Orang Jahat itu, Kakakku 0.5

32 7 13
                                    

SETELAH malam panjang yang melelahkan usai dan jejak tangis semalam masih samar terlihat, keduanya berusaha menjalani hidupnya senormal mungkin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SETELAH malam panjang yang melelahkan usai dan jejak tangis semalam masih samar terlihat, keduanya berusaha menjalani hidupnya senormal mungkin. Namun, berbeda. Kegiatan sarapan bersama yang tak ada hangat-hangatnya itu terasa tak lengkap. Neon tidak ikut sarapan bersama.

"Bi Inah." Widya memanggil salah satu asisten rumah tangga yang sudah cukup lama bekerja di kediaman Wiratya.

"Iya, Bu?"

"Neon kemana, ya? Kenapa nggak ikut sarapan?" Renjana hanya menyimak, ia jelas tak ingin terlibat pembicaraan dengan Widya.

"Den Neon di mobil, Bu. Katanya sarapan di sekolah saja."

Widya membuang napasnya, "Tolong siapin bekal buat Neon ya, Bi. Usahain yang buat kenyang."

Bi Inah mengangguk kemudian pergi untuk menyiapkan bekal untuk Neon.

Meja makan pagi itu terasa sama saja. Sama-sama hening dan mencekam. Renjana sudah terbiasa, sangat terbiasa walau saat pertama dirinya merasa tersiksa.

"Anna, nanti kamu berikan bekal buatan Bi Inah ke Neon."

Titah sang Papa adalah perintah mutlak, "Iya, Pa."

-Jenggala-

RENJANA membuka pintu mobil dengan ragu, Neon masih terlihat menyeramkan dengan wajah yang sedikit pucat.

Dengan ragu pula, ia menyerahkan kotak bekal berwarna hitam padanya, "Buat sarapan, dari Mama."

Sesuai dugaannya, Neon tak merespons. Mobil hitam itu mulai melaju keluar dari area perumahan. Kotak bekal itu dia letakkan di atas dashboar mobil. Keduanya diam menghasilnya suasana sunyi yang menyanyat hati.

"Lo kalau ada satu mobil sama gue jangan diem-diem aja, ngomong." Kala itu, Neon masih begitu hangat, sangat hangat padanya.

"Lo baru kelas 8 SMP dan udah ngendarain mobil gini, lo gila?" Dan Renjana masih seberani itu pada Neon.

"Nggak akan mati bego, kita ada di lapangan kali. Lo niat noh," Neon menunjuk Widya dan Dibyo yang ada di tepi lapangan, "mereka ngawasin kita." Serta keluarga Wiratya masih sebahagia itu.

Memori itu masih melekat dengan erat. Renjana tentu merindukan hal itu. Namun, sepertimya hal itu cukup mustahil untuk diulang. Neon telah berubah bersamaan dengan rasa sakit yang mengepung hati mungilnya, dan Renjana yang terlalu takut untuk memulai.

Renjana tahu, hati Neon tak pernah sekuat itu. Sejak awal pertemuan, Neon berulang kali mengatakan bahwa dirinya tak sekuat itu. Akan tetapi, hari ini ia melihat seberapa rapuhnya seorang Neon yang terlihat tangguh dan kokoh.

Renjana tahu namun ia menutup mata. Renjana paham tapi ia seolah-olah tak memahami. Renjana ikut merasakan, akan tetapi ia seolah mati rasa. Karena ia terlalu takut, takut tak akan mendapatkan hal yang sempurna.

Jenggala: Bawa Aku Masuk Ke DuniamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang