~
Kemarin Isabela sudah mengalami hal terberat dengan kehilangan Ibu. Nyonya Arini meninggal di usia 44 tahun. Seharusnya usia itu adalah usia emas dengan kematangan emosional dan intelektual yang cukup mengagumkan. Namun takdir berkata lain. Puncak kejayaan karir, dan juga kehidupannya, terhenti di angka 44.
"Tante.. Bisa temenin Bella di sini dulu beberapa hari?" Tanya Isabel saat kembaran Ibunya mungkin akan pulang ke rumahnya dalam waktu dekat. Jika ada Tante Aini, sosok Nyonya Arini masih bisa ia lihat dengan jelas. Meski lebih lama dilihat ternyata makin jauh berbeda, setidaknya rasa kehilangan mungkin akan sedikit berkurang karena kemiripan mereka.
"Tante bisa pindah ke sini kalau kamu mau.." Ujar Tante Aini selagi melipat beberapa baju milik almarhum kakaknya yang akan ia bawa nanti. Isabel sudah mengumpulkan semuanya di atas kasur.
Ide untuk pindah ke rumah Isabel benar-benar yang terburuk. Pasalnya, lama-lama mungkin Aini akan membawa serta seluruh keluarganya termasuk suami dan keenam anaknya. Isabel menggeleng cepat. Ia ingat saat menginap di rumah Tante Aini dan anak-anak itu sangat merepotkan. Isabel tidak suka pada anak kecil.
"Gak usah Tan.. Silahkan pulang aja! Tapi jangan lupa balik ke sini seminggu sekali. Sekarang anak Tante bertambah satu. Dan kalau ke sini jangan ajak siapapun. Apalagi Abram. Dia paling cengos." Ucapan Isabel sama sekali tak disaring. Namun Aini mengerti dengan adat keponakannya itu. Ia tak mempermasalahkan dan hanya menggeleng selagi tersenyum lembut. Sikap Aini tak jauh berbeda dari kembarannya. Mungkin ini yang dinamakan kembar identik. Segalanya terlihat sama persis.
"Kamu yakin Tante boleh bawa semuanya?" Tanya Aini melihat Isabel mengumpulkan banyak barang di kamar itu untuk mereka packing.
"Bawa semuanya aja!" Jawab Isabel yakin. Aini mengangguk pelan meski masih prihatin dengan keponakannya itu. Sepertinya Isabel masih belum punya tujuan apapun untuk hari-hari ke depan. Apalagi, mengingat dia adalah satu-satunya keluarga yang Isabel miliki. Semua anggota keluarga lain sudah punah. Termasuk ayah Isabel yang juga meninggal saat ia masih berumur empat tahun.
"Jaga diri kamu baik-baik. Cepat cari pacar! Biar kamu gak sendirian." Aini mengusap tangan Isabel yang ia bawa kedalam pangkuannya. Namun tak berlangsung lama. Isabel langsung menarik tangannya kemudian turun dari atas kasur Ibunya.
"Tante pikir nyari pacar kayak mungut botol Aqua di jalan?" Gerutu Isabel selagi kakinya melenggang dan duduk di depan meja komputer milik almarhum Ibunya. Ia mencoba menyalakan komputer untuk melihat-lihat.
"Eh... Kalau gak salah ingat, kayaknya Mama kamu pernah bilang mau jodohin kamu sama anak temennya deh..?" Aini sedikit menerawang untuk memperjelas ingatannya.
"Iew.. Jangan ngarang Tan.." Isabel langsung mendilak tak suka. "Memangnya ini jaman purba? Ngapain pakai jodoh-jodohan segala? Kayak gak laku aja." Isabel menggerutu tak terima.
"Memangnya kamu laku? Buktinya sampai sekarang kagak punya pacar." Balas Aini.
"Ey.. Santai aja Mbak Aini. Saya baru 25 tahun. Saya tidak akan mengikuti jejak kalian yang menikah muda tanpa persiapan. Yang satu malah ditinggal suaminya meninggal, yang satu punya anaknya telat banget dan banyak sampai enam. Umurnya gak jauh beda lagi. Ngerepotin." Ucapan Isabel ketus gak ketulungan. Namun Aini paham. Isabel memang selalu seperti itu.
"Tapi nona Isabella. Saya tidak menyesal sama sekali. Bisa menikah dengan orang yang disayang, berjuang bersama, punya anak banyak, lelah bersama, mengeluh bersama, dan bahagia bersama. Gak ada yang perlu disesali. Tante gak perlu lagi mencari pencapaian lain. Semuanya sudah cukup." Senyuman sempurna ia tampilkan selagi memandangi wajah keponakan satu-satunya itu kemudian melanjutkan. "Dan sepertinya Nyonya Arini pun seperti itu. Hanya saja, dia kehilangan waktu untuk satu pencapaian lagi yang ia tunggu." Senyuman Aini tak henti-hentinya tergambar saat mengucapkan kata-kata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Antagonis (End)
FantasyIbu Isabela meninggal dunia meninggalkan sebuah novel yang belum tamat. Setiap hari Isabela dihantui para fans ibunya yang semakin menggila menuntut untuk menyelesaikan cerita. Sedangkan, Isabela sendiri tidak pernah sekali pun tertarik dengan dunia...