Secangkir Teh di Cafe Victoria 0.2

54 11 4
                                    

HIDUP di atas garis yang telah digariskan tidak selamanya nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HIDUP di atas garis yang telah digariskan tidak selamanya nyaman. Datar, lempeng dan lurus-lurus saja. Kebanyakan orang tua ingin melukiskan garis lurus dengan pikiran "Agar anakku cepat sampai tujuan" tanpa berpikir apakah garis yang dilukiskan akan benar-benar membuat sang anak sampai pada titik kesuksesannya.

Renjana tidak sepenuhnya menyalahkan perbuatan kedua orang tuanya. Hanya menyalahkan keputusan yang mereka buat tanpa meminta persetujuannya. Misalnya, memasukkannya ke salah satu sekolah swasta yang mencetak lulusan terbaik.

"Ah iya, Bu. Saya paham, terima kasih. Maaf menganggu waktu istirahat ibu."

Tawa terdengar dari seberang, "Nggak ganggu kok, Renjana. Ya sudah, saya tunggu hasilnya, ya."

Panggilan terputus secara sepihak. Renjana mengembuskan napasnya lelah. Matanya kembali menelisik laptop yang masih menyala--membaca ulang makalahnya yang baru saja selesai sepuluh menit lalu. Menilai apakah ada yang kurang dari makalah yang dibuatnya.

Aroma nasi goreng tercium dari belakangnya. Tanpa menoleh pun, gadis itu tahu siapa yang berada di belakangnya.

"Kalau kesini ngadep* laptop mulu. Kalau minus lo nambah gimana?" tanya seorang laki-laki yang membawa nampan serta apron bertuliskan Victoria.

"Minus tinggal ganti lensa kacamata. Jangan di bawa susah." Ia mengetikkan sesuatu pada laptopnya. "Bawa ke meja deket jendela aja, Mas Aji. Gue mau ke sana soalnya, pindah tempat."

Mas Aji itu mengangguk, "Oke, gue taruh sana ya."

Setelah tugasnya selesai, Mas Aji kembali pergi ke dapur. Menyiapkan pesanan milik pelanggan lain. Lagi-lagi, Renjana membuang napasnya. Berdecak pelan sebelum mengemasi barang-barangnya yang berantakan dan memindahkannya ke meja dekat jendela.

Barang-barangnya cukup banyak, seperti; laptop, 3 buah buku referensi yang baru kemarin ia beli, beberapa kertas yang menumpuk bagai bab pertama skripsi serta secangkir teh hangat yang pekat.

Gadis itu membawa dengan urutan; buku referensi, laptop kemudian kertas dan dibawa dengan kanan kanannya, sedangkan tangab kirinya memegangi cangkir yang berisi teh. Bodohnya, ia lupa meminta Mas Aji untuk membawakannya. Ingin meminta bantuan pada Mas Aji rasanya tak enak hati karena cafe juga sudah mulai ramai.

Renjana segera memindahkan barang-barangnya ketika ia melihat segerombol anak muda yang ia kenal sebagai mahasiswa ingin menempati meja yang sudah ia incar. Dengan cepat ia berjalan, memastikan bahwa meja yang berada di sana akan menjadi singgasanya.

Pyar!

Holy shit! Batinnya berbicara kala dirinya terjatuh dengan posisi memeluk laptop hitamnya. Ia melihat ke arah bawah, tepat di sepatunya. Tali sepatunya terlepas dan terinjak, pantas saja. Ia mengumpat pelan, sial! Ceroboh lagi.

"Hei?"

Gadis itu mendongak, sejenak, tatapan matanya terkunci pada sosok yang berdiri di depannya. Mengulurkan tangan dengan tangan kanannya. Ia masih terpaku, tatapan matanya terasa lembut, gadis itu tersihir.

Jenggala: Bawa Aku Masuk Ke DuniamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang