Dini hari.
Joohyun terbangun dari tidurnya. Ia menoleh ke samping dimana tempat Jihyo berbaring di sisinya.
Kosong.
Jihyo tidak ada di tempatnya. Joohyun kemudian bangun untuk mencari dimana Jihyo berada. Satu-satunya tempat yang ia yakini jika Jihyo berada di dalamnya adalah hanya ruang kerjanya.
Dia kemudian membuka pintu ruangan kerja Jihyo dengan pelan. Dan ternyata dugaannya sangat benar. Jihyo berada di sana, dia tengah duduk di kursi kerja dengan laptop yang menyala di depannya.
Si Rambut cokelat menoleh ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Dia mengernyit melihat Joohyun yang menghampirinya dengan langkah yang terseok karena masih mengantuk.
Tanpa mengatakan apapun, Joohyun duduk di pangkuan Jihyo untuk melanjutkan tidurnya kembali. Ia menumpahkan kepalanya di bahu Jihyo.
"Kenapa bangun, Joohyun?"
Jihyo bertanya dengan mengusap punggung Joohyun pelan.
"Kau selalu meninggalkanku sendiri di kamar. Jadi aku bangun untuk mencarimu. Lain kali aku yang akan meninggalkanmu sendirian, Brownie."
Jihyo tersentak. Ia menghentikan usapannya di punggung Joohyun karena ucapannya barusan. Dia tahu Joohyun hanya bercanda, tapi—Jihyo tidak pernah ingin Joohyun mengatakannya meskipun dia hanya berusaha sedang menggodanya.
"Kau—akan meninggalkanku, Joohyun?"
Gadis kelinci membuka matanya. Ia menatap mata tajam Jihyo yang terlihat ragu. Dia berpikir, apa—barusan ia sudah keterlaluan sampai membuat Jihyo menjadi resah seperti ini? Okey, dia memang sering menggoda Jihyo, tapi apa benar ia sudah berlebihan atau hanya perasaan Jihyo saja?
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Brownie."
"Kau yakin?"
Joohyun mengangguk.
"Aku mencintaimu, Brownie. Aku bahkan tidak punya alasan untuk bisa meninggalkanmu. Tadi—aku hanya bercanda. Maafkan aku, Brownie."
Jihyo mengangguk. Sebelum kemudian mencium dahi Joohyun dengan lama. Dia tersenyum, dia tahu Joohyun tidak akan pernah meninggalkannya. Pikirannya bisa tenang sekarang, tapi—.
Tidak dengan hatinya.
Dia tidak tahu kenapa. Jika biasanya semua yang Joohyun ucapkan selalu menenangkan hatinya. Tapi sekarang?
Jihyo resah.
Bukan lagi karena ucapan Joohyun. Tapi seperti akan ada sesuatu yang terjadi nanti, semacam kebimbangan yang belum pasti, dan tentu saja itu sangat buruk.
Perasaan Jihyo tidak enak.
"Kau melamun?"
"Uh—Ah, tidak."
"Aku memanggilmu dari tadi, Brownie."
"Kenapa?"
Mata kelincinya menatap galak. Jihyo benar-benar tidak mendengarnya.
"Itu! Kenapa kau minum kopi di jam 2 pagi, Brownie?!"
Joohyun menunjuk secangkir kopi yang berada di dekat laptop.