10. Jatuh 'sakit'

497 42 6
                                    

Dalam sebuah ruangan bernuansa putih Sena berdiri menghadap sebuah jendela kaca. Bola matanya berjalan mengikuti gerak kendaraan yang ia amati. Jiro terkena hipotermia dan Sena terpaksa harus tinggal di dalam ruangan berbau obat-obatan yang sangat ia benci.

Pada hari itu, Sena dilanda panik saat merasakan jantung adiknya tak berdetak selama beberapa saat. Syukur Jiro masih bertahan hingga sampai di rumah sakit. Dan dia pun bisa diselamatkan.

Mungkin jika Sena tak melihat kelinci itu, Sena tak bisa melihat adiknya lagi hari ini.

Sudah berkali-kali ia hubungi kedua orangtuanya namun, hasilnya nihil. Bukan tidak menjawab tapi tak ada yang mau datang kesini.

Sena kesal kemudian berbalik dan duduk di kursi samping brankar adiknya. Ia tatap wajah pucat adiknya yang sudah lebih baik dari sebelumnya.

"Oy cil, bangun napa, gue ga ada temen ngobrol tau"

Hembusan nafas kecil di balik masker oksigen itu yang menjawab Sena. Jiro terlihat sangat tenang dalam tidurnya.

Sena melirik tangan kanan Jiro yang diinfus. Ia mengusap lembut punggung tangan itu, ia merasa sendu. Ini salahnya. Jika saja ia bisa menjaga adiknya dengan baik, mungkin sekarang ia dan Jiro sedang bertengkar di rumah.

"Maafin kakak... harusnya kakak bisa jaga kamu dengan baik"

"Marah ya sama kakak sampe gak bangun-bangun?? Kakak minta maaf... maafin kakak, ya? Ayo dong bangun"

Bunyi alat-alat rumah sakit menggema dalam ruangan. Sena diam cukup lama, melamun, tidak memikirkan apa-apa. Yang dia inginkan hanya, Jiro segera bangun dari tidurnya.

"Cepet sembuh ya, jangan sakit"

Sena menghembuskan nafas panjang. "Dan sekarang gue jadi ribet harus ngurusin lo yang sakit!"

Dia Sena, kakak tsundere dengan love language physical attack. Kalau sikapnya berubah-ubah itu sudah biasa. Maklum masih pubertas.

"Adeknya jangan dimarahi terus Sena, dia lagi sakit loh. Marah-marahnya besok aja ya?"

Sena menoleh, di pintu ada seorang dokter. Dia adalah dokter yang menangani Jiro kemarin. Mungkin ini sudah jam Jiro di periksa.

"Nyebelin sih dok, diajak ngobrol gak nyaut"

Dokter itu terkekeh. "Tapi kamu khawatir kan sebenernya sama dia?"

"Gak, B aja"

Gelak tawa keluar dari dokter itu. Suaranya adem membuat Sena teringat akan mendiang ayahnya.

Ketika dokter itu mengambil jarum suntik dari nakas, Sena membulatkan matanya lebar-lebar. "Adek saya mau diapain dok?!?" tanyanya panik.

"Mau saya mutilasi," dokter itu menghela nafas. "ya diperiksa atuhh!"

"Kamu minggir sana!" usir nya, dokter itu menarik pelan ke belakang kursi yang diduduki Sena.

"Dih??, ogahh" tolak Sena sembari menarik maju kursi nya lagi.

"Ck, saya gak bakal guna-guna adik kamu!" dokter itu kembali menarik kursi Sena mundur.

"Yang bener??" Sena menyipitkan matanya

Dokter itu kembali terkekeh. "Tuhkan, kamu khawatir sama adik kamu"

Kalimat itu membuat Sena bungkam. Ia segera berdiri dan menyingkir membuat ruang untuk dokter, lalu melangkah pergi. Sebelum menutup pintu Sena sempat berbalik.

"Cepet sembuh, ya" gumamnya.

Di sebuah lorong rumah sakit yang sepi dan dingin, tak ada satupun orang yang lewat dan lorong itu. Hanya ada satu orang, yaitu Sena. Ia sedang berusaha menelfon seseorang. Tapi setelah telfon di angkat, mereka malah bertengkar. Padahal sejak awal Sena sudah berusaha bicara baik-baik.

Jiro Dan Ceritanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang