Enjoy!
"Apa kita akan ke rumahmu?"
"Jangan mimpi."
Joohyun bersandar pasrah pada jok mobil yang ia duduki. Dia sudah percaya diri, terlalu. Dia kira— Jihyo akan membawa dirinya ke rumah miliknya.
KIA Stinger GT warna hitam itu berhenti di sebuah gedung apartemen paling elite di Seoul.
Jihyo keluar, di ikuti oleh Joohyun yang membawa dua buah koper besar di tangannya.
Si rambut cokelat itu menghela ketika melihat Joohyun yang kesusahan.
"Aku sudah menyuruhmu membawa yang penting saja." Ketusnya dengan merebut satu koper dari tangan Joohyun.
"Ini semua penting, Brownie."
Jihyo memilih mengacuhkan dengan terus berjalan.
Mereka berdua masuk ke dalam lift dengan Jihyo yang menekan tombol angka 8.
Ting!
Jihyo menekan passcode di unit nomor 3 miliknya.
Dia masuk, dengan Joohyun yang membuntutinya dari belakang.
"Ini apartemenku. Kau bisa tinggal disini."
Joohyun menatap sekeliling ruangan. Warna dinding yang di dominasi oleh warna hitam dan putih saja. Terlihat klasik, tapi—sangat mewah.
"Apa kau tinggal disini?"
Jihyo menoleh.
"Aku hanya mampir untuk menyelesaikan pekerjaan kantor."
Hanya ada satu kamar yang luas, ruang perpustakaan sekaligus tempat Jihyo bekerja, ruang tengah yang nyaman, meja makan yang terhubung dengan balkon luar dan dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi.
"Kau bisa memakainya." Jihyo menunjuk lemari pakaian yang ada di kamar miliknya.
Kemudian Joohyun membuka satu koper berisi baju miliknya, membereskan barangnya untuk kemudian ia simpan di dalam lemari. Terlihat ada beberapa baju milik Jihyo di sana.
Sementara Joohyun membereskan barang-barangnya, Jihyo memilih untuk duduk di tepi ranjang besar miliknya. Dia memang tinggal disini, tapi—hanya untuk dulu. Sebelum kejadian lalu dia memilih untuk kembali tinggal di rumah karena paksaan dari Dahyun. Hanya saja untuk sekarang, dia akan mampir jika sedang mendapat masalah dengan Ayahnya, atau jika sedang mengerjakan pekerjaan kantor.
Joohyun selesai dari barangnya. Dia ikut duduk di samping Jihyo yang terlihat sedang melamun.
"Kenapa kau melakukannya, Brownie?"
Joohyun berucap tanpa menatap. Dia berpura-pura asyik dengan barangnya di pangkuan.
"Kenapa kau melakukan semua ini? Apa kau sudah menyukaiku? Atau—kau hanya kasihan padaku?"
Jihyo mematung. Pertanyaan Joohyun begitu mudah untuk di jawab, tetapi—lidahnya kesusahan hanya untuk berucap.
Jika hanya karena kasihan, Jihyo bisa saja mencarikan apartemen lain untuk Joohyun, meminta bantuan polisi untuk selalu mengawasi pergerakan pria itu, lalu selesai. Tidak perlu repot-repot menjaganya dan membiarkan Joohyun tinggal di Apartemen mewah miliknya.