Senyum Semanis Gula 1.4

12 2 0
                                    

ANGIN segar bagi Renjana karena selama 5 hari kedepan dirinya bisa terbebas dari Widya dan Dibyo, walau tak urung pasti akan ada banyak sekali pesan teks yang dikirim pada Renjana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ANGIN segar bagi Renjana karena selama 5 hari kedepan dirinya bisa terbebas dari Widya dan Dibyo, walau tak urung pasti akan ada banyak sekali pesan teks yang dikirim pada Renjana. Gadis itu ingin melupakan masalahnya sejenak, ia ingin bersenang-senang selama ada waktu. Persetan dengan nilai, persetan dengan peringkat, Renjana ingin bersenang-senang sejenak.

"Buru, lo udah mau otw kan?" Renjana berucap sambil memakai sweater warna biru favoritnya.

"Sabar kampret! Gue lagi mau mandi."

"Gue udah ngasih tahu sejak tadi sore ya, dan sekarang baru mau mandi?"

Renjana sudah mulai murka.

"Ih! Salahin Mama gue! Mama gue nyuruh gue buat bantuin bikin cake!"

"Halah, ya udah. Gue ke rumah lo sekarang. Bodo amat, gue gedor-gedor rumah lo."

"Tapi gue belum man-"

Tut!

"Heran gue, katanya otw, malah lagi mau mandi," cecar Renjana dengan wajah yang cemberut.

Dengan langkah yang sangat riang, Renjana keluar dari kamar menuju garasi untuk mengambil vespanya yang sudah lama tak ia gunakan. Setelah bersekongkol dengan orang dalam, Renjana akhirnya dapat keluar rumah dengan leluasa. Selama Widya dan Dibyo keluar, ia akan membuat informasi palsu kepada mereka.

Jalanan saat itu cukup ramai, Jumat malam, jalanan dipenuhi oleh orang-orang yang baru pulang kerja. Dengan wajah yang terlihat lelah, mereka tetap berusaha tersenyum guna menyamarkan rasa lelah itu. Adapula yang menerbitkan senyum manis, mungkin ia baru saja mendapatkan gaji dari atasannya.

Malam itu, Renjana melihat sisi lain dunia. Sisi yang tak akan Renjana tahu kalau ia tidak berkendara malam itu. Hiruk-pikuk malam saat itu terasa nyaman baginya, di atas vespa hitamnya, Renjana tersenyum untuk yang kesekian kalinya malam itu.

-Felicity-

RELIA maupun Renjana hanya memutari kota tanpa tujuan. Singgah di pedagang kaki lima lalu melanjutkan perjalanan memutari kota sampai bosan. Sampai akhirnya merek berdua merasa lelah dan berujung singgah di alun-alun kota. Tak pula ia membuat postingan cerita WhatsApp dengan mengecualikan Neon, Widya, Dibyo dan beberapa orang yang dianggapnya membahayakan.

Renjana dan Relia benar-benar menikmati malam itu, tak peduli esok akan ada pelajaran Matematika, mereka tak peduli.

"Besok ada Matematika, Ann. Nggak apa-apa kita main? Nanti lo kena marah," ucap Relia sambil menikmati telur gulung.

"Biarin, mereka nggak akan tau. Taunya gue belajar bareng sama lo di cafe biasa," balas Renjana enteng, Renjana benar-benar ingin melepaskan pikirannya.

Ponsel yang ada di sakunya bergetar singkat, senyum gadis itu mendadak mencul sehingga mendatangkan kernyitan heran di dahi Relia.

"Lo kenapa senyum-senyum sendiri?" Relia bertanya dengan nada yang sedikit menggoda. Gadis itu mengintip sedikit.

"Oooh, dari Abas toh. Pantes senyam-senyum. Lagi jatuh cinta nih ceritanya."

Renjana memukul bahu Relia, "Nggak ya! Temen doang!"

"Ya santai dong."

Renjana mematikan ponselnya, kembali memasukkan ke dalam saku celananya. Menunda untuk membalas pesan yang dikirim oleh Nabastala malam itu. Walau hatinya berdesir kala melihat pesan dari Nabastala, ia tetap berusaha menyingkirkan rasa itu, menolak semuanya.

"Rel, gue bisa nggak ya nemuin orang tua kandung gue?"

Relia yang masih mengelus-elus bahunya itu langsung menoleh ke arah Renjana. "Tiba-tiba?"

"Pengen ketemu sama mereka, gue nggak mau sama keluarga Wiratya, tuntutannya gila. Gue tau keluarga Wiratya itu udah baik banget mau besarin gue, tapi caranya keras banget."

"Kalau ditakdirin ketemu, ya ketemu. Tapi juga usaha."

"Ini gue usaha."

"Usaha lo apa?"

"Doa."

"Kampret," ucap Relia reflek, "Doa doang kagak ada gerak usaha sama aja."

Renjana menyengir, "Gue bingung mau nyari mereka dari mana, nggak tau."

"Media sosial, sayangku. Pakai itu, kalau enggak nanti gue mintain bantuan seseorang. Elmanuel, kenal kan? Cowok yang peringkatnya di bawahnya satu tingkat."

Renjana membeo, "El?"

Relia mengangguk, "Cowok yang popularitasnya dongkrak SMA Mandala banget, relasinya banyak setahu gue. Kali aja dia tau orang tua lo, bisnis keluarganya juga lumayan gede."

"Gila, tajir dong?"

"Ya lo pikir aja deh, usaha perhiasan sama nggak tau produk apa lagi, tapi sampai luar intinya."

Renjana mengangangguk takjub, "Keren, kalau dia bisa bantu gue, itu lebih keren."

-Felicity-

RENJANA menurunkan Relia tepat di depan gerbang rumahnya yang sudah tertutup rapat padahal jam masih menunjukkan pukul sebelas malam.

"Mama gue itu ya, sukanya ngunci gerbang padahal gue belum balik," ucap Relia dengan rasa geram pada sang Mama.

"Lo juga bawa kunci gerbang, Rel. Jangan marah napa."

Relia merapikan rambutnya yang kembali terkena embusan angin, "Iye ah! Udaha sana balik, nanti ketahuan Neon."

"Iye ah, gue duluan."

Renjana pergi dari kediaman Relia dengan senyum yang mengembang. Perasaannya seketika bahagia untuk malam ini. Serta, ia tak sabar untuk membalas pesan yang Nabastala kirimkan padanya.

Bahagia itu sesungguhnya mudah digapai apabila kita bisa bersyukur atas sesuatu hal.

Itulah yang mulai Renjana dapatkan dari malam ini.

Next Chapter 1.5

a/n
Makasih yee semua karena kalian udah baca cerita ini, sehat-sehat yaaa.

Jenggala: Bawa Aku Masuk Ke DuniamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang