RENJANA menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan sosok Nabastala yang katanya akan menjemputnya. Dari kejauhan, di seberang jalan, tepatnya di depan SMP, kedua matanya melihat sosok tinggi jangkung yang sibuk mengantri cilok bersama dengan anak-anak SMP kelas 9 yang sedang masa intensif untuk ujian Nasional.
Renjana memilih menunggu di depan gerbang dengan memegangi tas sekolahnya. Matanya tak terlepas dari sosok Nabastala yang berinteraksi dengan anak-anak SMP serta beberapa anak kecil lainnya yang ikut mengantri. Nabastala terlihat lebih ramah dari kali pertama mereka bertemu.
Kali ini tangan Renjana melambai begitu Nabastala berbalik arah, memandangnya sambil memamerkan dua plastik cilok yang berada di kedua tangannya. Senyumnya merekah, seperti berucap, 'Gue dapet cilok yang katanya paling enak di sini!'
Dengan sedikit berlari, Nabastala menhampiri Renjana dengan tergesa. Untungnya, jalanan kota saat itu tidak terlalu ramai.
"Nih." Nabastala memberikan satu plastik berukuran seperempat kiloan kepada Renjana, "Cilok yang udah gue samperin 15 menit lalu tapi baru dapet barusan," katanya menjelaskan.
Renjana terkekeh, "Makasih loh, Nabastala."
"Panggilnya Abas aja, kepanjangan kalau lo manggil gitu," ungkap Nabastala sambil mencomot cilok yang kelihatannya penuh dengan kecap kental.
Renjana mengangguk samar, menusuk cilok yang ada di tangannya lalu melahapnya.
"Mau pulang nggak?" Nabastala bertanya memastikan.
Nabastala tentunya tak lupa dengan pemandangan yang ia lihat tadi pagi. Gadis itu terlihat jauh dari kata baik.
"Kalau nggak mau balik dulu nggak apa-apa. Gue temenin kemana aja."
Renjana menghentikan kegiatan makannya, menoleh kepada Nabastala dengan tatapan mata yang terlihat menyendu.
"Jangan langsung pulang, ke mana gitu dulu, ya?"
Nabastala tersenyum sambil mengangguk. Ia menali plastik cilok yang ia bawa, "Bawain, gue mau nganu motor." Nabastala memberikannya kepada Renjana.
-Jenggala-
MEREKA berdua sekarang terduduk di salah satu bangku memanjang, di bawah pohon yang lumayan besar, di taman. Tidak ada perbincangan di antara mereka, riuhnya suara anak-anak kecil adalah sebuah peramai untuk mereka berdua.
Renjana menatap awang-awang. Melihat ke atas, memerhatikan awan yang bergerak dengan perlahan. Mendadak air matanya mulai menetes, mulai membasahi kedua pipinya. Mulai mengeluarkan isak tangisnya.
"Ann? Hei, lo kenapa nangis?"
Nabastala tentu panik, tiba-tiba Renjana menangis seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenggala: Bawa Aku Masuk Ke Duniamu
Teen FictionHubungan antara Renjana dan keluarganya jauh dari baik. Kedua orang tua angkatnya sangat sibuk dengan urusan masing-masing tetapi masih sangat aktif untuk memaksakan kehendak pada Renjana. Meminta Renjana untuk bisa masuk ke dalam universitas terbai...