DUA PULUH ENAM

230 59 49
                                    

Happy reading!!

Kini Syafa tengah menonton televisi. Tapi tiba-tiba saja perutnya terasa lapar.

"Hafiz, aku laper" rengek Syafa sembari memegang perutnya.

"Kamu mau makan apa, hm?" tanya Hafiz.

Syafa terlihat tengah berfikir. Beberapa detik kemudian ia menjentikkan jarinya pertanda sudah mendapatkan ide. "Mau sate. Tapi...."

"Tapi apa?"

"Tapi yang jual satenya harus yang namanya pak Karno."

"Ha?"

Bisa-bisanya istrinya meminta sate tapi yang berjualan harus yang bernama pak Karno. Memang ada? Tapi kalo ada pun ia harus mencari kemana.

"Kenapa? Kamu mau anak kamu ini nanti ileran?" Tanya Syafa sembari menunjuk perutnya yang semakin membuncit.

"Iya iya, aku ambil kunci dulu di kamar."

Laki-laki itu pun berjalan menuju kamarnya untuk mengambil kunci motornya dan jaket. Kamarnya sudah pindah ke lantai satu. Tidak mungkin kan dengan kondisi Syafa yang sedang hamil gadis itu harus naik turun tangga. Hafiz Tidak ingin jika nantinya anaknya kenapa-napa. Jadi, cari aman saja.

Hafiz menghampiri Syafa dengan menggunakan Hoodie hitam nya dan celana santainya. Ia mengelus dan mencium lembut perut Syafa. Bibirnya juga tak lepas mencium seluruh wajah Syafa.

"Aku pamit ya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Hafiz berjalan menuju motornya berada. Dirinya memutuskan untuk memakai motor sport. Katanya biar bisa ngebut.

Ia memakai helmnya. Lalu menyalakan mesin motornya sambil menjalankan nya dengan kecepatan sedang.

Hafiz tak berhenti berdoa agar ada penjual sate yang bernama pak Karno. Sungguh ia sangat berharap.

Tidak mungkin jika ia pulang dengan tangan kosong. Bisa-bisa dirinya di suruh tidur di luar nanti malam.

Hafiz menghentikan motornya saat melihat ada penjual sate. Ia pun segera melepaskan helmnya dan berjalan menuju penjual sate tersebut.

"Pak, beli satenya. Tapi sebelumnya saya mau nanya dulu?"

"Mau nanya apa den?" Tanya bapak-bapak itu.

"Maaf sebelumnya pak kalo saya kurang sopan. Bapak namanya pak Karno bukan?" Tanyanya dengan sedikit ragu. Ia takut jika nantinya bapak-bapak ini marah karena ia menanyakan siapa namanya.

Bapak-bapak itu pun terdiam cukup lama. Hal tersebut membuat Hafiz semakin takut. Ia merasa Tidak sopan karena telah menanyakan hal itu.

Bapak-bapak itu pun tersenyum. "Iya den, nama saya Karno. Kok Dennya bisa tau nama saya?"

Hafiz bernafas lega. Syukurlah bapak-bapak itu tidak marah. Dan ia juga tersenyum senang saat dirinya menemukan penjual sate yang bernama pak Karno.

"Jadi gini pak, istri saya lagi hamil. Nah dia ngidam pengin sate tapi yang jual harus yang namanya pak Karno" jelas Hafiz.

"Oalah gitu ya den. Yasudah mau berapa tusuk satenya den?"

"12 tusuk aja deh. Ketupatnya banyakin ya pak" pak Karno mengangguk. Ia membakar satenya sambil mengipasinya. Tak lupa juga ia mengiris ketupatnya.

"Pakai sambel?" Tanya pak Karno.

"Gak usah pak."

"Ini den, satenya udah jadi."

"Berapa pak?" Tanya hafiz sambil mengeluarkan dompetnya.

"15 ribu den" jawab pak Karno.

