39. Last Revenge

323 28 3
                                    

"Ayah sakit.." sembari meremat kuat kemeja sang ayah ia merintih sakit.

Sejak pukul 2 dini hari Jiro terbangun dan muntah hebat. Tidak ada yang keluar dari mulutnya tapi dia terus merasa mual seperti penderita asam lambung. Nafasnya tersendat-sendat terasa sangat sesak. Sekarang ia berada di pelukan sang ayah Andra terus menenangkan anaknya dengan mengusap lembut punggung kecilnya. Berusaha menyalurkan kehangatan juga ketenangan agar rasa sakit anaknya berkurang.

"Ayah masih sakit" rintih Jiro sekali lagi membuat sang ayah meringis tak kuat mendengar rintihan kesakitan anaknya.

"Sebentar lagi ya, sayang... sebentar lagi kamu sembuh. Sabar ya, nak" bisik Andra di telinga anaknya masih sembari mengusap punggung sempit Jiro.

Anaknya terus menangis sudah tak kuat menahan rasa sakit yang terus mendera tubuhnya tanpa henti. Bahkan ujung kemeja yang dirematnya sudah tak berbentuk lagi karna terlalu kusut. Andra bingung, tidak ada dokter di jam sepagi ini.

"Sakit nakal! pergi jauh-jauh sana! jangan saikitin anak aku!" ucap Andra membuat gerakan seolah-olah mengusir sesuatu.

Hal bodoh itu berhasil membuat Jiro tertawa. Walau masih kesakitan tak ada salahnya untuk tertawa bukan? mungkin dalam sejenak ia bisa melupakan bagaimana sakit ini menyerang tubuhnya.

Sang ayah sendiri merasa sangat senang mendengar tawa kecil dari putranya. Ia kagum dengan bagaimana cara Jiro bertahan dan menahan segala rasa sakitnya.

"Anak ayah hebat" gumam Andra lalu mengecup kening sang putra.

Setelah kesakitan yang panjang akhirnya Jiro bisa bernafas dengan tenang. Matahari yang terbit dari timur seakan memberikan semangat baru untuk menjalani hari walau di awali dengan hal yang tidak mengenakan.

Pagi-pagi sekali, masih pukul 06.00 ada seseorang yang membuka pintu kamar rawat Jiro dengan sedikit brutal. Siapa lagi pelaku itu kalau bukan Sena? dengan wajah sombongnya Sena meminum es soda di depan sang adik.

"Sena lama-lama ayah ungkep kamu!" kesal Andra sambil mengambil ancang-ancang ingin melempar bantal sofa ke arah anak sulungnya.

"Apasih yah! cuma minum doang kok salah!" dengus Sena sebal.

Pagi ini Sena memperhatikan ada yang berbeda dari adiknya. Wajahnya pucat, rambutnya basah, bibirnya kering, adiknya terlihat seperti baru saja sekarat. Sena bingung, semalam saat ia tinggal pulang adiknya masih terlihat segar.

"Lo kenapa dah?" tanya Sena sambil mengusap peluh di kening adiknya.

"Jangan sentuh-sentuh! haram!" ketus Jiro menampik tangan sang kakak. Ia sangat kesal di iming-imingi es soda itu oleh kakaknya.

"Sakit anjing!" umpat Sena kelepasan. Tepat setelah itu bantal melayang ke kepalanya.

"Pergi sana kamu! sekolah! gak usah gangguin adikmu!!" usir Andra sampai menunjuk-nunjuk anaknya sendiri karna sangat emosi.

"Tau tuh! ganggu aja! pergi sana lo yang jauh gak usah balik lagi"

"Oke! gue gak balik ya! awas aja sampe ketauan kangen ma gue"

Jiro melirik sinis kakaknya dari atas sampai bawah, "Najis"

Perihal es soda membuat Jiro sangat kesal. Disisi lain ia juga takut akan apa yang ia katakan tadi. Tapi kakaknya tidak mungkin melakukan itu.

Setelah berpamitan dengan ayah dan adiknya Sena bergegas untuk berangkat ke sekolah. Belum terlambat, tapi hari ini Sena berkeinginan menjadi siswa teladan yang berpangkat pagi. Akan tetapi, di tengah perjalanan langkah kaki Sena diberhentikan oleh kedua matanya yang tak sengaja menangkap siluet seseorang.

Jiro Dan Ceritanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang