.

Belum lama Sena menyapu, punggung anak itu sudah terasa pegal dan linu. Efek jarang berolahraga dan juga kaum remaja jompo.

"Bocil! gue nyuruh lo liatin bukannya tidur!" seru Sena kesal, melihat adiknya bersandar di kursi santai kolam renang sambil memakai kacamata hitam.

Jiro Dan Ceritanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang