Pukul 22.45
Jihyo memasuki rumahnya setelah seharian penuh berada di restoran.
Sepi, seperti biasa.
Mungkin karena sudah malam, dan semua yang ada di rumah sudah beristirahat tentunya.
Saat akan menaiki tangga, langkahnya terhenti karena suara berat seseorang di belakangnya.
"Kau baru pulang, Ji?" Tanya Taecyeon.
"Kenapa? Apa Tuan Ong membatalkan kerja samanya karena aku tidak datang?" Ucap Jihyo dingin.
Taecyeon mendesah pelan.
"Tidak juga."
"Lalu apa? Kau tahu aku tidak suka basa-basi, Appa."
Saat tidak mendengar jawaban apapun dari Ayahnya, Jihyo memutuskan untuk kembali melangkahkan kakinya. Tetapi-,
"Appa ingin minta maaf, Jihyo." Ucapan tulus dari Ayahnya itu membuat Jihyo berbalik. Dia menatap Taecyeon dengan raut wajah datarnya. Terlihat Taecyeon begitu menunggu jawaban dari putrinya, bahkan tatapan memohon sekalipun Taecyeon berikan padanya.
Jihyo berbalik setelah tidak mengatakan apapun. Meninggalkan Ayahnya yang semakin di hantui rasa bersalah.
"Aku-ayah yang buruk."
•••••••
Tolong tanyakan pada Joohyun, terbuat dari apa hati yang ia miliki. Setelah dua hari yang lalu ia di permalukan oleh Jihyo dengan membentaknya di hadapan banyak orang, Joohyun kembali mendatangi restorannya hanya untuk bertemu dengan Jihyo.
Dia kemudian duduk di tempat biasanya, di meja paling sudut ruangan itu dekat jendela.
Yerim menghampirinya, lalu mulai mencatat pesanan Joohyun. Sedangkan mata Joohyun menjelajah seisi restoran untuk berusaha mencari Jihyo.
"Kau mencarinya, Nona?"
Yerim menyadari apa yang sedang di lakukan oleh Joohyun, lantas ia bertanya. Sedangkan Joohyun hanya mengangguk malu.
"Bos tidak akan datang. Jangan menunggunya di hari senin."
"Kenapa?" Joohyun mengernyit bingung.
"Hari senin jadwal dirinya pergi ke kantor."
•••••••
"Aku sudah di depan."
Tut!
Jihyo buru-buru turun dari ruangannya ketika sambungan telpon dari seseorang itu terputus. Ia memutuskan keluar dari restaurant, berusaha mencari seseorang yang tadi memberitahu dirinya jika dia sudah di depan.
Terlihat gadis cantik bersurai hitam panjang dengan kulit putih pucat sedang memainkan ponselnya di dekat mobil miliknya.
Jihyo lalu menghampirinya.
"Ehem!"
"Apa kau hanya akan berdiri disitu?"
Gadis itu mendongkak untuk melihat seseorang yang barusan berbicara padanya.
Brugh!
"Jihyo-ya.. Aku merindukanmu."
Gadis itu berucap dengan memeluk tubuh Jihyo tiba-tiba.
"Cih, lebay sekali."
Meskipun begitu Jihyo tetap membalas pelukannya.
"Kau ini tidak berubah sama sekali, bahkan setelah aku tinggalkan dua bulan ke Busan."