30. Memulai lebih awal

305 32 5
                                    

Tapak kaki basah dan kotor membuat lantai rumah sakit terlihat horor. Air dari pakaian yang basah menetes ke lantai marmer yang dia pijak. Walau tahu licin, dia tetap berlari mencari sebuah ruangan. Dengan penampilan tidak tapi dia menyusuri lorong demi lorong rumah sakit itu, matanya bergerak kesana kemari nampak kalau dia sangat cemas.

Sampai akhirnya melihat bayang-bayang orang yang sangat ia kenal di ujung lorong sana, "Sena!" serunya memanggil dari kejauhan.

Ternyata ada dua orang disana. Anak sulungnya yang sedang bersandar pada dinding dan istrinya yang tengah duduk menundukkan kepala.

"Sen, Jiro mana? dia gakpapa kan? gak ada luka serius kan?? gimana dia bisa kecelakaan Sen???" tanya Andra beruntun disertai panik yang membuat suaranya bergetar.

"Ya bentar atuh, nanya satu-satu! ayah jangan nrocos terus Sena kapan jawabnya!"

"Duduk dulu, An" saran Helena yang masih duduk di kursi, ia menepuk pelan kursi di sampingnya untuk suaminya.

"Jawab ayah dulu, Sena"

Sena melirik sang ibu yang mengode untuk menyuruh sang ayah duduk. Ia pun menuntun ayahnya agar duduk diam dulu di kursi.

"Tadi Jiro di antar gurunya sampai Jakarta tapi gurunya nurunin Jiro di sekolah karna ada urusan mendadak. Terus dia telfon aku karna mama gak jemput-jemput, pas aku udah sampe dia lagi nunggu di seberang jalan" Sena menjeda sejenak, "Aku udah bilang biar aku samperin aja, tapi Jiro nya gak mau karna nanti malah putar balik lagi. Akhirnya aku biarin dia nyebrang"

Sena menarik nafas lalu kembali bicara, "Awalnya semuanya biasa aja, Jiro nyebrang bareng orang-orang tapi dia ada di paling belakang. Terus tiba-tiba dari tikungan jauh di depan ada mobil lajunya kenceng banget. Entah rem mobil itu blong atau orangnya mabuk mobil itu sama sekali gak bunyiin klakson. Terus mobil itu nyerempet Jiro, Jiro nya kepental jauh dari tempat dia berdiri saking kencangnya itu mobil. Abis itu mobilnya pergi gitu aja" jelasnya panjang.

"Gimana sama lukanya? parah gak??"

"Lukanya ada di kaki, lengan, sama pelipis. Kalau dilihat sih enggak terlalu parah tapi.." Sena tak melanjutkan kalimatnya dan malah diam sambil melirik ruang rawat adiknya.

Andra yang tidak sabaran mengguncang kuat kedua pundak anaknya, "Tapi apa?? jangan dijeda!"

"Sena rasa Jiro lagi sakit yah. Wajahnya pucet persis kaya orang baru minum Paracetamol 10 biji"

"Jangan bercanda Sen"

Sena berdecak, "Sena gak bohong yah! beneran! dua ciyuss!"

"Mungkin efek masih sakit kemarin?" sahut Helena.

"Bisa aja sih.. tapi tadi pagi kayaknya gakpapa ma, maksutnya mukanya gak sepucet itu"

Helena berdiri dari duduknya lalu berjongkok di depan suaminya, "Andra maafin aku ya, gara-gara aku lupa jemput Jiro dia jadi masuk rumah sakit"

Sena menunduk, "Sena juga minta maaf ayah, harusnya Sena gak biarin Jiro nyebrang"

Menyeberang. Ada sedikit rasa trauma dari kata itu. Ia hampir kehilangan keluarganya untuk yang kedua kalinya, "Ayah boleh masuk gak?" tanya Andra sambil memandangi pintu kamar rawat anaknya.

"Boleh, tapi dia masih tidur yah" jawab Sena.

"Yaudah nanti kalo dia udah bangun telfon ayah ya, Sen" ucap Andra lalu pergi meninggalkan anak sulung dan istrinya disana. Dia pergi tanpa mengatakan ingin kemana dan kapan akan kembali lagi.

"Ayah mau kemana!? yah!!" seru Sena memanggil sang ayah yang semakin menjauh.

"Sttt! jangan teriak-teriak di rumah sakit Sena ganggu pasien lain, nanti adikmu juga bangun!" tegur sang ibu.

Jiro Dan Ceritanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang