"CITA-CITA lo apa, Ann?"
Di tengah suasana akward dalam mobil, suara berat itu akhirnya memecahkan kaca keheningan. Neon bertanya dengan tatapan masih sepenuhnya fokus ke jalanan kota yang mulai memadat.
"Jadi pengusaha." Renjana bersuara, mengeluarkan jawabannya.
"Nggak mau dokter?"
"Nggak minat."
Setelahnya diam, kembali ke keadaan semula. Tanpa suara. Mereka sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Renjana dengan pemikiran rancu tentang Neon, dan Neon dengan pikiran lain yang beberapa hari mengganggu pikirannya.
Mobil hitamnya berhenti di lampu merah. Sekarang, Neon sepenuhnya memusatkan pandangan pada Renjana, mengeluarkan suaranya kembali, membuka percakapan, awal dari semuanya.
"Lo ada keinginan terbesar?" Pertanyaan pancingan yang sudah lama bersarang akhirnya ia keluarkan.
"Ketemu orang tua kandung gue....?"
Neon tersenyum, senyuman yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
"Gue bantu mau?"
-Jenggala-
RENJANA termenung di kelasnya, perkataan Neon berhasil mengusiknya. Ia tak sepenuhnya percaya, namun mengapa laki-laki itu seolah bersungguh-sungguh? Celotehan teman-teman sekelasnya juga tak ia hiraukan, pikirannya jauh berkelana. Kesana kemari mencari titik terang.
"Jangan terlalu dipikirin, bawa santai aja." Suara itu kembali terdengar bersamaan dengan datangnya sebuah kotak bekal berwarna hijau di atas meja lengkap dengan susu berperisa cokelat.
Kepalanya menunjuk bekal itu seolah-olah berkata, "Buruan dimakan, keburu masuk". Sepertinya begitu. Renjana hanya menaikkan sebelah alisnya. Tumben.
"Gue baik salah?"
Renjana menggeleng.
"Ya udah, makan. Tanpa racun itu."
Renjana meringis mendengarnya, ia terlalu beburuk sangka kepada saudara tirinya.
"Nanti pulang bareng gue, jangan sama anak SMACA, gue mau ngomong serius," ucap Neon.
"Gue udah bil-"
"Gue bilang enggak, ya enggak, Ann."
Sama saja, masih seenaknya, batin Renjana bersuara.
"Oke."
Neon mengangguk, mamasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Beranjak pergi dari kelasnya. Relia yang melihat keduanya berinteraksi itu mendekat ke arah sahabatnya. Menoel lengan Renjana sambil menunjuk Neon yang telah berlalu pergi dengan dagunya.
Renjana menggeleng, "Dapet hidayah kali, Rel."
Relia bertepuk tangan takjub, dengan mulut yang membentuk vokal "O", bergeleng-geleng seolah-olah itu adalah hal yang luar biasa.
Renjana dengan tatapan anehnya memandang Relia lamat-lamat. Bergidik ngeri melihat reaksi yang sejujurnya sangat wajar ditunjukkan. Pasalnya, Neon tidak seperti ini dulunya. Tatapan yang menusuk tajam itu masih sempat ada, namun tidak setajam dulu.
"Jangan-jangan Neon udah mulai fallin in love sama lo, Ann," celetuk Relia tiba-tiba tanpa angin tanpa hujan yang mendera.
"Stres, edan, nggak mungkin," balas Renjana spontan tanpa babibu.
Relia menyengir, "Kan mungkin aja. Who knows?"
"Nggak mungkin suka sama gue kali. Gue kan adiknya."
"Tapi bukan adik kandung."
Namun pikirannya seakan menampik hal itu. Neon tidak akan menyukainya, dirinya dan laki-laki itu hanya sebatas kakak beradik, walau bukanlah saudara kandung. Namun tetap saja, tidak mungkin bukan? Iya kan?
-Jenggala-
PUKUL empat sore, di kala langit begitu indah dengan kombinasi awan dan cahaya matahari yang lembut, keduanya berjalan di atas pantai, ingin menikmati indahnya matahari terbenam. Ralat, hanya Neon yang ingin menikmati matahari terbenam, sedangkan Renjana sedang sibuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
Neon masih saja bungkam. Hanya gemercik ombak yang mengisi suasana mereka sore itu. Pantai yang mulai menyepi dan hanya menyisihkan debur dan gemercik ombak yang suaranya bagaikan musik pengantar tidur.
Langit juga mendukung kebungkaman keduanya. Renjana tak berani membuka suara, enggan rasanya. Untuk Neon, laki-laki itu masih memandang hamparan laut yang memantulkan cahaya mahatari senja.
Lagi, lagi, dan lagi Renjana bermain dengan pikirannya. Membawa kesadaranya ke hal yang rancu dan membibungkan. Ini anak tuh kenapa?
Renjana memberanikan diri untuk membuka suara, "Yon, Mama sama Papa tau kalau kita ke sini?"
Neon menggeleng sebagai jawaban. Masih diam, belum berkata-kata.
"Lo ngapain ngajak gue ke sini?" Lagi, Renjana kembali mengeluarkan suara.
Neon menggedikkan bahunya, "Pengen."
Baiklah, Renjana benar-benar dibuat tak habis pikir lagi. Sekarang, ia mengikuti apa yang dilakukan Neon. Hanya menatap pantai yang tenang sambil menunggu matahari terbenam dengan sempurna.
Perlahan namun pasti, sang surya sudah tak menampakkan diri, menyisakan sepi dan gelapnya malam. Posisi mereka berubah menjadi duduk di atas pasir pantai yang berbutir. Sesekali memandang ke langit, tersenyum saat melihat jutaan bintang di atas sana.
"Lo kangen nggak sama mereka?"
Akhirnya Neon membuka suara. Menatapnya lamat-lamat setelah satu jam lamanya hanya memandang lautan. Tidak efektif, tapi itulah yang Neon lakukan.
"Kangen siapa?"
"Orang tua kandung lo?"
Renjana terdiam. Tatapannya dengan perlahan berubah meredup. Mendongakkan pandangan, kembali memandang bintang di atas sana. Tersenyum kecil.
"Gue aja nggak tau orang tua kandung gue, Yon. Gimana mau kangen?" Renjana terkekeh, tapi Neon tak menganggapnya bercanda.
"Ada saatnya lo bakal ketemu mereka, Ann. Mau nyari kesempatan itu bareng gue?"
[Next chapter 1.7]
a/n
Ini mah mau ending (masi sekitar 20-30an part) insyaa Allah. Jadi ramein saja yh. Temen" kalian suruh baca juga. Buat yg udah baca, terima kasih sangaadddd
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenggala: Bawa Aku Masuk Ke Duniamu
Teen FictionHubungan antara Renjana dan keluarganya jauh dari baik. Kedua orang tua angkatnya sangat sibuk dengan urusan masing-masing tetapi masih sangat aktif untuk memaksakan kehendak pada Renjana. Meminta Renjana untuk bisa masuk ke dalam universitas terbai...