Hafiz mengeluarkan uang berwarna merahnya lalu mengasihkannya ke pak Karno. Pak Karno pun menerimanya dengan baik.

"Sebentar ya den, saya ambilin dulu kembalian--" belum sempat pak Karno meneruskan ucapannya. Hafiz terlebih dahulu menyelanya.

"gak usah pak, kembaliannya buat bapak aja" ujar Hafiz sambil tersenyum tulus.

"Waduh, saya nggak enak den" jawab pak Karno.

"Rezeki nggak boleh di tolak loh pak. Anggap saja ini rasa terimakasih saya karena bapak sudah jualan di dekat sini. Kalo bapak nggak jualan di daerah sini saya tidak bisa menuruti nyidam istri saya" mendengar itu pak Karno tersenyum haru.

"Alhamdulillah. Terimakasih ya den, saya doa'in semoga persalinan istrinya lancar."

"Aamiin."

****

Tok...tok....tok....

Ceklek

"assalamualaikum."

"waalaikumsalam."

Syafa menyalimi tangan suaminya. Matanya berbinar saat melihat kantong kresek berwarna putih yang di pegang hafiz. Sudah di yakini kalau isinya sate.

Hafiz pun mengambil piring dan gelas. Setelahnya ia menyuruh Syafa untuk duduk.

Laki-laki itu membuka bungkus satenya lalu meletakkannya di piring. Tidak lupa juga mengambilkan minum untuk Syafa.

"Nih satenya udah aku buka, selamat makan istriku" Syafa terkekeh menanggapinya. Tangan putihnya mengambil satu tusuk sate lalu memakannya.

"gimana, enak?" Tanya Hafiz sambil menatap Syafa intens.

Wanita itu mengangguk sebagai jawaban.

"Jangan lupa ketupatnya di makan biar kenyang" ujar laki-laki itu.

Syafa tak menjawab. Tangannya menyodorkan satu tusuk sate ke arah hafiz. "Mau" tanyanya.

Hafiz menggeleng. "Enggak,  buat kamu aja. Aku udah kenyang kok" ujar laki-laki itu dengan lembut.

"Kenyang apanya? Coba rasain deh aaaa" tidak ada pilihan lain, Hafiz membuka mulutnya menerima sate yang di berikan istrinya. Satu kata untuk sate ini, enak.

"Nah gitu dong, mau lagi?"

Laki-laki itu menggeleng. "Enggak, kamu makan aja."

"Yaudah aku makan nih" Hafiz menatap Syafa yang tengah memakan satenya dengan lahap, istrinya ini sangat menggemaskan kalau sedang makan seperti saat ini. Apalagi pipinya yang sudah mulai bulat. Ingin sekali dirinya mencubit gemas pipi Syafa.

****

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun Syafa masih terlihat sibuk dengan ponselnya.

Hafiz pun menghampiri istrinya yang sedang duduk di atas kasur sambil memainkan ponselnya. Entah apa yang tengah wanita itu lakukan dengan ponselnya.

"Tidur" ucap Hafiz lalu ikut duduk di samping Syafa.

"Entar, belum ngantuk" balas Syafa.

"Bumil nggak boleh tidur malam-malam."

Merasa tidak ada respon apapun hafiz pun mengambil ponsel Syafa dari tangannya. Hal tersebut membuat wanita itu kesal bukan main.

"Iya iya tidur nih tidur."

Hafiz mengusap-usap punjak kepala Syafa sayang. "selamat tidur istriku."

****

Ada ada aja bumil satu ini nyidamnya wkwk. Beberapa part lagi menuju ending nih.

Tim happy?

Tim sad?

Jangan lupa tinggalkan jejak.
Bintangnya jangan lupa✨
Komennya juga💬 Thank you pren.

Kasih emot untuk part ini!!!

Follow Instagram :
@wp.fiatun

Yang lainnya segera nyusul.

Thanks✨

HAFISYA ; My Husband Mas Santri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang