Tabung kecil

14.6K 2K 25
                                    

~

Isabel ngotot ingin naik menyusul tim satu. Tak peduli dengan protes anggota lain yang terlihat sudah sangat kelelahan. Isabel bahkan dengan berani menantang bahkan memukul anggota yang meminta istirahat lebih lama. Padahal dia wanita satu-satunya di sana. Dia tidak takut apapun.

Alasannya? Tentu karena obat milik Angkasa masih di tangan. Dia mungkin saja mati tanpa obat ini. Itu yang dikatakan asisten pelatih tadi.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Satu jam lagi menuju puncak. Isabel kini paling depan. Diikuti oleh asisten pelatih yang selalu berjaga-jaga. Siap siaga walau halangan rintangan membentang, tak jadi masalah dan tak jadi beban pikiran.. Hahay..

Skip..

Akhirnya, belum sampai di POS akhir, suara beberapa orang yang terdengar sedang berdiskusi akhirnya terdengar. Hari sudah hampir gelap. Isabel menemukannya.

Beberapa orang terlihat sedang berkerumun. Isabel bergegas lari menghampiri. Rasa cemas kini melebihi akal sehatnya. Ia menyibak kumpulan itu, dan melihat jelas siapa yang mereka kerubuni.

Bukan!

Saat berhasil menyibak, ia melihat jelas Angkasa sedang mematung lengkap dengan mantel tebal, melihat Isabel heran karena tiba-tiba datang. Orang yang berada di tengah itu, Gandi. Kakinya terluka karena tergores ranting tajam. Coach sedang mengobati luka Gandi dengan antiseptik dan perban.

Coach terkekeh, kemudian memberi selamat pada tim dua.

"Kalian bisa nyusul juga? Selamat tim dua. Kalau bukan karena luka Gandi, kalian pasti kalah." Ujar Coach selagi menempelkan plester setelah membungkus luka Gandi. "Selesai. Masih sakit?" Tanya Coach.

"Aman Coach. Luka kecil.." Enteng Gandi. Beberapa orang terkekeh dan Angkasa mulai membantu Gandi berdiri.

"Perhatian semua! Puncak Amazon hanya tinggal beberapa meter dari sini. Sudah ada hadiah istimewa untuk tim dua, dan sajian istimewa juga untuk semua anggota Boxing. Silahkan Kak! Langsung pimpin saja anak-anak ke sana!" Titah Coach pada asisten pelatih.

"Siap Coach!"

Mereka kembali bersemangat mendaki. Angkasa masih setia bersama Gandi. Perlahan menggandeng sahabatnya karena masih sedikit pincang.

Isabel melihatnya dan tersenyum bangga. Ini dia. Hal baik dari Angkasa yang sebelumnya dia cari ternyata ada. Dia cukup LOYAL.

"Kenapa bisa kayak gini Gan?" Tanya Isabel yang ikut berjalan beriringan bersama mereka.

"Kepo lu!" Jawab Angkasa tanpa memberi kesempatan untuk Gandi menjawab.

"Gue gak nanya sama lu!" Sasar Isabel sebal.

"Cigh.." Angkasa mendesis selagi membuang muka.

"Tadi lu nyari siapa Bel?" Tanya Gandi tiba-tiba. Ia paham betul kemungkinan besar Pabella mengkhawatirkan Angkasa kan?

"Nyari Angkasa lah! Gue pikir dia mati di gigit uler!" Jawab Isabel langsung tanpa berniat cari-cari alasan licin kayak orang muna. Gandi langsung terbahak. Pabella memang yang terbaik. Dia tak pernah basa basi jika berhubungan dengan perasaannya pada Angkasa.

"Sialan lu!" Angkasa langsung menoyor kepala Isabel tanpa ampun.

"Kalau dia mati beneran gimana Bel..?" Gandi kembali bertanya serius. Bahkan Angkasa pun hanya terdiam karena ingin tau jawaban Pabella. Sepertinya memang ada kejadian serius, entah apa, namun Ghandi dan Angkasa benar-benar menantikan jawaban Pabella.

Orang yang kini ditanyai sedang tertegun cukup lama selagi melangkah pelan.

"Dia gak boleh mati! Kecuali gue yang bunuh!" Ujar Isabel yang langsung berlalu pergi menyusul anggota lain.

Pesona Antagonis (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang