Semua Bisa Terluka 1.9

8 1 0
                                    

"KAMU pikir yang kamu lakukan itu baik, Widya?!"

"Ya! Yang aku lakukan pada mereka itu baik, yang tidak baik itu kamu, Mas! Kamu tega hajar anak kamu sendiri!"

Sore itu, setelah Widya dan Dibyo kambali ke kediaman mereka. Adu mulut terjadi di antara keduanya. Widya merupakan wanita berpendidikan yang pastinya menentang bentuk ketidakadilan. Wanita itu sedari dulu diam karena hanya ingin berbakti pada suaminya. Namun, Dibyo semakin berulah, Widya tak menyukai hal ini, ditambah hubungannya dengan Neon dan Renjana perlahan memburuk.

"Kita harus turutin surat perjanjian itu, Mas. Mereka akan mempermudah hidup kita." Widya masih begitu sabar dalam menghadapi suaminya.

"Terus bagaimana dengan semua usaha kita buat mendidik Renjana?" sahut Dibyo tak terima.

"Kita hanya membiayai pendidikan Renjana sama 5 tahun di SD. Itupun Renjana nggak masuk SD swasta yang biaya tinggi, Renjana cuma masuk SD negeri yang tanpa biaya. Mereka juga sudah mengganti dan membiayai hidup Renjana dengan mengirimkan uang ke rekening kita, Mas! Bahkan mereka memberi kita bayaran untuk itu. Sekarang biarkan mereka yang merawat Renjana."

Dibyo menghembuskan napasnya tak habis pikri, "Kamu mau kehilangan aset terbaik kita?"

"Kita juga punya aset, Mas! Sakha aset kita, kalau kamu nggak ngekang dia, kalau kamu bersikap adil, kalau kamu nggak ngeremehin hobi dia, Sakha bisa jadi cemerlang dengan caranya sendiri!"

"Kamu juga sama ngekangnya kayak aku, Wid!"

"IYA ITU KARENA KAMU!"

Napas Widya tak beraturan, wajahnya memerah, mencoba menahan kemarahannya. "Aku kayak gini karena kamu, karena aku nggak mau nentang kamu karena kamu suami aku, Mas. Tapi kelakuan kamu makin gila. Makin jahat sama anak-anak."

Widya pergi meninggalkan Dibyo di lantai bawah, wanita itu memilih untuk menyiapkan kebutuhan Neon untuk dibawa ke rumah sakit. Amarah akan semakin memuncak bilamana ia tak kunjung pergi dari rumah itu.

-Jenggala-

NEON perlahan membuka matanya, meringis karena kepalanya terasa pusing bukan main. Matanya juga belum menangkap cahaya dengan baik.

Renjana yang tertidur pun akhirnya terbangun ketika mendengar ringisan dari Neon.

"Yon? Sakit banget? Gue panggilin dokter, ya?"

Itulah tiga pertanyaan beruntun yang ia dapat setelah sadar. Neon menggeleng sebagai jawaban, tangannya yang dipasang infus itu memijit pelipisnya, berharap rasa peningnya segera hilang. Laki-laki itu akhirnya merebahkan dirinya dengan tenang, matanya kembali terpejam.

Renjana sedikit panik, "Yon? Mau pingsan lagi?" pertanyaan konyol itu keluar begitu saja dari mulut Renjana.

Neon terkekeh, "Cuma merem bukan berarti mau pingsan lagi, Ann."

Renjana menggaruk tenguknya. Tangannya kembali memainkan rambut Neon yang halus itu. Sekarang, memainkan rambut kakak tirinya itu adalah kesukaannya. "Lo kan pinter berantem, kenapa pas dikeroyok preman malah ga ngelawan? Cemen banget."

Neon tersenyum tipis, ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Semua orang akan menutupi cerita buruk ayahnya.

"Renjana," panggil Neon dengan mata yang terpejam.

"Ya?"

"Percaya sama gue, lo bakal ketemu sama orang tua kandung lo, oke?"

Renjana berhenti memainkan rambut Neon, "Lupain itu, sekarang yang gue mau lo sembuh dulu. Gue nggak suka lo masuk rumah sakit kayak gini."

"Kan lo calon dokter," balas Neon bercanda.

"Lo kali jadi dokter, gue mah ogah."

Percakapan mereka sampai di situ. Renjana tak mengeluarkan suaranya kembali, begitu juga dengan Neon yang memilih bungkam. Tentunya Neon tak ingin masalah ini diketahui oleh Renjana. Gadis itu tidak boleh sampai tahu bahwasannya ia masuk rumah sakit karena membantu Renjana untuk kembali ke orang tua kandungnya.

Pintu ruang inap dibuka perlahan oleh Elmanuel yang menenteng satu plastik besar berisi makanan yang ia beli di bawah. Laki-laki itu melempar senyum kepada Neon yang masih terlihat lemas.

"Halo?" sapanya sembari meletakkan bungkusan makanan di atas meja. Elmanuel mengeluarkan seluruh makanan yang ia beli di kantin rumah sakit.

"Makasih, El udah bawain makanan buat kita." Elmanuel mengangguk sebagai jawaban. Laki-laki yang menjadi sahabat kecil Renjana itu mendekat ke arah keduanya.

Neon menatap Elmanuel dengan samar, berharap agar Renjana tak tahu bahwa ia sedang membangun komunikasi dengan Elmanuel. Rasa peningnya seolah melebur, tergantikan oleh rasa yang membuncah. Sebentar lagi, sebentar lagi Renjana dapat kembali.

-Jenggala-

BUKAN hal yang sulit untuk membuat Renjana kembali menghampiri kesibukannya. Widya akhirnya dapat memahami sorot mata yang dilayangkan oleh anak kesayangannya.

"Progresnya gimana, El? Udah dua tahun sejak gue minta pertolongan sama keluarga lo. Progresnya gimana?"

Elmanuel membeku, ia tak pernah berpikir bahwa Neon akan menanyakan hal ini tepat di depan wanita paruh baya yang sudah menjadi seorang ibu itu. Tiba-tiba saja, pikiran Elmanuel seolah buntu. Apa-apaan Neon ini?

"Hah?"

Akhirnya kata itulah yang berhasil keluar dari mulut Elmanuel. Neon mengerang sebal, ingin rasanya ia memukul kepala laki-laki yang berlagak bodoh itu.

"Progres lo nemuin orang tua Renjana gimana? Mama pengen tau."

Elmanuel melempar pandangannya kepada Widya yang ternyata menunggu jawaban Elmanuel. Beberapa saat setelahnya, Elmanuel sudah tampak menangkap apa yang sebenarnya terjadi di keluarga Neon dan Renjana.

"Orang kepercayaan Ayah sudah menemukan keberadaan keluarga kandung Renjana, beliau akan mencoba menghubungi mereka."

Widya mengangguk dengan mengucapkan kata terima kasih atas bantuan Elmanuel selama dua tahun ini.

Namun, Widya menghela napasnya, "Papa kamu nggak akan setuju kalau Renjana kembali ke pelukan keluarga kandungnya, Sakha. Mama sudah berusaha semampu Mama, tapi tidak bisa. Mereka sudah berusaha menghubungi keluarga kita, tapi Papa kamu, mencoba menutup akses mereka. Menolak segala bentuk komunikasi," ucap Widya panjang.

"Mama sayang sama Renjana. Walau Mama terkesan memaksa, tapi Mama mau yang terbaik untuk Renjana. Karena sebentar lagi, kita akan berpisah dengan Renjana."

Neon menundukkan kepalanya. Berpisah ya? Neon bahkan belum memupuk kebahagiaan bersama Renjana. Bahkan, perasaan anehnya juga terkadang masih terasa.

"El bakal terus minta orang suruhan Ayah untuk menghubungi mereka. Secepatnya, El akan memberikan kabar gembira untuk Renjana."

[tbc everyone!]

Jenggala: Bawa Aku Masuk Ke DuniamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang