Oh! BAD! -27

7.6K 595 8
                                    

Devan memapah Arily memasuki kediamannya, kedatangan keduanya disambut oleh Ibunda Devan yang menatap kekasih dari anaknya itu cemas.

"Arily malam ini nginap di sini ya sayang? Kalau kamu pulang ke rumah gak ada yang jagain," ujar Ibunda Devan ketika Arily didudukkan di atas sofa.

Arily menatap ke arah Devan, ia tahu pemuda itu tidak akan membiarkannya menginap di sini.

Arily menggeleng sembari tersenyum. "Gapapa Ma, Arily bisa—"

"Malam ini kamu tidur di sini dulu, aku bakal nyiapin kamar tamu." Potong Devan.

Arily menoleh pada kekasihnya itu. "Tapi kak—"

"Jangan ngeyel, susah jalan gini masih mau keras kepala? Ntar kalo kamu jatoh gimana?" Lagi-lagi Devan memotong ucapan Arily.

Arily hanya menghela napas pasrah, memang benar yang dikatakan Devan. Ia juga mencemaskan hal itu.

"Yaudah, Kakak mau nyiapin kamarnya dulu. Kamu tunggu di sini, nonton Barbie sana," ujar Devan sembari menyerahkan ponselnya kepada Arily.

Arily hanya mendengus, ia menerima ponsel milik Devan itu dan membuka aplikasi berbagi video. Sedangkan Ibunda Devan telah pamit untuk memasak, sekarang tinggal ia sendiri. Tapi tenang saja, Arily telah menganggap kediaman Devan ini sebagai rumahnya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Ibunda Devan ketika ia pertama kali datang ke sini.

Anggap aja rumah sendiri, Arily. Jangan sungkan.

Dan kalimat itu yang sampai sekarang dipegang teguh oleh gadis itu.

Diam-diam seperti ini, Arily jadi teringat pada Mita. Setelah melihat Mita juga mengantarkannya ke rumahnya, Arily juga meminta maaf kepada Ibu Mita. Tapi wanita itu justru yang meminta maaf kepadanya karena putrinya itu telah membuatnya jadi seperti ini.

Ibu Mita juga ingin merawat Arily di rumahnya karena tahu keadaan dari sahabat anaknya itu, tapi Devan dengan cepat menolak. Selagi ia bisa merawat kekasihnya itu, kenapa harus orang lain?

Melihat hangatnya Ibu Mita, bahkan Ibunda Devan, Arily sebenarnya juga kerap merindukan kehangatan itu untuk dirinya. Maksudnya, Arily bahkan tidak pernah tahu bagaimana wujud dari ibu kandungnya. Ia tidak membenci ibunya itu karena ayahnya selalu mengajarkan untuk tidak membenci ibunya, dan kelak jika ibunya datang ayahnya selalu mengatakan untuk tidak menolak.

Arily hanya merindukan, merindukan sosok yang tidak pernah ia ketahui wujud, suara, bahkan seperti apa wanita itu. Berharap suatu saat, wanita itu datang menemuinya dan menebus semua waktu yang telah terbuang sia-sia.

"Sayang, kamarnya udah siap." Devan muncul dari belakang membuat Arily menoleh kepadanya.

"Aku mau main ayunan di depan kak," ujar Arily yang diangguki oleh Devan.

Dengan sigap, Devan memapah Arily ke sebuah ayunan yang berada di depan rumah Devan. Di pintu, keduanya berpapasan dengan ayah dari Devan.

"Pa." Sapa Arily yang diangguki oleh pria itu.

"Papa dengar kamu kecelakaan, Mama heboh banget di grup keluarga tadi. Sekarang gapapa kan? Devan kamu gimana sih? Pacarnya sakit malah dibawa kemana coba." Pria dengan wajah yang mirip dengan Devan itu menatap garang anak bungsunya.

Arily terkekeh. "Arily gapapa kok Pa, lecet dikit. Arily sama Kak Devan mau main ayunan di depan," ujarnya.

Ayah Devan mengangguk. "Yaudah kalo gitu Papa masuk ya, hati-hati."

Setelah Ayah Devan meninggalkan mereka, Devan kembali memapah Arily ke arah ayunan. Suasana di malam hari memang menenangkan, apalagi untuk merenungkan sesuatu.

Oh! BAD!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang